Kukar, beritaalternatif.com – Jelas, untuk mendirikan pemerintahan semacam itu (nabawi) dibutuhkan landasan ideologi dan kemanusiaan, seperti berikut ini.
Pertama, harus ada pilar dan pemikiran yang benar sehingga pemerintahan ini dibangun dan didirikan berdasarkan pada pilar dan pemikiran. Nabi menjelaskan pemikiran ini dalam bingkai kalimat tauhid dan kemuliaan manusia, dan berbagai pengetahuan Islam lainnya yang telah beliau sampaikan di Mekkah selama tiga belas tahun. Selanjutnya, ketika beliau berada di Madinah, pada setiap waktu dan setiap kesempatan hingga datang kematian, beliau senantiasa menjelaskan dan mengajarkan pemikiran dan pengetahuan tinggi ini, yang merupakan pilar bagi pemerintahan.
Kedua, pilar kemanusiaan amat dibutuhkan, sehingga bangunan ini dapat berada di pundak mereka, pemerintahan Islam tidak bertumpu pada perorangan. Sewaktu berada di Mekkah, Nabi telah menciptakan berbagai pilar dan mempersiapkannya.
Ada sekelompok sahabat besar Nabi–dengan adanya perbedaan dalam peringkat mereka satu sama lain–yang mereka ini merupakan buah dari usaha dan perjuangan Nabi selama tiga belas tahun di Mekkah. Ada pula sekelompok sahabat yang sebelum peristiwa hijrah Nabi, mereka telah berada di Yatsrib (Madinah) dan menjalankan pesan Nabi, di antara mereka itu adalah Sa’ad bin Mu’adz, Abu Ayub, lain-lain. Selanjutnya, ketika memasuki Kota Madinah, maka saat itulah awal dari pembinaan manusia. Hari demi hari berlalu, dan para manusia agung, pemberani, pemaaf, beriman, kuat, berpengetahuan luas, masuk ke Kota Madinah menjadi pilar-pilar kokoh bagi bangunan megah dan tinggi pemerintahan ini.
Hijrah Nabi ke Madinah–sebelum kedatangan Nabi, kota ini bernama Yatsrib, dan setelah kedatangan Nabi, kota ini dinamakan dengan Madinah al-Nabi–bagaikan angin segar musim semi yang menyelimuti kota ini, dan semuanya merasa lapang. Oleh karena itu, hati penduduk Madinah menjadi diliputi rasa gembira dan bahagia ketika penduduk Kota Madinah mendengar kedatangan Nabi di Masjid Quba. Quba terletak di dekat Kota Madinah dan Nabi tinggal di tempat ini selama lima belas hari. Hari demi hari, penduduk Madinah semakin rindu untuk berjumpa dengan Nabi. Ada sebagian dari mereka yang pergi ke Quba dan menemui Nabi dan pulang ke rumah. Ada pula sebagian dari mereka yang tetap tinggal di Madinah dan menanti kedatangan Nabi ke tengah mereka.
Kemudian ketika Nabi Saw memasuki Kota Madinah, kerinduan ini, angin yang lembut ini berubah menjadi badai yang mengguncang hati penduduk Madinah. Dengan menyaksikan wajah, sikap dan pembicaraan pribadi mulia ini, tiba-tiba keyakinan lama mereka, ikatan kesukuan dan fanatisme mereka pun menjadi hilang. Mereka mengenal sebuah gerbang baru menuju berbagai hakikat alam penciptaan dan pengetahuan akhlak.
Badai inilah yang pertama kali mengguncang hati penduduk Madinah dan badai ini pun terus bergerak hingga keluar dari wilayah Kota Madinah dan menguasai wilayah Mekkah, hingga akhirnya bergerak ke wilayah yang jauh, yaitu ke tengah imperium dan negara besar pada masa itu dan ke berbagai kawasan lainnya. Badai ini mengguncang hati manusia dan menciptakan revolusi di jiwa manusia.
Kaum muslim pada awal-awal Islam, berhasil menaklukan Romawi dan Iran dengan kekuatan iman. Bangsa-bangsa yang diserang, begitu menyaksikan kedatangan mereka, maka seketika itu pula beriman. Pedang semata-mata hanya digunakan untuk menyingkirkan penghalang pemimpin zalim dan penindas yang merintangi jalan. Sedangkan, kelompok masyarakat yang ada di berbagai kawasan, mereka itu dengan sukarela menerima agama Islam dan dua imperium besar pada saat itu, yakni Romawi dan Iran, masuk menjadi bagian dari pemerintahan Islam. Semua ini terjadi selama empat puluh tahun: sepuluh tahun pada masa hidup Nabi dan tiga puluh tahun sepeninggal Nabi.
Begitu Nabi memasuki Madinah, beliau langsung memulai kegiatan dakwah. Di antara keajaiban kehidupan beliau adalah selama sepuluh tahun ini, beliau sama sekali tidak pernah menyia-nyiakan waktu walau sedetik pun. Tidak pernah disaksikan Nabi berhenti menyebarkan cahaya spiritual, hidayah dan petunjuk. Saat tidur dan terjaga, saat berada di masjid dan di rumah, saat berada di medan perang, berjalan di jalan dan pergi ke pasar, pergaulan di tengah keluarganya, keberadaannya, di mana pun beliau berada, adalah pelajaran berharga. Sungguh berkah yang luar biasa pada usia Nabi ini. Seorang pribadi yang mampu memberi pengaruh besar pada sejarah kehidupan umat manusia.
Saya berulang kali mengatakan bahwa banyak perkara yang disuarakan oleh umat manusia sejak beberapa abad yang lalu, seperti kesetaraan, persaudaraan, keadilan, ekonomi kerakyatan, kesemuanya ini adalah pengaruh dari ajaran beliau. Hanya dalam tempo sepuluh tahun, beliau telah mampu mengelola urusan pemerintahan, politik dan kemasyarakatan. Sungguh suatu usia yang amat penuh berkah!
Sejak tiba di Madinah, beliau telah menentukan sikapnya. Unta yang ditunggangi Nabi masuk ke Kota Yatsrib dan penduduk mengelilinginya. Pada masa itu, Kota Madinah terdiri dari beberapa daerah. Setiap daerah terdapat pintu gerbang, bangunan rumah-rumah, lorong dan jalan, aktivitas perdagangan yang semua ini berada dalam kekuasaan suatu suku tertentu: suku Aus dan suku Khazraj.
Ketika unta tunggangan Nabi berjalan menyusuri Kota Yatsrib dan tiba di depan pintu gerbang daerah suatu suku, maka orang-orang dan para pembesar suku ini pun keluar seraya memegang tali unta tersebut tak berkata, “Wahai Rasulullah, tinggallah di tempat ini! Rumah, harta, dan kehidupan nyaman kami, siap kami serahkan kepada Anda.” Nabi berkata, “Lepaskan tali kekang unta ini, sesungguhnya unta ini diutus oleh Allah Swt.” Mereka pun melepaskan tali kekang unta, dan unta pun berjalan hingga tiba di suatu daerah yang lain.
Sekali lagi, para pembesar, para tokoh, para orang tua dan muda, datang dan berdiri di depan unta nabi. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah! Berhentilah di tempat kami, ini adalah rumah Anda, kami siap memberikan apa saja yang Anda inginkan. Kami semua siap melayani Anda.” Nabi berkata, “Beri jalan bagi unta ini untuk melanjutkan perjalanannya, sesungguhnya unta ini diutus oleh Allah Swt.” Mereka pun membuka jalan.
Unta pun terus berjalan melewati satu daerah ke daerah yang lain, hingga tiba di suatu daerah milik Bani Najjar–ibunda Nabi berasal dari suku ini. Para pria Bani Najjar adalah paman Nabi. Oleh karena itu, mereka pun menghadang unta Nabi dan berkata, “Wahai Rasulullah! Kami adalah kerabat Anda, keberadaan kami siap kami serahkan kepada Anda. Tinggallah di rumah kami.” Nabi berkata, “Tidak, sesungguhnya unta ini diutus oleh Allah Swt, biarkan unta ini berjalan.”
Unta pun tiba di suatu daerah miskin yang ada di Madinah dan unta pun berhenti serta duduk berlutut di depan sebuah rumah.
Penduduk Madinah penasaran dan segera mencari tahu siapa pemilik rumah tersebut. Ternyata, rumah tersebut adalah milik Abu Ayub al-Anshari. Seorang miskin atau salah seorang dari penduduk miskin di Madinah. Abu Ayub dan keluarganya mengangkat barang-barang bawaan Nabi dan membawa masuk ke rumahnya. Nabi pun masuk ke rumah Abu Ayub sebagai seorang tamu, dan menolak permintaan orang-orang kaya, para pembesar, kepala suku dan semisalnya, dalam hal ini Nabi menentukan sikap sosial kemasyarakatannya.
Pribadi mulia ini sama sekali tidak tertarik kepada uang, harta, kebesaran kesukuan, kebesaran kepemimpinan suku fulan, tidak terikat kepada suku dan kaumnya, orang-orang sombong, angkuh dan lain-lain. Sejak saat itu dan sejak pertama, Nabi telah menentukan sikap dalam berhubungan dengan masyarakat.
Kelompok dan golongan manakah yang patut mendapat lebih banyak perhatian? Kelompok manakah yang patut lebih banyak mendapat manfaat dari keberadaan Nabi? Jelas, semua berhak mendapatkan manfaat dari Nabi dan ajarannya, seorang yang paling miskin patut mendapat hak yang lebih besar sebagai suatu tebusan atas kemiskinannya.
Ada tanah kosong di depan rumah Abu Ayub. Nabi berkata, “Tanah ini milik siapa?” Mereka berkata, “Milik dua anak yatim.” Nabi menyerahkan sejumlah uang dan membeli tanah tersebut. Kemudian Nabi berkata, “Kita membangun masjid di atas tanah ini.”
Yakni, sebuah pusat politik, peribadatan, kemasyarakatan dan pemerintahan. Tempat pertemuan masyarakat, yakni diperlukan sebuah tempat sebagai pusat pertemuan. Karena itu, mereka pun mulai membangun masjid.
Nabi tidak meminta tanah untuk pembangunan masjid ini dari seseorang, tetapi membelinya dengan uang pribadi beliau. Meskipun kedua anak yatim tersebut tidak memiliki wali dan pelindung, tetapi Nabi tetap menjaga hak mereka berdua.
Penduduk Madinah mulai membangun masjid, maka Nabi adalah orang pertama yang datang seraya membawa cangkul dan menggali tanah sebagai pondasi masjid, dan bukan sebagai pekerja yang bersifat formalitas saja.
Beliau benar-benar bekerja dan bercucuran keringat. Kerja sedemikian rupa, sehingga ada sebagian dari mereka yang hanya duduk-duduk saja berkata, “Kita hanya duduk-duduk dan Nabi sibuk bekerja, mari kita turut bekerja.” Oleh karena itu, mereka pun turut bekerja dan dalam tempo singkat mereka berhasil membangun sebuah masjid.
Nabi, seorang pemimpin agung dan terhormat, menunjukkan secara langsung bahwa beliau tidak merasa ada sesuatu pengecualian baginya. Jika diputuskan untuk menjalankan suatu pekerjaan, beliau juga turut andil dalam pekerjaan tersebut.
Selanjutnya, beliau merencanakan dan menyusun program pemerintahan Islam. Ketika seseorang memperhatikan dengan seksama dan menyaksikan langkah demi langkah yang dilakukan oleh Nabi dengan penuh perhitungan dan kebijaksanaan, maka ia akan memahami dengan jelas bahwa beliau memiliki suatu semangat dan tekad yang kuat, pemikiran dan perhitungan yang masak, semua itu tidak dapat dilakukan oleh seseorang, melainkan dengan perantaraan wahyu Ilahi.
Pada hari ini, mereka yang hendak mengetahui usaha Nabi selama sepuluh tahun tersebut, namun dengan cara sepotong-sepotong, maka mereka sama sekali tidak akan mengetahuinya. Jika seseorang menganggap suatu peristiwa itu terpisah dari yang lain, dia tidak akan mengetahui sesuatu apa pun. Seorang harus memperhatikan seluruh perkara secara utuh, bagaimanakah seluruh usaha dan pekerjaan ini dilakukan secara cerdas, dengan program yang rapi dan perhitungan yang benar.
Langkah pertama yang dilakukan oleh Nabi adalah menciptakan persatuan. Pada saat itu seluruh penduduk Madinah belum memeluk agama Islam. Penduduk Madinah belum seluruhnya memeluk Islam. Sebagian besar dari mereka telah memeluk Islam dan sebagian kecil dari mereka tetap menjadi nonmuslim.
Selain itu, terdapat tiga suku penting kaum Yahudi yang tinggal di Madinah, yaitu Bani Qainuqa, Bani Nadhir dan Bani Quraidhah. Mereka menempati sebuah perbentengan yang terletak di dekat Madinah. Mereka telah datang ke Madinah pada seratus atau dia ratus tahun sebelum peristiwa hijrah Nabi. Apa alasan kedatangan mereka ke Madinah? Dalam hal ini terdapat kisah yang panjang dan terperinci. (*)
Sumber: Disunting oleh Ufqil Mubin dari Buku Berjudul Manusia 250 Tahun Karya Pemimpin Agung Republik Islam Iran, Sayid Ali Khamene’i.