Kukar, beritaalternatif.com – Beberapa tahun terakhir produksi dan penjualan TeaWai berkembang pesat. Hal ini ditandai dengan grafik produksi dan penjualannya yang terus meningkat sejak diproduksi pada tahun 2017.
Owner TeaWai, Khalif Sardi mengungkapkan, dalam produksi perdana empat lima tahun lalu, pihaknya hanya memproduksi TeaWai sebanyak 37 kotak.
Meski dua tahun terakhir Indonesia dilanda pandemi Covid-19, produksi teh yang berbahan dasar bawang dayak ini tetap meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2021, peningkatan produksinya mencapai 20 persen.
Meski diproduksi di Kaltim, kata Khalif, penjualan terbanyak TeaWai justru terjadi di Sulawesi. Pasalnya, di pulau itu terdapat agen besar yang menampung produk tersebut. Penjualan di Sulawesi mencapai 30 persen dari total produksi.
Pangsa pasar berikutnya yakni Kaltim dan pulau-pulau lain di Indonesia, yang masing-masing persentasenya di bawah 30 persen.
Khalif mengatakan, penjualan yang besar di Sulawesi membuatnya mengambil keputusan untuk mengintensifkan iklan di wilayah tersebut. “Kita ngelempar iklan bersponsor itu justru ke Sulawesi,” jelasnya kepada beritaalternatif.com baru-baru ini.
Selain Papua, Harga Eceran Tertinggi (HET) TeaWai di seluruh wilayah Indonesia adalah Rp 25 ribu per kotak. Harga produk tersebut lebih mahal di Papua karena biaya distribusinya relatif tinggi dibandingkan daerah-daerah lain.
“Jadi, kita ngambil konsepnya rokok itu satu harga. Mau di Jakarta atau Tenggarong sekalipun, harganya sama,” jelasnya.
Berkembang Pesat
Produksi TeaWai awalnya dikerjakan secara mandiri oleh Khalif dan istrinya. Namun, saat ini pekerjanya telah mencapai 21 orang, yang terdiri dari empat orang ibu-ibu dan 17 orang petani.
Dia mengatakan, saat ini proses rekrutmen pekerja disesuaikan dengan standar yang ditentukan oleh manajemen TeaWai.
Ia menyebutkan bahwa para pekerja memang relatif banyak di Kaltim, namun pihaknya kesulitan mendapatkan mereka yang mempunyai “rasa memiliki terhadap TeaWai”.
“Kalau pekerja yang mempunyai mindset pekerja, iya yang sekarang sudah bekerja dengan kita. Itu sudah aman,” jelasnya.
Proses produksi teh tersebut, jelas Khalif, sebagian besar menggunakan tenaga manusia. Pembagiannya, 30 persen mesin dan 70 persen manusia.
“Kalau dulu masih pakai tangan. Aku ingat banget tuh ngerajang sampai kayak mati rasa tangan. Alhamdulillah sekarang sudah pakai mesin,” terangnya.
Peningkatan jumlah pekerja dipengaruhi kuantitas produksi yang terus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga omsetnya pun terus meningkat.
“Kalau dulu omsetnya di kisaran satu digit. Sekarang bisa sampai tiga digit,” ungkapnya.
Khalif berencana terus mengembangkan produk berbahan dasar bawang dayak tersebut. Pengembangannya akan disesuaikan dengan permintaan konsumen.
“Mungkin nilai-nilainya yang ingin kita penuhi. Values produknya tidak menghilang dan kebutuhan konsumen juga terpenuhi,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, TeaWai memiliki potensi pasar yang sangat besar di Tanah Air. Produk-produk dari luar negeri pun masuk ke Indonesia. Karena itu, Khalif akan memaksimalkan potensi pasar dalam negeri untuk meningkatkan penjualan teh tersebut.
“Jadi, TeaWai itu kayak ngerasa beruntung banget. Sudah berada di Indonesia, produk asli Indonesia, dan konsumennya juga tinggi,” terangnya.
Dukungan dari Pemerintah
Khalif mengaku mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah dalam mengembangkan produksi dan penjualan TeaWai. Dukungan dari pemerintah dapat berupa pameran produk dan pelatihan.
Sementara dari segi permodalan, dia mengaku belum pernah mendapatkannya dari pemerintah daerah. Selama ini, Khalif pun tidak pernah mengajukan bantuan modal dari pemerintah daerah.
“Meskipun kita ngajukan sekalipun, itu pasti akan kurang juga. Karena saya tau kebutuhan untuk buat pabrik besar itu butuhnya sekian. Itu enggak bakalan bisa disanggupin oleh pemerintah,” ucapnya.
Hingga kini pihaknya telah mendapatkan berbagai penghargaan dari pemerintah. Selama tiga tahun berturut-turut, produk tersebut selalu mendapatkan penghargaan dari pemerintah daerah.
Tahun lalu, TeaWai menerima penghargaan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kaltim. Penghargaan tersebut didapatkannya karena TeaWai menerapkan produksi yang baik dan berkelanjutan.
“Justru penghargaan ini didapatkan bukan dari tempat TeaWai ini berada. Padahal kita pengen ada respons dari lingkungan Teh Teawai ini berada, tapi enggak apa-apa,” ucapnya. (*)
Penulis: M. As’ari
Editor: Ufqil Mubin