Jakarta, beritaalternatif.com – Pemerintah menargetkan ekonomi Indonesia pulih dari resesi imbas tekanan pandemi Covid-19 tahun ini. Pemulihan diharapkan membawa pertumbuhan ekonomi kembali ke kisaran 4,5 persen sampai 5,5 persen.
Mulanya, ada titik cerah dari harapan ini. Sebab, ekonomi Tanah Air cuma terkontraksi 0,74 persen pada kuartal I 2021. Memang, angkanya masih minus, namun sudah lebih kecil dari minus 3,49 persen pada kuartal III 2020 dan minus 2,19 persen pada kuartal IV 2020.
Harapan pemulihan pun semakin bersinar karena ekonomi mampu berbalik positif sampai 7,07 persen pada kuartal II 2021. Sayangnya, Covid-19 varian delta membuyarkan mimpi pemerintah pada kuartal III 2021, sehingga pertumbuhan ekonomi kembali turun ke kisaran 3,51 persen.
“Pada awal kuartal III, kasus varian delta menyebabkan pemerintah harus menarik rem darurat dengan penerapan PPKM level 4 di berbagai wilayah demi menjaga keselamatan masyarakat,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu, Jumat (5/11/2021).
Kendati begitu, pemerintah kembali menaruh harap pada kuartal IV 2021. Menteri Keuangan Sri Mulyani menargetkan pertumbuhan ekonomi setidaknya bisa mencapai 5 persen agar ekonomi berada di kisaran 3,5 persen sampai 4 persen untuk keseluruhan 2021.
Sementara pada 2022, Ani, sapaan akrabnya, berharap ekonomi Indonesia bisa tumbuh lebih tinggi ke kisaran 5,2 persen. Namun, ia tak menampik bahwa target pemulihan tidak mudah dicapai karena pandemi belum usai.
“Setelah varian delta, sekarang kita fokus pada varian baru yang berasal dari Afrika Selatan. Ini menggarisbawahi bahwa upaya pemulihan ekonomi dan juga pemulihan di dunia masih dibayangi oleh kenyataan bahwa covid-19 belum berakhir,” ujar Ani.
Harapan dia, ketika ekonomi kembali ke kisaran 5 persen, aliran investasi yang masuk ke Indonesia bisa semakin deras. Bila terjadi, ia melihat masyarakat bisa mendapat manfaat berupa ketersediaan lapangan kerja baru, kenaikan pendapatan, hingga peningkatan daya beli.
Namun, ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad ragu dengan proyeksi pemerintah. Menurut perhitungannya, ekonomi Indonesia kemungkinan mentok di 4,3 persen pada tahun depan.
“Karena di 2022 ada potensi pelemahan imbas tapering The Fed, lalu ada tekanan inflasi yang naik di berbagai negara di dunia,” ucap Tauhid.
Selain itu, ada pula pengaruh dari proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) terhadap perekonomian dunia yang turun ke kisaran 4,5 persen pada 2022. Penurunan proyeksi ini juga terjadi di negara-negara mitra dagang Indonesia.
Salah satunya ekonomi China yang diramal turun dari 8 persen pada 2021 ke 5,6 persen pada 2022. Bila proyeksi pertumbuhan mereka melemah, bukan tidak mungkin permintaan ekspor ke Indonesia juga menurun.
Tak ketinggalan, masih ada risiko Covid-19 dari penyebaran varian omicron yang sudah mulai masuk ke Indonesia. Menurutnya, hal ini bisa kembali menurunkan keyakinan masyarakat untuk berpergian dan beraktivitas.
“Memang ini bergantung pada penanganan Covid-19 dari pemerintah, tapi ada kemungkinan serangan varian omicron dan bisa menghambat lagi pemulihan dari sisi mobilitas,” jelasnya.
Jika hal ini terjadi, sambungnya, bukan tidak mungkin daya beli masyarakat masih sulit pulih pada tahun depan. Apalagi, penciptaan lapangan kerja baru tidak secepat ‘membalikkan telapak tangan’.
Peluang Ekonomi
Namun, Tauhid melihat proyeksi pertumbuhan Indonesia yang belum kembali ke kisaran 5 persen ini bukan berarti tak punya dampak positif bagi masyarakat dan dunia usaha.
Pasalnya, menurut Tauhid, beberapa sektor industri bisa tetap bisa tumbuh positif dan memberi perlindungan kepada tenaga kerjanya, baik terhadap pemberian gaji maupun perlindungan dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Tentunya perusahaan-perusahaan infokom, jasa perusahaan, dan jasa lainnya masih bisa tumbuh positif. Sementara perusahaan di sektor makanan dan minuman serta akomodasi bisa mulai tumbuh lebih baik,” ungkapnya.
Senada, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet memperkirakan ekonomi Indonesia hanya bisa tumbuh di kisaran 4 persen sampai 5 persen. Artinya, tetap di bawah proyeksi pemerintah.
Pertimbangannya sama dengan Tauhid, mulai dari penyebaran Covid-19 varian omicron hingga beberapa pengaruh dari gejolak ekonomi global. Namun, ia melihat ada peluang penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan pada tahun depan karena dampak pemulihan bisa lebih baik dari 2021.
“Perbaikan pemulihan ekonomi dapat dilihat pada penurunan tingkat kemiskinan dan juga pengangguran,” tutur Yusuf.
Kendati demikian, ia belum memiliki proyeksi tingkat kemiskinan dan pengangguran pada tahun depan. Yang pasti, kata Yusuf, pemulihan akan membuat sektor telekomunikasi, keuangan, dan manufaktur, khususnya farmasi dan logam dasar tumbuh positif.
Lebih lanjut, potensi pemulihan bisa memberi dampak yang lebih baik bagi pelaku usaha dan tenaga kerja di sektor akomodasi, makanan dan minuman, jasa transportasi, dan industri tekstil. (*)
Sumber: Menaruh Asa Berkah dari Pemulihan Ekonomi