BERITAALTERNATIF.COM – Polemik terkait apa yang disampaikan Wakil Ketua (Waka) Dewan Pers Agung Dharmajaya yang menyebutkan presenter di salah satu TV swasta memakai syal Palestina dianggap melanggar kode etik, belakangan ia mengklarifikasinya.
Agung kemudian memberikan pernyataan apa yang dilakukan jurnalis tidak dapat dihubungkan dengan pelanggaran kode etik jurnalistik. Kata Agung, pelanggaran etika jurnalistik dapat terlihat dari karya jurnalistik bukan simbol semata.
Statemen Waka Dewan Pers itu untuk mengklarifikasi pemberitaan di Tempo. Agung sempat mengungkap penggunaan syal bermotif bendera Palestina oleh seorang presenter di salah satu stasiun TV swasta termasuk pelanggaran etika jurnalistik.
Tempo pun telah melakukan koreksi terhadap pemberitaan yang menjadi polemik tersebut dengan judul “Polemik Pembawa Berita TV Mengenakan Syal Palestine, Apa Tanggapan Dewan Pers?” Tempo membuat Catatan Redaksi: Judul dan isi berita ini telah diperbaiki pada Minggu, 29 Oktober 2023, pukul 22.55 WIB. Judul sebelumnya adalah “Polemik Pembawa Berita TV Mengenakan Syal Palestine, Dewan Pers: Tidak Sesuai Kode Etik Jurnalistik”. Kami mohon maaf atas kekeliruan tersebut.
“Terkait dengan berita saya di Tempo, saya ingin menyampaikan bahwa yang saya maksud bukan melanggar kode etik. Dikatakan melanggar jika karya jurnalistiknya tidak memenuhi unsur kode etik jurnalistik,” kata Agung dalam keterangannya seperti dikutip Republika, Senin (30/10/2023).
Agung menyatakan penggunaan syal bendera Palestina oleh presenter TV One tidak berhubungan dengan produk jurnalistik. Agung mengakui bendera palestina bukan simbol keagamaan.
“Dalam kasus TV One tidak ada kaitan dengan karya jurnalistik tetapi hanya pemakaian syal presenter,” ujar Agung.
Agung juga memandang ekspresi keberpihakan terhadap kemanusiaan boleh dilakukan siapapun termasuk seorang jurnalis. Hanya saja, Agung menekankan prinsip-prinsip jurnalistik tetap harus tercermin dari produk jurnalistik.
“Pelanggaran etik bisa diukur dari karya jurnalistik bukan dari simbol. Apakah karya jurnalistik yang disajikan sesuai dengan kode etik jurnalistik atau tidak?” kata Agung.
Agung tidak mempermasalahkan keberpihakan jurnalis dalam isu kemanusiaan. Meski begitu, keberpihakan itu perlu ditopang dengan kepatuhan terhadap kode etik jurnalistik saat akan membuat produk jurnalistik.
“Jadi keberpihakan seorang jurnalis dalam kemanusiaan tidak ada masalah tetapi konten berita harus berimbang, terverifikasi dll. Kecuali TV One misalkan presenternya mengajak dalam narasi menyertakan personal naratif,” jelas Agung.
Pernyataan Resmi Dewan Pers
Siaran Pers Nomor 23/SP/DP/X/2023 Tentang Pernyataan Dewan Pers Terkait Pemberitaan Tragedi Kemanusiaan di Gaza, Palestina, Jakarta,Senin (30/10/2023) Oktober 2023, ditandatangani Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu.
Sehubungan dengan peliputan tragedi kemanusiaan dan penyerangan terhadap Saudara-Saudara kita di Gaza, Palestina yang telah berlangsung hampir satu bulan pada 2023 ini, Dewan Pers perlu menyatakan sebagai berikut:
Pertama, Dewan Pers menyampaikan empati mendalam untuk para korban tragedi kemanusiaan di Gaza, Palestina.
Kedua, Pemberitaan oleh pers secara substantif mendapatkan atensi publik yang luas karena terkait dengan pemenuhan hak asasi manusia yang paling mendasar, yaitu hak atas kemerdekaan bangsa Palestina.
Ketiga, Dewan Pers mengingatkan agar semua produk jurnalistik yang dihasilkan dalam peliputan terutama berbagai jenis konflik senantiasa tunduk dan tetap mengedepankan Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Oleh karena itu, Dewan Pers mengimbau kepada pers nasional dalam melakukan peliputan agar mempedomani hal-hal berikut ini:
Pertama, Pers sebagai bagian dari fungsi kontrol sosial serta mencerdaskan publik untuk ikut serta menjadi penegak demokrasi dalam pemenuhan kemerdekaan bagi bangsa-bangsa sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945.
Kedua, Pers harus memberikan informasi yang utuh serta mempertanggungjawabkan akurasi informasi yang diberitakan dan/atau disiarkan. Oleh karena itu, dalam pemberitaan perlu menghadirkan data yang akurat tidak sekadar mengambil dari media lain, termasuk perlu melakukan dialog dengan ahli.
Ketiga, Terkait dengan penggunaan simbol-simbol suatu negara yang digunakan oleh jurnalis dalam menyampaikan pemberitaan suatu konflik, hal itu bagian dari ekspresi keberpihakan pers dan dapat dilakukan dengan tetap berpegang pada Kode Etik Jurnalistik.
Keempat, Pers agar tidak dimanfaatkan untuk melakukan mobilisasi massa yang mengarah pada situasi tidak kondusif di tengah masyarakat yang berpotensi mengarah pada benturan fisik atau konflik sosial di tengah masyarakat. Demikian penyataan ini kami sampaikan sebagai bentuk penjelasan resmi dari Dewan Pers terkait karya jurnalistik dalam peristiwa tragedi kemanusiaan di Gaza, Palestina. (nsa)