BERITAALTERNATIF.COM – Pada tahun 2019 terdapat 245.106 Calon Legislatif (Caleg) yang bertarung untuk memperebutkan 20.528 kursi di seluruh tingkatan.
Direktur Politician Academy, Bonggas Adhi Chandra mengungkapkan, puluhan ribu kursi legislatif tersebut tersebar dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, pusat, hingga DPD RI.
“Jadi, kalau secara total kita gabungkan, ada 224.578 calon legislatif yang gigit jari. Artinya, mereka tidak terpilih karena kursi yang tersedia sangat terbatas,” jelas Adhi sebagaimana dikutip beritaalternatif.com dari kanal YouTube Politician Academy, Selasa (31/5/2022) siang.
Dari data tersebut, kata dia, potensi kegagalan bagi setiap Caleg yang bertarung di Pileg 2024 juga sangat besar dibandingkan keberhasilan yang akan mereka raih dalam kontestasi demokrasi tersebut.
Petahana mempunyai peluang besar untuk kembali terpilih karena memiliki banyak kelebihan. Namun, calon petahana pun mempunyai potensi untuk gagal duduk kembali di kursi legislatif.
Adhi mengungkapkan, di Pileg sebelumnya, banyak anggota legislatif yang gagal terpilih kembali. Terdapat tiga ciri petahana yang kemungkinan besar akan gagal dalam Pileg berikutnya.
Pertama, tidak produktif. Mereka jarang menjalankan tugas seperti jarang datang ke sidang, tidak aktif dalam sidang, dan tidak memiliki narasi-narasi yang berhubungan dengan tugas-tugas mereka.
“Mereka tidak mempunyai narasi yang berhubungan dengan budgeting, perencanaan, pengawasan dan lain sebagainya,” jelas Adhi.
Mereka juga tidak produktif dalam mengantarkan dan membawa program-program kepada konstituen mereka.
Selain itu, mereka pun tidak menjalankan janji-janji kampanye mereka. Eksekutif memang berbeda dengan legislatif. Wakil rakyat bertugas menyampaikan aspirasi. Sementara eksekutif menjalankan program pemerintahan.
“Ini pun tidak mereka lakukan, sehingga publik pun bertanya, mereka ngapain saja di parlemen,” katanya.
Anggota legislatif seperti ini, selain jarang menyampaikan aspirasi masyarakat, mereka juga tidak banyak tampil di media.
“Nama mereka itu tidak masuk dalam radar media. Kalau sudah seperti itu, berbahaya sekali. Kemungkinan besar Anda akan gagal di pemilihan legislatif berikutnya,” ucap Adhi.
Kedua, anggota legislatif berjarak dengan masyarakat. Setelah mereka terpilih, mental atau perilaku mereka seperti pejabat, yang berjarak dengan masyarakat dan pemilih.
“Berbeda dengan ketika mereka meminta dukungan dari masyarakat. Mereka sampai mendatangi, mendengarkan, tapi begitu mereka menjadi anggota legislatif, langsung berjarak,” jelasnya.
Hal ini juga menjadi bagian dari masalah bagi petahana. Pasalnya, mereka tidak menjalankan tugas seperti kunjungan kerja, kunjungan ke Dapil, dan mendatangi masyarakat atau konstituen di masa-masa kunjungan kerja.
“Yang lebih parah lagi, mereka tidak membawakan program apa pun kepada masyarakatnya, sehingga kemudian jaraknya makin jauh dengan masyarakat,” terangnya.
Ketiga, petahana tidak menjaga jaringan. Anggota legislatif yang saat ini duduk di parlemen karena bantuan dari banyak orang, yang meliputi tim sukses, kelompok pendukung, keluarga, relasi, dan kawan-kawan dekat mereka.
Apabila petahana mengabaikan dan tidak menjaga jaringan mereka, kemungkinan besar mereka akan dilupakan oleh jaringan yang pernah mereka bangun.
Adhi menjelaskan, jaringan merupakan kelompok yang membuat petahana menang. Sehingga petahana tidak boleh mengabaikan pendukung-pendukung mereka.
“Anda mesti memberikan kesempatan yang sama dan juga baik kepada mereka, sehingga pada waktu Anda menjabat atau pada waktu Anda kemudian nanti berkompetisi kembali, mereka tetap mendukung Anda,” tegasnya.
Dia menyarankan agar petahana memperbesar dan memperluas tim di sekitarnya. Bukan sebaliknya yang justru semakin mengecil, kemudian menghilang begitu saja.
“Oleh karena itu, menjaga jaringan menjadi satu hal yang penting,” pungkasnya. (*)