Search
Search
Close this search box.

Pencurian dan Penyakit Panjang Tangan pada Anak-Anak

Ilustrasi. (Parapuan)
Listen to this article

Oleh: Ibrahim Amini*

Sering kali terjadi seorang anak mengulurkan tangannya untuk mengambil sesuatu yang bukan miliknya. Ia berupaya keras untuk mengambil makanan, buah-buahan, atau mainan milik beberapa anak yang lain. Secara diam-diam, ia suka mengambil sesuatu dari saku ayahnya atau dompet ibunya. Atau mengambil manisan dan kue-kue lain dari dapur tanpa sepengetahuan ibunya. Mengambil barang-barang secara diam-diam dari toko yang dikunjunginya bersama keluarga. Mengambil pensil, penghapus, dan sebagainya dari tas saudara-saudara dan teman-teman sekelasnya tanpa memberitahu mereka.

Beberapa anak melakukan hal-hal semacam itu semasa kanak-kanaknya. Bahkan, jarang sekali ada orang yang tak pernah melakukan hal demikian di masa kanak-kanaknya. Beberapa orang tua sangat kecewa melihat anak-anaknya melakukan hal-hal semacam itu dan mulai membayangkan masa depan anaknya yang bakal suram. Mereka merasa bahwa anaknya kemungkinan akan menjadi seorang pencuri atau maling setelah tumbuh dewasa. Dengan rasa sesal semacam itu, mereka terus menyiksa diri sendiri.

Advertisements

Suka Mengambil Barang, Tidak Mesti Jadi Pencuri

Pertama-tama, orang tua seperti itu seyogianya memberi perhatian terhadap kenyataan bahwa mereka tak perlu terlalu cemas dan menyesali penyimpangan kecil pada anak. Mengambil barang-barang kecil yang tidak penting bukanlah pertanda bahwa seorang anak akan menjadi seorang pencuri di masa depan. Mereka seyogianya mengetahui si anak belum mencapai tahap menghargai hak-hak kepemilikan selainnya, atau belum bisa membedakan apa yang merupakan miliknya dan apa yang menjadi milik orang lain. Sang anak memiliki perasaan kuat yang mendorongnya melompat dan meraih apa pun yang menarik perhatiannya.

Seorang anak pada dasarnya tidak nakal, kecuali setelah dibentuk oleh pengaruh dari luar. Semua itu merupakan fenomena-fenomena yang melintas sepanjang kehidupan awalnya. Namun, ketika tumbuh dewasa, dia kemungkinan tak akan melakukan hal-hal semacam itu. Kemungkinan besar, sebagian orang-orang saleh dan bertakwa pernah melakukan pencurian tak sengaja semasa kanak-kanaknya.

Akan tetapi, tujuan menceritakan semua ini bukanlah agar para orang tua sama sekali tidak memberikan reaksi terhadap tindak pencurian yang dilakukan anak-anaknya. Saya hanya bermaksud menghalau kekhawatiran mereka terhadap kemungkinan anak-anak berubah menjadi para pencuri. Ketimbang meratapi kejadian-kejadian semacam itu, lebih baik mereka secara bijak berupaya membenahi anak-anaknya.

Tanganilah dengan Bijak

Seorang anak, khususnya yang berusia dua atau tiga tahun, belum mampu membedakan mana yang menjadi miliknya dan mana yang bukan. Dia akan berusaha mengambil apa pun yang terjangkau tangannya, atau berkeinginan memiliki apa pun yang menarik baginya. Pada tahap ini, meneriaki si anak atau memukulnya tak akan berguna sama sekali.

Namun, sikap terbaik orang tua akan secara praktis menghentikan sang anak melakukan hal tersebut bila itu memang terjadi di hadapan mereka. Bila si anak berupaya merampas barang milik anak yang lain, orang tua harus menanganinya dengan lembut.

Kendati demikian, bila si anak mengambil barang milik anak lain, orang tua harus sesegera mungkin mengembalikan pada pemiliknya. Orang tua yang tak menginginkan anaknya memegang barang-barang tertentu, seyogianya menjaga dan menjauhkannya dari jangkauan si anak.

Ketika mencapai tingkat kecerdasan tertentu, anak-anak akan mulai memahami tentang masalah kepemilikan. Nah, sekarang, mereka tak akan lagi berupaya merenggut barang-barang milik selainnya. Namun demikian, sejumlah anak-anak masih melanjutkan kebiasaannya mencuri, sekalipun telah mencapai pemahaman tentang kepemilikan sesuatu.

Dalam situasi demikian, orang tua seharusnya tidak berdiam diri sewaktu menyaksikannya. Kini mereka tidak boleh merasa puas dengan membayangkan bahwa si anak akan dengan sendirinya menanggalkan kebiasaannya. Sebab, mungkin saja si anak akan berubah menjadi seorang  pencuri, atau setidaknya seorang kleptomania yang mengambil barang-barang milik orang lain hanya karena semata-mata ingin melakukannya, tanpa menyadari apa yang sedang diperbuatnya.

Tidaklah dibenarkan untuk mengabaikan seorang anak mengambil barang milik orang tuanya sekalipun. Namun amat disayangkan, sejumlah orang tua malah berusaha melindungi anaknya secara berlebihan. Ketika seseorang melaporkan bahwa anaknya telah mencuri barang-barang miliknya, mereka secara keliru membela anak-anaknya dan melayangkan tuduhan palsu kepada orang lain.

Orang tua bodoh semacam ini, dengan sikap negatifnya, secara tidak sadar dan terang-terangan mendorong sang anak untuk meneruskan kebiasaannya mencuri. Pada gilirannya, si anak akan belajar mencuri dan menyangkal telah melakukannya.

Karena itu, orang tua seyogianya bersikap waspada tatkala menghadapi situasi semacam itu. Mereka seharusnya berupaya keras menghentikan si anak dari kebiasaan mencuri dan berbohong tentangnya. Bila kebiasaan buruk itu sampai mengakar dalam jiwanya, niscaya akan berisiko besar dan sangat sulit dibenahi.

Imam Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Menanggalkan kebiasaan sangatlah sulit.”

Carilah Penyebab

Pada contoh pertama, orang tua harus berupaya menghilangkan penyebab anak berkeinginan mencuri. Bila si anak membutuhkan pensil, kertas, atau penghapus, orang tua harus segera memenuhinya. Bila mereka menolak memenuhi kebutuhan tersebut, kemungkinan besar si anak akan mencuri barang-barang milik teman sekelasnya. Bahkan barangkali ia akan mencuri uang dari dompet ayahnya.

Bila si anak menginginkan sebuah bola untuk bermain dan kedua orang tuanya menolak membelikannya, ia barangkali akan merebut bola temannya secara paksa. Atau bahkan, akan mencuri bola dari warung tetangganya. Kedua orang tua harus berhati-hati dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak sampai tingkat yang memungkinkan. Bila tak punya kemampuan untuk membeli beberapa barang yang diinginkan si anak, orang tua harus memberitahu dan menjadikan si anak memahami akibat-akibat yang ditimbulkannya.

Sebagai contoh, orang tua dapat mengatakan kepadanya bahwa mereka tak punya banyak uang untuk segera membelikannya pensil warna yang benar-benar dibutuhkannya. Kemudian meminta si anak meminjam dulu pensil warna kepada temannya untuk mengerjakan tugasnya dengan segera, seraya berjanji akan membelikannya dalam waktu dekat. Sikap keras terhadap anak cenderung akan mendorongnya mencuri. Bila orang tua menyembunyikan makanan di dapur yang sengaja dikunci, si anak akan berusaha mencari kuncinya dan mengambil gula-gula untuk dimakan. Hal ini sangat mungkin terjadi bila orang tua ingin memakan sendiri makanan yang ada dan menjauhkannya dari si anak.

Tatkala orang tua menyembunyikan uang mereka, si anak kemungkinan akan cenderung untuk mencarinya. Lebih baik orang tua tidak berusaha menyembunyikan uangnya dari anak-anak. Si anak seyogianya diberi kepercayaan dan tidak ditumbuhkan perasaan dalam dirinya bahwa segala sesuatu disembunyikan darinya.

Orang tua harus mengajarkan pada si anak bahwa hidup dijalani dengan sejumlah disiplin. Terdapat waktu-waktu untuk makan dan anak-anak tidak mesti terus-menerus mengunyah makanan. Uang digunakan untuk membeli hal-hal yang diperlukan dan bukan untuk dihambur-hamburkan semaunya.

Film-film bertema kejahatan, pencurian, dan perampokan jangan diperlihatkan kepada anak-anak. Buku-buku cerita dan program-program radio dengan tema yang sama juga harus dihindari. Banyak contoh di mana generasi muda yang terperosok dalam tindakan kejahatan mengakui bahwa mereka mendapat inspirasi dari tayangan-tayangan film untuk berbuat seperti itu.

Hargai Privasi Orang

Hal paling penting adalah bahwa orang tua dan anggota keluarga lainnya berusaha agar lingkungan rumahnya dipenuhi kejujuran dan ketulusan yang satu sama lain saling menghargai hak-hak kepemilikan. Tak seorang pun dibolehkan mengambil uang dari dompet kedua orang tua dan segala sesuatu tidak boleh diambil begitu saja tanpa sepengetahuan pemiliknya.

Bahkan, suami tidak boleh menggeledah lemari pakaian istrinya tanpa sepengetahuan sang istri. Orang tua juga harus menghargai hak kepemilikan anak-anaknya serta tidak boleh begitu saja mengambil barang-barang milik mereka tanpa seizinnya.

Orang tua tidak boleh langsung memaki sang anak atas kesalahan kecil yang dilakukannya. Mereka tidak boleh berteriak sewaktu memanggil namanya seraya memperlakukannya seperti penipu dan pencuri. Atau mengancam akan menjebloskan si anak ke penjara akibat perbuatan mencurinya.

Dengan cercaan semacam itu, orang tua tak dapat membenahi si anak. Sebaliknya mungkin ia akan menjadi keras kepala dan melanjutkan kebiasaannya mencuri. Atau, barangkali dengan suasana hati yang penuh dendam, ia akan nekat melakukan pencurian yang lebih besar.

Metode terbaik untuk menyelamatkan situasi bagi para orang tua adalah dengan memperlakukan si anak dengan penuh bijaksana, cinta, dan kelembutan. Orang tua juga harus menjelaskan pelbagai akibat buruk dari tindakan mencuri. Seraya mendorong si anak untuk mengembalikan barang-barang curian kepada pemiliknya seraya berjanji tak akan pernah mengulanginya lagi.

Namun, bila upaya-upaya untuk membenahi si anak tersebut tak juga membuahkan hasil, maka satu-satunya cara yang harus diambil adalah berbicara kepadanya dengan sikap tegas dan blak-blakan. Akhirnya, bila terbukti si anak benar-benar tak dapat dibenahi lagi, maka orang tua dengan berat hati dapat menempuh cara lain, yakni dengan menjatuhkan hukuman fisik. (*Tokoh Pendidikan Islam)

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA