BERITAALTERNATIF.COM – Baru-baru ini, sejumlah advokat di Kukar mendatangi Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kukar untuk melayangkan surat keberatan mereka terhadap pencalonan Edi Damansyah di Pilkada Kukar tahun 2024.
Praktisi hukum sekaligus Ketua BSAN Kaltim Aji Dendy menyampaikan alasan di balik pengajuan surat keberatan tersebut.
Hal itu berangkat dari keprihatinan sejumlah praktisi hukum atas upaya membabi buta para pihak yang ingin Edi kembali maju sebagai calon bupati Kukar meski menabrak aturan.
Dia menyebut keberatan tersebut didasari atas amar putusan MK Nomor 2/PUU-XXI/2023 yang dengan tegas menutup peluang Edi mencalonkan diri kembali sebagai bupati di Pilkada Kukar.
Selain itu, hal ini ditujukan untuk menyetop rangkaian niat buruk sejumlah pihak untuk bermufakat dalam melanggar konstitusi negara.
“Bupati Edi menginginkan penghitungan masa menjabat adalah sejak ditetapkan sebagai bupati definitif, sedangkan menjabat selaku plt tidak termasuk penghitungan masa jabatan,” ucapnya pada Senin (2/9/2024).
Ia menegaskan, pengajuan surat keberatan ke instansi penyelenggara pemilu tersebut semata-mata untuk mengingatkan KPU dan Bawaslu Kukar agar tetap menaati putusan MK yang bersifat final dan mengikat.
Pasalnya, Dendy menegaskan, MK merupakan lembaga yang diamanahkan oleh undang-undang sebagai institusi yang berwenang memutus sangketa pemilu maupun Pilkada.
Oleh karena itu, demi menegakkan supremasi hukum, putusan tersebut wajib dijadikan pedoman oleh pihak penyelenggara pemilu serta “haram” diganggu-gugat oleh pihak mana pun, termasuk simpatisan dan pendukung Edi.
“Kami memohon KPUD Kukar untuk menyatakan Drs. Edi Damansyah tidak memenuhi syarat sebagai calon bupati Kutai Kartanegara pada Pilkada 2024,” ucapnya.
Dia meyakini pria kelahiran 2 Maret 1965 tersebut berturut-turut telah menjabat sebagai bupati Kukar selama dua periode.
Sebab, putusan MK telah menetapkan penggunaan frasa “menjabat” yang digugat pihak Edi dalam undang-undang tersebut tidak memisahkan antara penjabat sementara maupun pejabat definitif dalam hal masa jabatan.
Artinya, masa bakti Edi sebagai pelaksana tugas bupati yang dijalaninya selama 10 bulan 3 hari perlu digabung saat ia dilantik sebagai bupati definitif selama 2 tahun 9 hari.
“Total lamanya menjabat telah 34 bulan 12 hari sehingga telah diperhitungkan satu periode menjabat,” ucapnya.
Selain itu, kata Dendy, putusan MK mengandung prinsip erga omnes yang bermakna putusan itu mengikat serta berlaku umum bagi seluruh warga Indonesia yang berniat untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah di wilayah mana pun.
Atas dasar itu, tegas dia, apabila Edi diloloskan oleh penyelenggara pemilu, maka perbuatan tersebut memenuhi unsur sebagai bentuk penghinaan terhadap kehormatan lembaga peradilan (contempt of court).
“Maka tentunya pihak pemohon (Edi) dalam hal ini tidak lagi dapat memenuhi syarat sebagai calon bupati Kukar periode berikutnya kerena masa pertama sudah terhitung satu periode (2 tahun 10 bulan) dan masa kedua juga telah memenuhi satu periode,” pungkasnya. (*)
Penulis: Ulwan Murtadho
Editor: Ufqil Mubin