Pemerintahan Afghanistan di Bawah Taliban Tak Libatkan Perempuan

Jakarta, beritaalternatif.com – Taliban telah mengumumkan pemerintahan baru Afghanistan pada Selasa 7 September 2021 lalu.

Kelompok Taliban menunjuk Mullah Hasan Akhund, seorang teman dekat mendiang pendiri Mullah Omar, sebagai kepala pemerintahan.

Pengumuman itu disampaikan juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid dalam konferensi pers di Kabul.

Menanggapi hal tersebut, Pakar Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Dina Yulianti menilai, hal ini memprihatinkan.

“Terdapat hal yang memprihatinkan dari kabinet sementara yang ditetapkan Taliban. Pertama, tidak ada menteri perempuan; kedua, tidak ada menteri dari kalangan minoritas, dan ketiga, tidak ada keterlibatan tokoh-tokoh dari pemerintahan sebelumnya,” ujar Dina kepada FIXINDONESIA.COM pada Kamis (9/9/2021).

Menurut Dina, hal itu bertentangan dengan janji-janji Taliban setelah mereka menguasai Kabul. Pasalnya, kata Dina, sebelumnya kelompok Taliban itu mengatakan akan membentuk pemerintahan inklusif dan melindungi hak-hak perempuan.

“Hal ini bertentangan dengan janji-janji Taliban setelah mereka menguasai Kabul, antara lain akan membentuk pemerintahan inklusif dan akan melindungi hak-hak perempuan. Taliban menambahkan klausul ‘sesuai syariat Islam’, jadi hak-hak perempuan akan dihormati sesuai syariat Islam,” kata Dina.

“Pertanyaannya tentu saja, syariat Islam versi mana? Secara umum di dunia Islam, perempuan diberi hak untuk berpolitik. Banyak kita temui perempuan muslim yang jadi politisi, menteri, bahkan presiden,” tegas Dina. 

Dia mengatakan, melindungi hak-hak perempuan memang tidak harus ditunjukkan dengan keberadaan menteri perempuan.

Namun, kata dia, dilibatkannya perempuan dalam pemerintahan akan menjadi pembuktian keseriusan Taliban dalam menepati janjinya kepada komunitas internasional.

Track record rezim Taliban selama berkuasa di Afghanistan 1996-2001 menunjukkan pengabaian mereka terhadap hak-hak perempuan,” kata Dina.

Ia mengatakan, pemerintahan Afghanistan yang sebelumnya (2004-2021), meskipun sangat bergantung kepada AS, juga menyebut diri sebagai pemerintahan Islam (Islamic Republic of Afghanistan) dan ada perempuan yang diangkat menjadi menteri.

“Tentu saja, ini masih kabinet sementara dan mungkin saja akan ada perubahan. Namun sejauh ini, semua menteri yang ditetapkan adalah dari kalangan Taliban sendiri. Bahkan ada di antaranya yang anggota jaringan Haqqani,” terangnya.

Dina menambahkan, menurut laporan Tim Monitoring PBB Juni 2021, jaringan Haqqani adalah penghubung antara Taliban dan Al Qaida.

“Padahal dalam Doha Agreement, Taliban sudah menjanjikan akan memutus hubungan dengan kelompok teroris, termasuk Al Qaida. Ini tentu memunculkan pertanyaan besar, seberapa serius Taliban dengan janjinya kepada komunitas internasional,” pungkasnya. (fixindonesia/ln)

Bagikan

TAGS:

BERITA TERKAIT

Jasa Pembuatan Website
BERITA TERBARU