BERITAALTERNATIF.COM – Pengamat hukum Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) Mansyur menanggapi kasus yang menjerat Anggota DPRD Kukar dari Partai Kebangkitan Bangsa, Khoirul Mashuri.
Mashuri yang terlibat dalam kasus pemalsuan dokumen sertifikat tanah baru-baru ini ditolak kasasinya oleh Mahkamah Agung (MA).
Mansyur menyebutkan, meskipun Mashuri mengajukan peninjauan kembali, hal itu tidak akan menghalangi eksekusi terhadap putusan MA.
Merujuk pada undang-undang yang berlaku, kata dia, Mashuri yang kini sudah ditahan di Lapas Tenggarong mestinya sudah diberhentikan dari DPRD Kukar.
Ia menjelaskan, sejak Mashuri dijadikan terdakwa oleh Pengadilan Negeri Tenggarong, sejatinya mantan Kepala Desa Giri Agung tersebut sudah bisa dinonaktifkan dari jabatannya sebagai anggota dewan.
“Tapi sekarang kalau sudah dinyatakan inkrah putusan MA itu, maka dia harus segera diberhentikan dari jabatannya sebagai Anggota DPRD Kukar,” jelas Mansyur, Jumat (7/7/2023).
Ia menegaskan, berdasarkan undang-undang yang berlaku, terdakwa yang memiliki jabatan serta diancam hukuman di atas lima tahun wajib untuk dinonaktifkan.
Ancaman itu, lanjut dia, bukan merupakan putusan, namun sesuatu yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan.
Untuk memberhentikan anggota dewan tidak dilihat dari hukuman yang dijatuhkan pengadilan, tetapi merujuk pada pasal yang dilanggar terdakwa.
“Kalau di bawah lima tahun tidak harus ada pemberhentian sementara atau tetap, tapi kalau lima tahun ke atas itu wajib diberhentikan sejak dinyatakan sebagai terdakwa,” jelasnya.
Mansyur menyebutkan, DPRD Kukar sudah seharusnya mengeksekusi putusan MA. Bila tidak, ia khawatir Mashuri masih menerima hak-haknya sebagai anggota dewan meski sudah ditahan.
“Ini sama halnya kita memberikan gaji kepada orang yang tidak bekerja. Kan gaji buta jadinya. Untuk menjaga itu, ketika putusan itu inkrah, maka DPRD mestinya mengeksekusinya. Tidak harus menunggu Mashuri ditahan dulu,” imbuhnya.
Mashuri pernah masuk dalam daftar orang yang dicari oleh Kejari Kukar. Mansyur pun mengatakan DPRD Kukar bisa disebut telah melakukan perbuatan melawan hukum jika saat itu tidak memberhentikan Mashuri.
“Artinya, dia selama ini digaji meski sudah DPO oleh Kejari. Kan enggak mungkin dia ke kantor dewan untuk kerja. Namanya juga DPO. Artinya, perlu diselidiki di DPRD apakah dia masih mendapatkan haknya sebagai anggota dewan atau tidak,” ujarnya.
Dosen Fakultas Hukum Unikarta itu mendorong DPRD Kukar tak membiarkan kasus tersebut berlarut. Pasalnya, tidak ada lagi alasan bagi DPRD Kukar untuk mempertahankan Mashuri dari jabatannya.
Di sisi lain, Mansyur juga khawatir jika kasus ini terus dibiarkan maka akan muncul mosi tidak percaya dari masyarakat terhadap lembaga DPRD Kukar.
“DPRD tidak boleh membiarkan ini. Kan melanggar peraturan undang-undang yang berlaku. Terlebih lagi Mashuri masih mendapat haknya sebagai anggota dewan. Karena selama dia di tahanan dipastikan tidak akan bekerja,” tegasnya.
Mansyur juga mendorong aparat negara menyelidiki aliran dana yang diterima oleh Mashuri selama berstatus sebagai daftar pencarian orang.
Pasalnya, dia meyakini dalam undang-undang disebutkan bahwa setiap anggota dewan yang masih aktif menjabat wajib menerima haknya sebagai anggota dewan.
“Karena merujuk pada undang-undang, selama dia masih aktif artinya gaji masih dia terima sebagai haknya. Di sisi ini bukan kesalahan Mashuri, namun kita mendorong DPRD untuk taat pada hukum yang berlaku, termasuk proses pemberhentian Mashuri yang sudah ditangkap,” pungkasnya. (rh/fb)