Search

Pelita Petunjuk, Syarah atas 40 Khotbah Imam Ali bin Abi Thalib

Potret buku Pelita Petunjuk, Syarah atas 40 Khotbah Imam Ali bin Abi Thalib karya Prof. Sayid Jamaluddin Din Parvar. (Berita Alternatif/Riyan)

BERITAALTERNATIF.COM – Telah melampaui seribu tahun, ucapan dan ungkapan sang pintu ilmu Rasulullah saw itu menggemakan kebenaran dan keelokan makna. Kefasihan kata-kata dan tulisan sang guru para sastrawan sekaligus singa mimbar kehidupan itu tak hanya menuntun murid-muridnya pada kebenaran manusiawi yang transendental, namun dia juga membimbing manusia mengenali peradaban, moral, dan estetika.

Sepertinya, murid, sahabat, sekaligus menantu Nabi saw itu tahu betul bagaimana mendidik manusia sebagai pembangun kebudayaan dan peradaban—melintasi batas-batas kebangsaan, geografis dan zaman. Turats abadi darinya selalu menyuguhkan pesan yang kontekstual dan relevan untuk setiap mazhab dan di setiap aliran pemikiran.

Ahli sastra Kristen, George Jordac mengatakan, “Wahai zaman! Ada apa denganmu, engkau menghimpunkan seluruh energi untuk kau hadiahkan kepada manusia agung bernama Ali, dengan sepenuh kecerdasan akal, kemuliaan hati dan ucapan mencerahkan, serta pedang (keberanian) bagi peradaban manusia!”

Advertisements

Syibli Syamil Madi mengatakan, “Imam Ali bin Abi Thalib adalah manusia agung yang tiada lagi yang dapat menyamainya baik di belahan Timur atau Barat, di zamannya atau hari ini.”

Syahrebar, penyair terkemuka Iran, menyandungkan syair pujian untuk Imam Ali, “Bukti keagunganmu terlontar adalah musuh-musuh(mu) yang menyatakan keutamaanmu…”

Seperti terungkap melalui ucapan Syibli Syamil, si zindik ketika memuji Ali, “Ali adalah citra istimewa yang tidak bisa dijumpai lagi di Timur atau di Barat.”

Tentu saja, dibanding yang lain, para pengikut dan pencinta yang senantiasa mempelajari ucapan dan tulisan Imam Ali, sang wasi Nabi saw itu, adalah yang lebih layak disebut lebih mengenal kehidupan dan ungkapannya. Ucapan Imam Ali dalam beberapa konteks memang tidak mudah dinalar dengan pemahaman sederhana; namun begitu, seperti dinyatakan sebuah syair, “Sekalipun dirimu tidak mungkin mengambil air di lautan, tapi engkau patut membasahi bibirmu agar tidak kehausan.”

Dalam usaha “membasahi bibir” demi memuaskan kehausan spiritual dan transendental, kami mencoba mengumpulkan beberapa tema dari tulisan dan ucapan Amirul Mukminin as. Tapi sungguh, alangkah kurang pantasnya jika kitab ini diklaim sebagai syarah untuk khotbah-khotbah sang pintu ilmu Nabi saw. Titik-titik tulisan ini semata lahir dari semangat kecintaan kepada sang wasi Nabi saw. Hanya satu hal yang bisa dinyatakan bahwa syarah ini terinspirasi oleh ucapan bernas yang mengandung banyak dimensi; yang buku ini hanya sebagian darinya.

Syair mengatakan, “Andaikan dia mampu menatap setitik tanah dengan penuh kasih sayang, maka dia akan terbang ke atas menjadi bagian dari cahaya matahari.”

Rangkaian uraian dalam buku ini merupakan syarah dari khotbah-khotbah Imam Ali as di kitab Nahj Balaghah, dan juga dari kitab-kitab lain. Rujukan utama syarah ini adalah ayat-ayat Alquran mulia, juga kitab-kitab syarah lain.

Yang perlu diingat dan diperhatikan bahwa menjelaskan dan menyelami Nahj al-Balaghah berbeda dengan melakukan kajian atas ilmu-ilmu yang biasa. Menyimak kata-kata Imam Ali layaknya menyelami kekayaan hikmah, irfan, keadilan, aktivitas jihad, keimanan, cinta Ilahi dan juga sejarah keteraniayaan.

Itulah sebabnya kami menyatakan bahwa pena ini bergerak dan terkendali hanyalah karena kecintaan dan aura spiritual. Penulis tertatih-tatih mengikuti ungkapan-ungkapan yang dari tetesannya keluar mutiara-mutiara. Mempelajari ilmu Imam Ali seperti menjalin silaturahmi dengan ilmu yang tak terbatas, dengan hikmah sejati yang akan menyingkirkan tirai kejahilan dan menghantarkan manusia pada oase ilmu dan hakikat.

“Pengetahuan telah mencapai hakikat mata hati. Dia memberi semangat dan roh keyakinan, membuat nyaman dengan sesuatu yang menyulitkan kaum yang suka bermewah-mewahan, dan memuaskan dengan apa yang sangat menghampakan orang-orang jahil. Menjadi aktif di dunia dengan tubuh, sementara roh terikat dengan tempat yang lebih tinggi.”

Imam Ali bin Abi Thalib as, dengan seluruh keberadaannya, telah mencapai keyakinan paripurna. Siapa pun yang bisa menyimak butiran-butiran yang keluar darinya, akan tenggelam dalam lautan makrifat dan mencicipi kelezatan rohani. Siapa saja yang menyelami ucapannya akan menemukan alam maknawiah di baliknya dan menemukan prinsip-prinsip hidup yang agung.

Karya ini merupakan syarah atas kitab Nahj al-Balaghah yang ditulis dengan segala keterbatasan yang ada pada penulisnya. Syarah ini juga banyak menukil ayat-ayat Alquran dan hadis-hadis dari para Imam maksum yang berasal dari perbendaharaan ilmu-ilmu Ilahi. Hadis dari Imam Ali atau khotbah-khotbahnya tidak mungkin dipenggal dari sumber-sumber pengetahuan yang lain. Antara satu pengetahuan dengan pengetahuan lainnya memiliki relasi kuat. Untuk memahami satu bagian pengetahuan (para Imam), membutuhkan penguasaan atas tema-tema terkait lainnya. Artinya, sebelum mensyarah sebuah tema, sang pensyarah harus sudah menelaah terlebih dulu seluruh hal yang terkait dengan tema tersebut.

Syarah adalah menyusun pertautan satu pemaknaan dengan pemaknaan yang lain untuk menyingkap suatu pola pengetahuan yang utuh. Seseorang yang dapat menyingkapkan pertautan tersebut, sudah layak mempraktikkan kemampuannya sebagai pensyarah. Dalam mensyarah khotbah atau surat Amirul Mukminin dalam kitab Nahj al-Balaghah, seorang pesyarah harus mampu mengurai makna takwa dalam khotbah yang disampaikan dalam situasi berbeda.

Karena itu, semoga Allah swt senantiasi membantu penulis yang sangat jahil ini agar mampu menjelaskan kedalaman dan keluasan cakrawala dari khotbah sang pintu ilmu Nabi saw ini. (*)

Sumber: Buku Pelita Petunjuk, Syarah atas 40 Khotbah Imam Ali bin Abi Thalib karya Prof. Sayid Jamaluddin Din Parvar

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
Advertisements
INDEKS BERITA