BERITAALTERNATIF.COM – Penggantian Puji Hartadi beserta pengurusnya dari kursi Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dinilai cacat hukum.
Pengacara Puji Hartadi, Agus Shali menjelaskan, setiap pengambilan kebijakan partai politik diatur oleh Undang-Undang Partai Politik, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), serta peraturan-peraturan partai.
Ditinjau dari sejumlah aturan tersebut, Agus menegaskan, penggantian kepengurusan DPC PKB Kukar tidak dijalankan sesuai mekanisme yang berlaku.
“Sehingga hal ini pasti memunculkan persoalan hukum,” tegas Agus kepada beritaalternatif.com pada Senin (1/8/2022) siang.
Penyelesaian sengketa partai politik, sambung dia, dapat dilakukan dalam dua mekanisme, salah satunya mahkamah partai atau di internal PKB disebut Majelis Tahkim.
Kata dia, pengajuan gugatan terkait kebijakan partai lewat Majelis Tahkim pun telah dilayangkan Puji. “Maka dalam hal ini Mas Puji telah mengajukan gugatan keberatan atas SK DPP Partai Kebangkitan Bangsa Nomor 11493/DPP-VI/2022 tertanggal 20 Juli 2022,” jelasnya.
Ia menegaskan, setelah gugatan tersebut dilayangkan Puji, maka obyek dalam persoalan ini mesti berstatus quo. Agus pun telah melayangkan surat kepada pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan kepartaian.
Surat tersebut disampaikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Gubernur Kaltim, Bupati Kukar, DPRD Kukar, KPU Kaltim, Bawaslu Kaltim, KPU Kukar, Bawaslu Kukar, sertai beberapa instansi lainnya.
Surat itu berisi pemberitahuan bahwa penggantian ketua serta pengurus DPC PKB Kukar oleh DPW PKB Kaltim dan DPP PKB sarat dengan perbuatan melawan hukum yang bersifat administratif.
“Jadi, terkait itu tidak boleh langsung menyatakan bahwa produk PKB itu benar dan berlaku, karena kita masih menunggu sidang dari Majelis Tahkim Partai Kebangkitan Bangsa,” sebutnya.
“Kalau nanti sudah ada putusan, apakah permohonan keberatan itu dikabulkan atau ditolak, nanti baru ada upaya hukum di pengadilan umum,” lanjutnya.
Selama proses hukum berjalan serta belum berkekuatan hukum tetap, sambung Agus, maka pihak-pihak terkait tidak boleh merespons dan menindaklanjuti SK penggantian kepengurusan DPC PKB Kukar.
“Kalau itu tetap dilakukan, maka pihak tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum yang berpotensi kita lakukan upaya hukum,” tegasnya.
Dia menyebutkan, penggantian Puji beserta pengurusnya juga tidak sesuai prosedur yang diatur dalam AD/ART PKB.
Di antara mekanisme yang dilanggar tersebut meliputi penggantian Puji dan pengurusnya tidak dilakukan lewati Musyawarah Cabang (Muscab) PKB Kukar, serta tidak disertai penjaringan calon.
Apabila dasar penggantian Puji beserta pengurusnya karena mereka dinilai tidak loyal terhadap kepemimpinan partai, maka dasar tersebut patut dipertanyakan.
“Loyal yang dimaksud ini loyak seperti apa? Rangkaian peristiwa ini sebenarnya adalah skenario yang tidak benar dalam rangka proses penggantian unsur pimpinan DPRD Kukar. Penerbitan SK ini pun sudah kita prediksi jauh hari,” sebutnya.
Kata dia, penggantian ketua dan pengurus DPC PKB Kukar merupakan skenario lanjutan dari penggantian unsur pimpinan DPRD Kukar yang gagal dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin mengganti Puji dari tampuk kepemimpinan DPC PKB Kukar.
“Nanti setelah kepengurusan berganti, mereka akan melakukan rapat pleno untuk mengusulkan penggantian ketua dan pengurus DPC PKB Kukar,” katanya.
“Makanya, jujur saja kita sangat siap dengan semua upaya yang dilakukan Partai Kebangkitan Bangsa, mulai dari DPW sampai ke DPP,” sambungnya.
Pihaknya melayangkan sengketa terhadap SK terbaru DPP PKB. Karena itu, tegas Agus, SK tersebut saat ini mestinya berstatus quo.
“Sementara SK itu masih kita status-quokan karena ada upaya hukum, maka SK yang ada ini masih tetap berlaku sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan sebaliknya. Artinya, bukan dua SK itu yang berstatus quo,” urainya.
Atas dasar ini, lanjut dia, undangan yang dilayangkan KPU Kukar terhadap dua pimpinan dan pengurus DPC PKB Kukar merupakan pengakuan secara de facto dan de jure atas dua SK tersebut. “Itu enggak boleh. Jadi, harus salah satu,” tegasnya.
Karena SK terbaru masih disengketakan, maka SK lamalah yang berlaku serta harus diakui keabsahannya. Agus menjelaskan, SK lama tidak berlaku lagi apabila terdapat keputusan yang berkekuatan hukum tetap dari mahkamah partai atau pengadilan yang mengakui keabsahan SK baru.
“Setelah itu, barulah legitimasinya itu akan diakui oleh lembaga-lembaga terkait,” pungkasnya. (*)