Search

Tujuh Pilar Kokoh Pemerintahan Nabawi di Kota Madinah

Listen to this article

Kukar, beritaalternatif.com – Ulama besar dunia yang juga Pemimpin Agung Revolusi Islam Iran Sayid Ali Khamene’i mengurai pilar-pilar yang membentuk pemerintahan yang dibangun oleh Rasulullah di Madinah.

Sayid Ali menjelaskan, pemerintahan yang dibangun oleh Nabi memiliki berbagai pilar dan tujuan. Terdapat tujuh pilar paling penting dan utama yang dibangun Rasullullah.

Pertama, iman dan spiritual. Sebab utama dan motor penggerak sejati dalam pemerintahan Nabi adalah keimanan yang berasal dari sumber hati dan pikiran masyarakat dan menggerakkan tangan, kaki, dan otot keberadaan mereka menuju jalan yang benar.

Advertisements

Dengan demikian, kata Sayid Ali, pilar pertama adalah meniupkan dan memperkuat jiwa keimanan dan spiritual serta membekali akidah, ideologi, dan pemikiran yang benar kepada setiap individu masyarakat.

“Nabi telah merintis usaha ini sejak berada di Mekkah dan ketika berada di Madinah beliau pun semakin mengembangkannya,” urai Sayid Ali sebagaimana dikutip beritaalternatif.com dari buku Manusia 250 Tahun, Selasa (5/4/2022) sore.

Kedua, keseimbangan dan keadilan. Setiap program kerja harus didasarkan pada keadilan dan keseimbangan serta menyampaikan setiap hak kepada si pemilik hak dan tanpa membeda-bedakannya.

Ketiga, ilmu pengetahuan. Di dalam pemerintahan nabawi (nabi), landasan setiap perkara adalah ilmu pengetahuan, makrifat, dan kesadaran.

Nabi tidak membiarkan seseorang berjalan ke suatu arah tanpa memiliki pengetahuan. Dengan pengetahuan, makrifat, dan kemampuan untuk membedakan, maka akan mengubah masyarakat menjadi suatu kekuatan aktif serta tidak menjadi suatu kekuatan pasif.

Keempat, persahabatan dan persaudaraan. Di dalam pemerintahan nabawi, berbagai perselisihan yang terjadi akibat faktor mitos, egoisme, cenderung mementingkan diri sendiri, adalah tercela dan diperangi.

“Suasana kehidupan di tengah masyarakat adalah suasana persahabatan, persaudaraan, dan rasa sehati,” jelas Sayid Ali.

Kelima, kemuliaan akhlak dan perbuatan. Nabi berusaha menyucikan manusia dari berbagai akhlak hina dan perbuatan tercela, serta menciptakan manusia yang memiliki akhlak mulia.

“Penyucian merupakan salah satu pilar utama. Jelas Nabi mendidik dan membina setiap individu dalam masyarakat,” terangnya.

Keenam, kekuatan dan kemuliaan. Masyarakat dan pemerintahan nabawi tidak menghinakan diri, tidak tergantung, tidak mengulurkan tangan ke sana dan kemari untuk meminta-minta, tetapi sebuah masyarakat dan pemerintahan yang mulia, kuat, dan memiliki kebebasan untuk menentukan suatu sikap dan keputusan.

“Ketika mengetahui suatu perkara yang baik baginya, maka mereka akan berusaha keras untuk mendapatkannya dan meningkatkan usahanya,” sebut Sayid Ali.

Ketujuh, selalu bekerja, berusaha, dan meraih kemajuan. Di dalam suatu pemerintahan Islam, tidak ada istilah diam (stagnan), tetapi senantiasa bergerak (dinamis) dan bekerja secara kontinu dan berkesinambungan menuju kemajuan.

Tidak ada suatu masa di mana mereka berkata, “Tugas telah kita kerjakan dan kini saatnya kita istirahat!”

Pasti pekerjaan dan usaha ini adalah suatu pekerjaan yang menyenangkan dan membahagiakan; bukan suatu pekerjaan yang melelahkan dan membosankan; suatu pekerjaan yang membuat manusia menjadi semakin kuat dan penuh semangat.

Nabi memasuki Kota Madinah untuk menyempurnakan pemerintahan ini dan meninggalkannya sebagai suatu teladan di sepanjang masa, sehingga setiap orang yang hidup pada suatu masa tertentu hingga hari kiamat dapat mendirikan pemerintahan semacam itu.

“Dan membangkitkan semangat di dalam hati, sehingga umat manusia berjalan menuju masyarakat tersebut,” jelas Sayid Ali. (*)

Penulis: Ufqil Mubin

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
Advertisements
INDEKS BERITA