BERITAALTERNATIF.COM – Politik uang adalah salah satu strategi yang kerap digunakan oleh peserta Pemilu untuk meraih kemenangan.
Padahal, Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu melarang peserta Pemilu untuk melakukan politik uang.
Pasal 280 ayat 1 huruf j menyebutkan bahwa penyelenggara, peserta, hingga tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye.
Pengamat politik asal Kabupaten Kukar Zulkifli mengatakan bahwa politik uang sulit dikendalikan karena seolah telah menjadi budaya turun-temurun.
“Karena hampir kebudayaan kita yang membenarkan itu (politik uang),” katanya kepada beritaalternatif.com, Selasa (23/1/2024).
Ia mencontohkan serangan fajar yang dilakukan peserta Pemilu. Peserta Pemilu memasukkan uang ke dalam amplop untuk dibagikan ke masyarakat.
“Ini sepele, tapi ini akan memberikan dampak psikologi (kepada masyarakat), sehingga orang beranggapan bahwa money politic ini sesuatu yang biasa,” ucapnya.
Dia menyebut politik uang telah menjadi salah satu prasyarat untuk memenangkan kontestasi Pemilu. Siapa pun bisa menang dalam Pemilu bila mempunyai finansial memadai. Peserta Pemilu bisa menggunakan uang membeli suara para pemilih.
Bahkan, sebut Zulkifli, seseorang yang mempunyai rekam jejak buruk pun bisa mencalonkan diri sebagai peserta Pemilu selama memiliki modal finansial.
“Akhirnya kan apa yang menyebabkan itu? Bukan masyarakat tidak cerdas, tapi faktor finansialnya,” ujar dia.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unikarta ini juga menyinggung kegagalan penyelenggara dan pengawas Pemilu dalam memerangi politik uang.
Apabila pengawas Pemilu memiliki ketegasan, ucap dia, politik uang bisa dicegah dalam kontestasi demokrasi.
Ketidaktegasan pengawas Pemilu membuat proses demokrasi tercederai dengan politik uang yang bahkan disebutnya dilakukan secara terbuka.
“Saat menjelang hari H misalnya. (Peserta Pemilu) bagikan ke RT. RT membagikannya ke warga,” sebutnya.
Penyebab lain, ungkap Zulkifli, politik uang muncul karena sebagian partai politik gagal dalam melakukan kaderisasi internal.
Kata dia, hanya sedikit partai politik yang menjalankan sistem kaderisasi dengan baik. “Sehingga mampu mendorong setiap kader tak melakukan politik uang di Pemilu,” tutupnya. (mt/fb)