Search
Search
Close this search box.

Pernyataan Rocky Gerung terkait Presiden Jokowi: Kritik atau Penghinaan?

Cendekiawan Muslim Indonesia, Dr. Muhsin Labib. (Istimewa)
Listen to this article

BERITAALTERNATIF.COM – Pernyataan Rocky Gerung terkait Presiden Joko Widodo mengundang pro dan kontra dari publik Indonesia.

Salah satunya datang dari cendekiawan muslim Indonesia, Dr. Muhsin Labib, yang kami kutip secara lengkap dari kanal YouTube resminya pada Kamis (10/8/2023).

Pernyataan Rocky Gerung dianggap oleh publik menghina Presiden. Rocky Gerung dan pendukungnya menganggap itu sebuah kritikan. Apa tanggapan Anda?

Advertisements

Sebetulnya memang orang yang Anda sebut tadi kontroversial. Dia sendiri sering membuat pernyataan-pernyataan yang mengundang pro dan kontra sehingga menimbulkan kehebohan.

Antara kritik dan menghina itu sangat tipis perbedaannya, sehingga pendukungnya menganggap itu sebagai sebuah kritik atau bagian dari demokrasi; bagian dari kebebasan berpendapat; berekspresi. Sementara publik yang tentu keberatan dengan pernyataan itu menganggapnya sebagai penghinaan.

Kalau kita mau jernih dalam melihat persoalan tanpa melibatkan keberpihakan politik kita, tanpa melihat siapa yang dikritik, siapa yang mengkritik, siapa yang dihina, siapa yang menghina. Begini, tentu ini subyektif dalam pernyataan tokoh kontroversial (Rocky) ini. Itu dapat kita pilah-pilah mana yang dianggap sebagai kritik dan mana pula yang dianggap sebagai penghinaan.

Nah, untuk itu kita perlu mengidentifikasi, melihat apa kriteria-kriteria mengkritik dan apa kriteria-kriteria menghina, agar tidak bias, tidak campur-aduk, dan akhirnya kita memberikan pernyataan-pernyataan yang membuat suasana justru membuat persoalan menjadi kabur dan rumit.

Kritik itu sebenarnya memang benar bagian dari demokrasi. Di dalam negara demokrasi seperti di negara kita ini (Indonesia), lembaga DPR atau lembaga legislatif itu salah satu tugasnya adalah check and balance, memberikan kritik, saran, masukan, dan bahkan mengamandemen undang-undang dengan alasan yang logis, dengan tujuan memihak kepentingan rakyat.

Karena itu, kritik diperbolehkan, bahkan itu menjadi salah satu indikasi demokrasi yang sehat. Dengan adanya kritik, baik dilontarkan oleh para legislatif yang terpilih untuk mewakili rakyat maupun siapa saja, setiap rakyat memiliki hak menyampaikan kritik.

Salah satu tanda atau kriteria bahwa itu adalah kritik adalah: Pertama, kritik ditunjukkan kepada tindakan, bukan kepada personal. Jadi, apa yang dilakukan oleh seseorang, itulah yang dikritik; bukan pribadinya; bukan juga fisiknya, dan bukan juga hal-hal yang tidak berkaitan dengan apa yang dikritik.

Misalnya, ketika mengkritik seorang atasan, saya sebagai bawahan dan seseorang sebagai atasan, apa yang saya kritik? Bukan cara dia berpakaian; bukan keyakinannya; bukan gaya hidupnya yang tidak terkait dengan tindakannya yang berhubungan dengan posisinya sebagai atasan; kebijakannya.

Tindakannya dalam perusahaan itu boleh saya kritik. Karena itulah makna kritik. Jadi, pada tindakan, bukan kepada person obyek yang dikritik.

Kalau kritik itu dilontarkan kepada person langsung, kepada cara berkeyakinan, cara berpakaiannya, dan seterusnya, itu bukan kritik. Itu justru tindakan yang melanggar hak asasi manusia.

Kedua, kritik harus memakai bahasa yang mencerminkan upaya untuk memperbaiki, mencerminkan niat baik untuk evaluasi, dan karena itu kalimat yang dilontarkan pun harus mencerminkan niat baik. Ketika yang dilontarkan adalah kalimat yang tidak mencerminkan niat baik, maka itu tidak bisa dianggap sebagai kritik.

Ketiga, kritik itu dilontarkan oleh pihak yang mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan pihak yang dikritik. Artinya, ada sebuah kontrak.

Saya sebagai rakyat boleh mengkritik pejabat, tapi apanya yang dikritik dari pejabat? Tindakannya yang bertentangan sebagai pejabat negara dari presiden sampai ketua RT boleh saya kritik.

Keempat, kritik juga harus berdasarkan pada fakta-fakta yang bisa ditunjukkan; bukan asal kritik; tetapi tidak punya data-data yang mendukung untuk itu.

Kelima, lebih baik apabila disertai dengan solusi. Sebab, kalau kita asal kritik, mungkin mudah, tapi memberi solusi belum tentu. Boleh jadi itu sesuatu yang baik, tetapi dalam implementasi boleh jadi apa yang disampaikan ke dalam bentuk kritik itu adalah sesuatu yang baik, tapi dalam faktanya sulit untuk dilaksanakan.

Itu juga bukan kritik yang bisa diterima, dan salah satu syarat yang juga harus diperhatikan ketika memberikan suatu kritik, jangan kemudian kita memaksakan agar diterima dan dilaksanakan, karena setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda. Jadi, kritik itu pastilah tidak memaksa.

Sedangkan menghina, mudah untuk dipahami: Pertama, biasanya ditunjukkan pada personal. Kedua, biasanya menggunakan kalimat-kalimat kasar. Ketiga, biasanya tidak berdasarkan fakta, tapi menciptakan sebuah opini yang asal keluar. Tujuannya bukan untuk memperbaiki, tapi bertujuan untuk mendelegitimasi pihak yang menjadi obyek pernyataannya.

Ada beberapa kata yang sulit untuk dipahami sebagai kritik. Jadi, kalau orang yang Anda sampaikan tadi melontarkan yang sekarang heboh itu, berdalih bahwa dia melakukan kritik, menurut saya memang ada yang berhubungan dengan kebijakan. Meskipun setiap orang punya sudut pandang yang berbeda.

Misalnya, sebaiknya tidak usah membangun koalisi-koalisi karena Presiden posisinya sebagai pemimpin bagi semua rakyat yang tidak patut masuk dalam politik yang memihak. Mungkin itu salah satu kritik yang paling relevan untuk dibahas.

Sedangkan kritik-kritik lainnya masih patut untuk dipertanyakan validitasnya. Ada beberapa pernyataan yang sulit dipahami sebagai sebuah kritik. Entah itu dengan dalih apa pun. Mau itu dengan demokrasi, hak asasi manusia, kebebasan berekspresi, entah dengan sebuah alasan perlu adanya revisi Undang-Undang ITE, dan lain sebagainya.

Di mana pun, kata “bajingan tolol” itu tidak akan pernah dipahami oleh siapa pun yang berakal sehat sebagai sebuah kritik. Itu bermakna penghinaan, terlepas apakah yang dihina itu merasa terhina ataukah tidak.

Saya yakin pernyataan itu dilontarkan oleh orang yang tidak berpengaruh dalam kebijakan pemerintah dan orang yang berhati besar, berjiwa lebar, berakal sehat akan mengabaikannya. Justru dengan menanggapinya, apalagi melaporkannya, itu akan membesarkan pihak yang melontarkan pernyataan-pernyataan yang negatif.

Memang sebagian orang merasa keberatan terhadap itu dan melakukan pelaporan, tapi sesuai dengan aturan, prosedur hukum yang ada, (harus) berdasarkan laporan pihak yang dirugikan atau pihak yang merasa dihina.

Patutkah kritik disampaikan dengan kalimat-kalimat kasar?

Kritik itu berangkat dari kehendak untuk memperbaiki. Mestinya tidak dilontarkan dengan kalimat kasar. Kalimat kasar justru membuat orang yang dikritik enggan untuk melaksanakan apa yang disampaikan.

Kadang kritiknya baik, tapi ketika dibarengi dengan kalimat-kalimat kasar, selain itu tidak efektif, juga bisa menimbulkan konflik, dan faktanya apa yang dilontarkan oleh orang yang Anda sebut tadi, pengkritik yang memang kontroversial itu (Rocky Gerung), orang tidak lagi mengapresiasi apa yang dia sampaikan, tapi orang justru lebih fokus pada kalimat pilihannya, diksi kasar yang digunakannya.

Kita bisa lihat kalimat kasar tidak mencerminkan niat yang baik. Itu lebih umum tujuannya untuk pansos, bertujuan untuk meng-clickbait, bertujuan untuk menjadikan dirinya sebagai pusat perhatian. Jadi, kita mesti bedakan antara kritik dan caci maki.

Caci-maki tidak akan pernah benar. Apa pun alasannya. Dan kritik juga selamanya harus diapresiasi, tapi kita harus sadar apa itu kritik, apa itu menghina. (ilh/fb)

Advertisements

Kunjungi Berita Alternatif di :

Bagikan

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements

BERITA ALTERNATIF

POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA