Search

Post-Ethic, Ancaman terhadap Norma-Norma Umum

Penulis. (Istimewa)

Penulis: Dr. Muhsin Labib*

Perilaku sebagian masyarakat terus berubah dan lebih longgar terhadap nilai etika, terutama di era pasca modern ini. Namun perilaku sebagian lainnya justru terlihat sebaliknya, kian konservatif dan eksklusif. Kelompok pertama mengungkap tren pandangan post-ethic, sedangkan kelompok kedua menjelaskan pandangan keagamaan.

Postmodernisme adalah aliran pemikiran filsafat, seni, dan budaya yang menolak pemahaman tradisional mengenai kebenaran, realitas, dan otoritas. Salah satu diskrusnya adalah post-ethic. Michel Foucault, Richard Rorty, Martha Nussbaum, Kwame Anthony Appiah dan Judith Butler adalah para pemikir postmodern yang mendukung post-ethic.

Advertisements

Post-ethics atau pasca etika adalah konsep yang berkembang dalam filsafat etika modern yang menantang konsep etika tradisional dan menawarkan pendekatan yang lebih kontekstual dan fleksibel terhadap pertimbangan etis. Post-etika berupaya untuk melampaui kriteria dan norma etis yang mungkin telah dianggap kaku atau dogmatis dalam tradisi etika konvensional.

Meski kadang tidak diungkap secara eksplisit dan verbal oleh penganut atau tidak disadari, post-ethic dapat dideteksi dari beberapa cirinya. Salah satunya adalah relativisme etis: Post-etika sering kali mencerminkan pandangan yang relatif, yaitu bahwa nilai dan norma etis dapat bervariasi berdasarkan konteks budaya, sejarah, atau individu. Hal ini menekankan bahwa tidak ada standar etis mutlak yang berlaku untuk semua situasi.

Ciri lainnya adalah kontekstualitas: Post-etika menekankan pentingnya mempertimbangkan konteks spesifik dari situasi etis untuk menentukan tindakan yang paling sesuai. Hal ini berbeda dari pendekatan etika konvensional yang mungkin berfokus pada aturan atau prinsip yang bersifat universal.

Post-etika juga punya ciri ketiga, yaitu mengakui keragaman nilai dan pandangan tentang kebaikan, keadilan, dan moralitas yang mungkin ada dalam masyarakat. Pendekatan ini mendorong toleransi terhadap perbedaan nilai serta pengakuan terhadap kompleksitas dalam mengambil keputusan etis.

Meskipun menawarkan pendekatan yang cukup luwes dan inklusif dalam pertimbangan etis, konsep post-ethic dapat menimbulkan beberapa kontroversi. Kritik terhadap post-etika termasuk keraguan mengenai kejelasan dan konsistensi penilaian etis serta kekhawatiran terhadap relativisme moral yang berlebihan, terutama dalam masyarakat beragama.

Agama dan post-etika adalah dua konsep yang berbeda dalam ranah nilai, moralitas, dan pandangan dunia.

Agama adalah sistem kepercayaan yang melibatkan keyakinan pada sesuatu yang ilahi atau transenden, serta aturan moral dan nilai-nilai yang ditetapkan oleh otoritas keagamaan yang dianggap suci. Agama memberikan pedoman moral yang berasal dari ajaran suci, tradisi, dan dogma agama tertentu. Nilai-nilai etika dalam agama sering kali bersifat absolut dan dianggap berasal dari otoritas ilahi.

Orang yang mengikuti ajaran agama biasanya membentuk moralitas dan perilaku mereka berdasarkan norma-norma agama tersebut. Hal ini dapat memberikan kestabilan moral dan arah hidup yang jelas bagi orang-orang yang menganut agama tertentu.

Sedangkan post-etika adalah pendekatan dalam etika yang menantang konsep nilai dan norma etis yang mungkin telah dianggap kaku atau dogmatis dalam tradisi etika konvensional. Post-etika cenderung bersifat relatif, kontekstual, dan pluralistik dalam pertimbangan etis.

Post-etika menekankan bahwa nilai dan norma etis dapat bervariasi berdasarkan konteks budaya, sejarah, atau individu. Pendekatan ini menawarkan fleksibilitas dan kompleksitas dalam memahami serta menilai tindakan etis.

Perbedaan antara agama dan post-etika menggambarkan perbedaan dalam sumber, dasar, dan pendekatan terhadap nilai dan moralitas. Pemahaman mengenai perbedaan ini dapat membantu seseorang untuk lebih menyadari keragaman pendekatan etis yang ada di masyarakat dan dunia saat ini.

Perbedaan fundamental antara pandangan agama yang biasanya mengandung norma moral dan yang dianggap konvensional dan gagasan post-etika yang relatif dan kontekstual dapat memiliki berbagai implikasi yang kompleks dalam masyarakat.

Salah satunya adalah konflik nilai. Perlawanan antara pandangan agama yang bersifat absolut juga konvensional dan ide post-etika yang relatif dan kontekstual dapat menciptakan konflik nilai di antara individu atau kelompok yang menganut pandangan berbeda. Ketidaksepakatan tentang apa yang dianggap benar dan salah juga baik dan buruk dalam suatu situasi tertentu dapat menghasilkan ketegangan antar-individu atau dalam masyarakat.

Impilkasi lainnya adalah perubahan dalam norma dan budaya atau pergeseran nilai. Pertentangan antara norma moral yang diberlakukan oleh agama dan pandangan post-etika yang lebih fleksibel dapat mendorong perubahan dalam norma dan budaya masyarakat. Nilai-nilai yang diakui oleh agama dapat dipertanyakan dan mungkin digantikan dengan pandangan yang lebih kontekstual dan inklusif.

Implikasi berikutnya adalah tantangan terhadap otoritas keagamaan. Pendekatan post-etika yang menekankan pluralisme nilai dan konteks tertentu dapat menantang otoritas keagamaan yang mendasarkan norma moral mereka pada ajaran-ajaran dogmatis. Hal ini dapat menghasilkan resistensi atau perlawanan dari pihak yang mempertahankan norma-norma tradisional agama.

Salah satu implikasinya adalah konflik antara agama dan post-ethic adalah evolusi sosial dan etis dalam masyarakat. Perdebatan mengenai nilai dan moralitas dapat memicu perubahan dalam norma-norma yang mengatur perilaku individu dan kolektif.

Konflik ini telah terjadi di dunia Barat dan mulai merambah dunia timur terutama dalam dunia Islam. Kita semua sedang menyaksikan pertarungan antara konsep etika dalam agama sebagai ajaran transenden, absolut dan sakral dan pandangan post ethic yang sekular bahkan ateistik.

Bila tak segera berembuk dan menyepakati sebuah formulasi pandangan yang rasional dan relevan guna menyusun konsep “sacred ethic“, umat Islam di masa-masa mendatang yang tidak terlalu lama akan menghadapi gelombang atheisme dan deisme yang dikemas dalam aneka diskursus yang menarik dan terlihat rasional. (*Cendekiawan Muslim)

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
Advertisements
INDEKS BERITA