BERITAALTERNATIF.COM – Stefanus Batas adalah Plt. Kepala SMK Negeri 1 Tenggarong. Ia lahir di Manggarai yang berada di pulau Flores Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tanggal 30 September 1668.
Dia merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Sejak umur 3 bulan, ibunya telah meninggal dunia. Sedangkan sang ayah, meninggal saat Stefanus merantau di Kaltim. Sedari kecil, ia bersama sang ayah tinggal di rumah saudaranya. Masal kecilnya, dihabiskan dengan bersekolah serta bekerja membantu sang kakak.
Stefanus menikahi gadis dari suku Kutai dengan dikarunia tiga orang anak. Anak pertama berprofesi sebagai perawat. Anak kedua berprofesi sebagai guru SMK. Sedangkan anak ketiga, masih duduk di kelas 12 SMK.
Pendidikan dan Karier
Stefanus lulus pendidikan dasar di SDK Pasa tahun 1983. Ia melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1, lulus tahun 1986. Setelah lulus, dia mendaftarkan diri ke SMA Karya. Pada tahun 1989, Stefanus sukses menyelesaikan pendidikan SMA.
Di tahun kelulusannya itu, ia langsung memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tinggi ke tanah rantau. Dia mendaftar sebagai mahasiswa di IKIP PGRI Kaltim, Jurusan Tata Niaga.
“Saya punya pemikiran kenapa saya mau merantau, tentu tujuan saya adalah mau merubah nasib,” ucapnya.
Selain mendapatkan pengetahuan di bangku kuliah, Stefanus ingin mencari banyak teman. Ia ingin mengetahui serta memahami budaya, suku, serta karakter masyarakat di luar NTT. Dia dapat berbaur dengan baik dari ragam perbedaan di lingkungannya. Karena, Stefanus memiliki prinsip untuk memberikan hal-hal yang terbaik kepada semua orang.
“Itu tentu yang menjadi spirit kita, motivasi kita, sehingga kita tidak merasa sendiri. Kita tidak merasa sendiri dan keluarga kita itu adalah orang yang terdekat dengan kita. termasuk keluarga kita itu adalah tetangga kita,” ujar dia.
Ia melakukan perjalanan ke Kaltim menggunakan kapal. Pada perjalanan awal mengubah hidupnya itu, ia hanya membawa uang Rp 600 ribu.
“Bahkan karena saya enggak punya biaya, bapak saya meninggal pun saya enggak bisa pulang karena tidak ada biaya,” ungkap Stefanus.
Supaya dapat bertahan di perantauan, dia berkuliah sambil bekerja untuk membiayai pendidikan serta memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Setelah lulus dari IKIP PGRI Kaltim, Stefanus bekerja di salah satu perusahaan kayu sebagai Kepala HRD. Di perusahaan tersebut, ia hanya bertahan selama 2 tahun. Dia pun pindah bekerja di salah satu perusahaan tambang di Kukar. Stefanus menghabiskan 16 tahun di perusahaan tersebut dengan jabatan terakhir sebagai Supervisor HRD.
Saat bekerja di perusahaan tambang, dia mendapatkan informasi melalui siaran radio bahwa ada pengumuman penerimaan guru bantu untuk penempatan di Kukar.
Dengan latar belakang sarjana pendidikan, ia pun mendaftarkan diri menjadi guru bantu dengan gaji Rp 460 ribu perbulan. Stefanus pun diterima menjadi guru bantu melalui SK dari Dinas Pendidikan di tingkat kabupaten.
Pada saat penempatan mengajar, dia meminta untuk tidak ditempatkan di sekolah yang jauh.
“Pak Iman, anak saya ini dua. Terus ini gaji Rp 460 ribu. Mohon kalau bisa saya jangan ditempatkan di daerah yang jauh. Kalau bisa di Tenggarong saja. ‘Oh iya pak, bisa. Kalau begitu bapak minta rekomendasi dari Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Tenggarong’. Dikeluarkanlah rekomendasi itu dari sini (SMK Negeri 1 Tenggarong) menerangkan bahwa di sini masih membutuhkan guru,” bebernya.
Ia pun mendapatkan SK mengajar di SMK Negeri 1 Tenggarong sesuai dengan rekomedasi yang dikeluarkan oleh kepala sekolah pada tahun 2003.
Meskipun telah diterima sebagai guru, Stefanus tidak langsung berhenti di perusahaan tambang karena pertimbangan gaji sebagai pengajar kala itu dinilainya masih kecil.
Oleh karena itu, ia harus membagi waktu agar kedua pekerjaan tersebut dapat berjalan dengan baik walaupun harus bolak balik 3-4 kali dalam sehari.
“Kalau saya ada jam, saya datang. Dan kebanyakan saya ambil yang shift siang. Karena, SMK 1 pada saat itu ada dua shift, 2 sesi sekolahnya. Ada mulai jam 07.00 sampai jam 13.00. Mulai jam 13.00 sampai jam 17.00 atau 17.30,” kata dia.
Stefanus pernah diminta oleh Kepala Sekolah saat itu Sunarno agar dapat secara maksimal mengajar di SMK Negeri 1 Tenggarong.
Akan tetapi, dia masih belum berani melepas pekerjaan di perusahaan karena pertimbangan yang sama.
Meskipun setelah 3 bulan mengajar gaji guru naik menjadi Rp 710 ribu, angka tersebut pun masih belum cukup untuk membuatnya berhenti bekerja di perusahaan tambang.
Setelah 4 tahun menjadi guru bantu, Stefanus pun diangkat menjadi PNS pada tahun 2007. Dari 80 lebih guru bantu, hanya 3 orang yang diangkat menjadi PNS. Dia pun baru berani berhenti bekerja di perusahaan tambang pada tahun 2009.
Di tahun keempat sebagai guru PNS, ia diberi amanah untuk mengisi jabatan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan (Waka Kesiswaan) dari 3 calon yang direkomendasikan mengisi posisi tersebut. Stefanus menjadi Waka Kesiswaan selama 10 tahun.
Kini, dia dipercaya untuk menjadi Plt. Kepala SMK Negeri 1 Tenggarong. (*)
Penulis & Editor: M. As’ari