BERITAALTERNATIF.COM – Dr. Buhari Fakkah merupakan akademisi dari salah satu perguruan tinggi di Makassar, Sulawesi Selatan. Ia tercatat sebagai tokoh yang getol menyuarakan penentangan terhadap perubahan sistem politik Indonesia masa kini.
Dalam artikel ini, Buhari menguraikan berbagai tantangannya dalam memperjuangan pengembalian sistem politik Indonesia pada “sistem mula pembentukannya”. Berikuti kami sajikan artikel terakhir dari artikel berseri tersebut:
Apakah Anda yakin sistem politik negara ini akan kembali pada sistem lama?
Saat ini, Pancasila hanya disimpan dalam konsep; hanya jadi naskah akademik saja. Tapi, perilaku ekonomi, politik, dan sebagainya tidak sesuai dengan ideologi negara ini.
Kita dijejali dengan dunia gadget dan digital. Padahal, media ini adalah media yang sangat potensial bagi kita untuk pengembangan nilai.
Dulu, zaman saya setengah mati cari buku. Kuliah kita kuliah pas-pasan. Indomie satu bungkus kadang satu kali dimasak. Mie dipotong dua. Pagi dimasak setengah untuk sarapan, kemudian pulang kuliah setenganya dimasak lagi. Apalagi mau cari buku, itu susah.
Sekarang, hampir semua yang ada di dunia ada di tangan kita. Buku ada di tangan kita. Hanya saja memang asimetris war itu ke sana. Jadi, pergeseran paradigma kenegaraan itu dipaksa lari ke sana tanpa sadar.
Saat ini saya berstatus sebagai dosen. Saya juga terlibat dalam kegiatan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Saya protes, “Apa makna MBKM ini?” Dalam kegiatan pembekalan saya tanya, “Kalian yang menjadi penanggung jawab MBKM berapa lama mengajar?”
Anak-anak berusia 20-21 tahun disuruh mengajar. Sementara yang dosen itu rata-rata doktor. Ini lembaga khusus. Mereka dapat proyek khusus lewat konsep MBKM ini.
Nah, kesiapan generasi kita sekarang ini memang ruang-ruang pendidikan dan kajian itu harus secara simultan berjalan.
Kita belajar dari pengalaman Negeri Paman Sam—julukan Amerika Serikat. Kenapa disebut Paman Sam? Itu kan dari Michael Sam. Satu orang Michael Sam itu kemudian menjadi nama negara.
Jadi, dari diskusi pribadinya, dia tidak pernah berhenti berjalan untuk menyampaikan konsep-konsepnya. Konsep itu kemudian utuh menjadi konsep negara.
Begitu juga gagasan-gagasan besar Cak Nur terkait konsep-konsep keislaman Indonesia, Islam kemodernan, Islam inklusif, dan sebagainya. Itu juga dimulai dengan media-media pengkajian kita seperti saat ini.
Hanya saja, organisasi-organisasi kemahasiswaan saat ini enggak ada. Hampir semua elit generasi muda itu masuk dalam tim milenial negara. Mereka menjadi komisaris ini dan itu. Semua ke sana. Sehingga lapisan di bawah itu kehilangan gantungan di atas. Dan itu sebenarnya tidak hanya terjadi di HMI. Hampir semua organisasi yang saya masuki menyampaikan hal yang sama.
Bagi saya, ruang-ruang pengaderan HMI itu harus dinarasikan terus konsep-konsep ideologinya, bahkan materi-materi HMI itu jangan diubah-ubah terus.
Saya sering sampaikan ke senior-senior HMI, “Ubah materinya. Kembali pada materi yang asli”. Misalnya NDP, kembali pada konsep NDP yang lama. Jangan dibawa keluar. Kembalikan pada kajian-kajian dasarnya. Istilah saya, setiap ada konsep, selalu saya kembalikan pada konsep aslinya.
Saat ini kan saya sudah umur 50 tahun. Sekarang saya sudah tua. Tapi, saya yakin perjuangan itu enggak akan hilang. Masih banyak generasi yang jalan. Kalimat itu yang disampaikan Bang Agus 10 tahun yang lalu, “Ri, saya sudah tua. Usia saya sudah 50 tahun”. Artinya, sekarang beliau sudah berusia 60 tahun. Tapi kita yakin akan mampu mengembalikan Pancasila dan UUD 1945 yang preambule sebagai dasar negara. Haqqul yaqin. Kita jalan terus.
Apakah kekuatan pendukung sistem mula bangsa ini sudah terorganisir?
Mereka mengetahui yang benar hanya itu dan tidak ada pembanding. Nah, kita yang pembanding justru ruang geraknya terbatas karena adik-adik bergabung dalam frame itu. Teori, kalau tidak ada pembanding, tidak bisa dianggap sebagai kebenaran.
Saya berasal dari Unismuh. Kekuatannya Muhammadiyah. Diskusinya ke situ. Kami coba mengembalikan negara ini ke sistem mula awal negara ini berdiri.
Semakin ke sini, semakin terbatas. Sementara kekuatan yang mendukung demokrasi liberal saat ini semakin solid. Kondisinya mirip seperti yang dikatakan Imam Ali, “Kebatilan yang terorganisir akan mengalahkan kebenaran yang tak terorganisir”.
Mungkin mirip juga dengan kata Nabi, “Suatu waktu umatku seperti buih di lautan. Mesjidnya tinggi-tinggi, tetapi kosong”. Saya enggak bosan menyampaikan itu kepada kader-kader HMI.
Kalau senior-senior HMI berusaha mengarah ke modernisasi kajian mereka, saya tetap kembali pada dasar mulanya. Makanya hidup saya begini-begini saja. Kita masih pada nilainya. Dari dulu, istilah saya, “Kalau kita ceramah NDP, kita miskin”. Karena kita menanamkan nilai. Kenapa miskin? Karena itu tadi. Selalu ada ayat yang menghantui kita, khususnya saya yang selalu ceramah NDP.
Saya selalu sampaikan ayat Alquran yang berbunyi, “Janganlah engkau mengatakan sesuatu yang tidak kamu lakukan. Amat besar murka Allah terhadap orang-orang yang dia sendiri tidak melakukannya”.
Bayangkan, saya yang ceramah nilai, baru saya sendiri yang melanggar perspektif itu. Makanya, saya jalan begini-begini saja. Kalau ada adik-adik HMI yang undang, insyaallah saya akan datang.
Di Makassar, rumah saya enggak dipagar. Semua rumah orang-orang di sekitar dipagar tinggi-tinggi. Rumah saya enggak dipagar. Rumah itu terbuka 24 jam bagi adik-adik HMI yang datang. Istri saya mualaf. Anak GMKI. Tapi, saya yakin dia jauh lebih paham HMI daripada anak-anak Kohati. (um)