BERITAALTERNATIF.COM – Pemerintah daerah dapat mengembangkan sektor distribusi, pendidikan, pariwisata, dan pelayanan/jasa di Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
Hal ini dikatakan pengamat ekonomi dan politik Kukar, Haidir. Dalam artikel ini, kami menerbitkan bagian kedua hasil wawancara dengan akademisi dari Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) tersebut terkait potensi sektor pelayanan/jasa di Tenggarong.
Apa saja hal-hal strategis yang dimiliki Tenggarong terkait sektor pelayanan/jasa?
Secara teritorial, kita ini memiliki wilayah yang memang memungkinkan orang akan transit di daerah kita. Beberapa komoditi di Tenggarong ini juga sudah ada. Orang sudah tahu yang namanya Museum Mulawarman adanya di Tenggarong. Orang sudah tahu Pulau Kumala.
Pulau Kumala itu di dalam historisnya identik dengan telur yang dimainkan oleh naga. Dalam legendanya, telur yang dimainkan oleh naga itu ada di Tenggarong. Itu sudah masyhur.
Orang-orang dari Balikpapan itu tahu yang namanya Waduk Panji Sukarame. Waduk Panji itu tidak lagi digunakan untuk mengairi sawah karena sawah-sawah di sepanjang aliran waduk itu sudah tidak ada lagi. Tapi, waduknya masih tetap ada. Di situ dulu ada yang namanya taman anggrek, tempat rekreasi air dan sebagainya. Itu dikenal dari dulu di Kukar. Hari ini karena tidak terkelola dengan baik, dia hilang. Tidak muncul lagi ke permukaan.
Awal mula jembatan penghubung antara Pulau Kumala dengan Tenggarong ini dibangun, itu kan pos penjagaan di situ panen besar. Orang banyak berkunjung. Bolak-balik beli karcis dan segala macam. Setelah datang ke Pulau Kumala, tidak ada wahana yang dikelola dengan baik, cenderung ada persaingan bisnis, perebutan segala macam, kompetisi bisnis individual, akhirnya semuanya jalan di tempat.
Sekarang, kita melihat satu atau dua orang menyeberang ke Pulau Kumala melalui jembatan itu juga susah. Karena apa? Kita tidak membuat momentum untuk menciptakan daya tarik dari situ. Enggak ada yang bisa dijual di Pulau Kumala. Orang datang ke sana hanya melihat gundukan tanah saja atau gersangnya pulau itu. Jadi, ngapain ke sana. Bayar lagi.
Tapi, kalau ada daya tariknya, orang rela berjalan ratusan meter untuk menyeberang ke Pulau Kumala dan menikmati alur Sungai Mahakam dari atas jembatan. Ketika masuk ke Pulau Kumala, mereka bisa melihat taman-taman bermain dan sebagainya. Kan ragam itu yang dibutuhkan oleh pengunjung.
Kalau begitu menyeberang, orang tidak menemukan apa-apa, paling sekali saja orang mau ke sana. Habis itu orang akan berpikir untuk kembali mengunjungi Pulau Kumala.
Apa yang harus dilakukan pemerintah daerah?
Hal ini yang sebenarnya harus diciptakan di Tenggarong. Kepekaan kita melihat peluang bisnis dan peluang pengembangan ekonomi. Tanpa visi itu, maka seluruh obyek di Tenggarong ini tidak akan bernilai strategis.
Kita punya gedung olahraga di Tenggarong Seberang, tapi tanpa event-event olahraga yang kita ciptakan, gedung itu akan hancur begitu saja tanpa manfaat. Tapi, kalau kita ciptakan event olahraga, maka dia akan ter-update terus dan terbiayai terus gedungnya. Karena begitu ada event, ada dana yang masuk.
Tinggal kita menghitung saja secara bisnis. Jangan sampai menjalankan event olahraga, tetapi dalam perhitungannya rugi. Harus hitung untung, baru kita laksanakan event.
Mungkinkah itu? Mungkin. Kalau misalnya event-nya kita target berapa peserta, penonton, kan bisa terhitung. Kita keluarkan Rp 1 miliar, begitu dilaksanakan, kemudian terhimpun dana Rp 2 miliar, kan untung Rp 1 miliar.
Itu yang harus kita ciptakan. Bagaimana menciptakan supaya penontonnya membeludak? Banyak cara. Promosi bisa dilakukan. Kemudian mengundang peserta-peserta dari daerah-daerah yang memang punya spirit pendukung yang kuat.
Ketika kita membuat produk tanpa promosi, khususnya di pariwisata, orang tidak akan tahu yang namanya Kelambu Kuning. Kalaupun ada yang tahu pasti terbatas. Kalangan tertentu saja. Tanpa promosi, orang mungkin sudah melupakan Waduk Panji Sukarame, Museum Mulawarman, dan Pulau Kumala.
Promosinya kan bermacam-macam. Kita harus pandai-pandai melakukan itu. Itu yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah.
Apa dampak positif yang ditimbulkan jika potensi-potensi tersebut dikembangkan secara maksimal?
Kalau sudah tumbuh pariwisatanya, daerah transitnya, termasuk yang saya katakan bahwa kita menjadi daerah penampung komoditi-komoditi di Kalimantan Timur ini, maka ekonomi Tenggarong akan tumbuh.
Itu sebenarnya daya tarik. Kalau di daerah itu sudah banyak pergerakan di situ, maka ekonominya akan tumbuh. Kenapa daerah SP1, SP2, SP3, daerah Sebulu-Muara Kaman itu malah tumbuh dan menggeliat ekonominya? Karena daerah transit. Orang datang, pulang dan pergi, lewat di situ. Tumbuh ekonominya.
Kenapa daerah L1 dan L2 Tenggarong Seberang itu ekonominya menggeliat? Karena daerahnya dilewati orang. Padahal, tarafnya itu setingkat kecamatan.
Tenggarong ini ibu kota. Transit itu ada di daerah kita. Banyak sekali. Transit darat dan sungai ada di Tenggarong. Pelabuhan-pelabuhan kita itu kan dulunya terkenal sekali.
Sekarang enggak bisa dimaksimalkan lagi. Kenapa? Karena kita tidak mengelolanya. Kapal itu bukan tidak ada yang mengarungi Sungai Mahakam, tapi untuk apa singgah di Tenggarong? Karena tidak ada yang perlu disinggahi di Tenggarong.
Kalau ada hal yang dibutuhkan di Tenggarong ini, maka mereka akan singgah. Apa kebutuhan mereka? Komoditi-komoditi yang memang dibutuhkan oleh orang Samarinda dan Hulu Mahakam.
Jalan darat misalnya. Orang dari Samarinda, kemudian mau ke Kota Bangun dan macam-macam, kalau mereka merasa tidak ada hal yang mereka butuhkan di Tenggarong, mereka akan langsung ke Kota Bangun. Orang yang dari Samarinda dan Balikpapan ke Melak akan langsung ke sana. Untuk apa singgah? Paling lewat saja.
Tapi, kalau kita ciptakan komoditi-komoditi di tengah perjalanan, maka orang akan singgah. Hal yang sederhana saja. Kalau di daerah-daerah Jawa itu, khususnya di daerah-daerah transit, ada makanan-makanan ringan yang dibuat khas daerah itu. Nangka itu dibuat jadi keripik, kemudian dibungkus dan dijual sebagai oleh-oleh. Orang yang singgah ke Semarang dan Surabaya akan beli itu.
Artinya, begitu orang lewat di situ, ada yang ditinggalkannya. Ada uang yang ditinggalkannya. Bagaimana dia meninggalkannya? Dengan membeli komoditi yang ada di situ. Kalau tidak ada yang perlu dibeli di situ, ngapain orang singgah?
Jadi, di kita ini, pajak jalan saja belum tentu dibayar oleh orang yang lewat di daerah kita karena orang mungkin bayarnya di Melak. Orang dari Melak ke Samarinda, bayar pajaknya di Samarinda. Kita enggak dapat apa-apa.
Tapi, kalau ada komoditi-komoditi khas Tenggarong, orang yang mau ke Samarinda akan membelinya untuk anak dan istrinya. Dia akan beli oleh-oleh di sini. Orang mau ke Melak, beli makanan, barang, atau mainan khas Tenggarong. Begitulah yang harus dibuat oleh pemerintah daerah. (*)