beritaalternatif.com – Bagi sebagian petani di Desa Giri Agung, Kecamatan Sebulu, Kebupaten Kutai Kartanegara (Kukar), penanaman dan pemeliharaan jagung hibrida tergolong mudah dibandingkan tanaman lain.
Ketua Kelompok Tani RT 16 Desa Giri Agung, Gunar menjelaskan, pada proses penanaman jagung, dalam sehari petani membutuhkan 12 orang pekerja untuk menanam jagung di atas lahan seluas 1 hektare. Setiap pekerja dibayar Rp 125 ribu per hari.
Bila penanaman jagung dilakukan secara manual, petani membutuhkan bibit 15 kilogram per hektar. Sementara jika menggunakan mesin, petani harus menyediakan bibit 25-30 kilogram per hektare.
“Karena kalau pakai mesin keluarnya itu bisa double. Itu yang menyebabkan bibitnya lebih banyak. Memang mempercepat, namun membutuhkan banyak bibit,” jelasnya kepada beritaalternatif.com baru-baru ini.
Ia menyebutkan, pemberian pupuk dilakukan setelah jagung berumur 12-15 hari setelah masa tanam. Petani memupuknya setelah hujan turun.
Kemudian, jagung kembali dipupuk setelah berumur 40-50 hari. “Dua kali pupuk ini hasilnya sudah bisa dikatakan maksimal,” ujarnya.
Sementara itu, penyemprotan disesuaikan dengan kondisi jagung. Umumnya, saat jagung berumur 12 hari, mulai muncul gangguan ulat.
Apabila ulat menyerang jagung, Gunar menyemprotkannya menggunakan racun Venit.
Lalu, serangan hama akan kembali muncul pada saat jagung berumur 40-50 hari. Petani pun menanggulanginya dengan menyemprot jagung menggunakan racun Kayabas.
“Kalau pakai Kayabas itu rumput mati, cuma jagung enggak mati. Itu bagusnya,” jelas Gunar.
Penyemprotan juga akan disesuaikan dengan keadaan gulma. Saat gulma telah membesar dan mengganggu jagung di umur 20 hari, maka petani dapat menyemprotnya lebih awal menggunakan racun Kayabas.
Selain gangguan hama, jagung juga kerap diganggu oleh monyet. Sejak hutan di Giri Agung digunakan sebagai kebun kelapa sawit, monyet “terpaksa” mencari habitat dan makanan baru.
“Kalau monyet ini dia sering matahin jagung. Makanya itu kita kasih anjing. Kalau anjing ini menggonggong, kan monyet itu takut dengar suaranya anjing ini. Nah, di dalam 1 hektar ini kita kasih tiga sampai empat ekor anjing,” ungkapnya.
Dalam proses perawatan, setiap hektare lahan jagung membutuhkan pekerja musiman sebanyak 11-14 orang per hari. Mereka bertugas untuk memupuk atau menyemprot jagung.
“Perawatan jagung ini lebih mudah dibandingkan dengan kita menanam padi di sawah. Lebih nyaman merawat jagung daripada padi,” katanya.
Kata Gunar, petani jagung juga menghadapi tantangan setelah jagung ditanam. Sebab, jagung yang ditanam di areal pegunungan sangat membutuhkan air di usia tersebut.
Jika hujan tak kunjung turun setelah jagung ditanam, petani terpaksa menyiramnya secara manual.
Tanaman ini juga sangat membutuhkan air saat jagung mulai berbuah. Namun, selama ini jagung yang ditanam petani di Giri Agung tak pernah kekurangan air.
“Kebetulan saat tanaman membutuhkan air, hujan turun. Jadi, enggak pernah kering. Selama ini tidak pernah gagal. Kami menanam jagung selalu berhasil,” ucapnya. (*)
Penulis: M. As’ari
Editor: Ufqil Mubin