Samarinda, beritaalternatif.com – Wali Kota Samarinda yang juga Ketua DPD Partai Gerindra Kaltim, Andi Harun, mengaku sudah dua kali bertemu Ketua DPRD Kaltim, Makmur HAPK, sejak isu penggantian politisi senior Golkar itu dari tampuk kepemimpinan di Karang Paci.
Harun mengaku diundang Makmur untuk berdiskusi soal hukum dan politik. Ia juga diminta pandangannya terkait “prahara” di tubuh partai berlambang pohon beringin itu sejak Ketua DPD I Partai Golkar Kaltim, Rudi Mas’ud, mengusulkan penggantiannya dari kursi Ketua DPRD Kaltim.
“Mengapa saya? Tentu hanya saya salah satunya, mungkin di tempat terpisah banyak ‘kawal’ beliau dilibatkan berdiskusi. Kalaupun ada alasan lain, mungkin beliau ingin mendengar pengalaman saya menangani perkara ‘politik’ sewaktu masih aktif sebagai advokat—di samping tentu pendapat saya sebagai pembelajar ilmu hukum,” tulis Harun di akun Facebooknya, Rabu (30/6/2021).
Kata dia, politik dan hukum memiliki hubungan yang sangat kuat, bahkan tak dapat dipisahkan. Politik yang “diceraikan” dari hukum hanya akan membawa politik tersesat di rimba kekuasaan oligarki dan otoritarian. Politik akan berwajah seram, tidak beradab, dan jauh dari rasa adil.
Harun menegaskan, keputusan partai politik sejatinya buah dari perbuatan hukum, bukan tindakan kekuasaan. Tindakan hukum dalam politik terefleksi dari proses dan argumentasi berdasarkan hukum, sedangkan tindakan kekuasaan belaka dalam politik menandakan sebagai perilaku kekuasaan kolutif-koruprif.
Makmur HAPK, jelas dia, dalam beberapa hari terakhir menjadi topik terpanas pemberitaan media. Ketua DPRD Kaltim ini mendadak jadi bahan perbincangan publik. Rencana penggantiannya dari jabatan Ketua DPRD Kaltim mengagetkan jagat raya perpolitikan Bumi Etam.
“Bahkan mungkin mantan Bupati Kabupaten Berau ini pun tak pernah menyangka kenyataan ini menimpa dirinya. Pasalnya, semua orang yang mengenal dirinya hanya teringat dimensi kebaikan sosoknya,” kata dia.
Selain tokoh senior di partainya, Makmur memiliki jejak sejarah atas dedikasi dan loyalitasnya membesarkan Partai Golkar, bahkan menobatkannya sebagai partai yang tak terkalahkan selama memimpinnya di Kabupaten Berau.
Kata Harun, semua pegabdian terbaik Makmur tak lantas membuat posisi politiknya aman di partai yang diperjuangkannya puluhan tahun itu. Alih-alih mendapat apresiasi atau rasa hormat, kini ia akan didepak dari kursi Ketua DPRD Kaltim.
“Ironis memang, demikian kebanyakan pendapat pengamat dan masyarakat turut menaruh simpati kepada peraih suara terbesar pada pileg di dapilnya, bahkan terbesar dari semua anggota legislatif di partainya,” jelas Harun.
Ia menyebutkan, saat mendapatkan perlakuan demikian, tokoh Kaltim asal Berau itu bersikap tenang walau pendukungnya ‘berteriak’ lantang.
Pada Ahad (27/6/2021) lalu, Makmur memutuskan untuk menggunakan ruang pembelaan politik dan hukumnya melalui keberatan dan gugatan ke Mahkamah Partai Golkar.
Peraturan Partai Golkar memberikan ruang 14 hari untuk ‘berperkara’ di Mahkamah Partai setelah keputusan partai diterima—bukan berdasarkan tanggal keluarnya keputusan.
Tim hukum Makmur pun mendaftarkan gugatan dan mengajukan keberatan kepada Mahkamah Partai Golkar pada Senin (28/6/2021) lalu. Kemudian tim hukumnya melayangkan surat penangguhan proses atas surat DPD Partai Golkar Kaltim kepada pimpinan DPRD Kaltim mengenai permohonan penggantian Makmur dari pucuk pimpinan lembaga legislatif tersebut.
“Hukum pun mulai bekerja. DPRD Kaltim wajib menangguhkannya sampai sengketa hukum para pihak dalam perkara ini berkekuatan hukum tetap,” jelasnya.
Undang-Undang MD3 menekankan, apabila anggota partai mengajukan upaya hukum dalam Penggantian Antar Waktu (PAW), maka pemberhentiannya akan sah apabila telah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap.
“Sebagai pembelajar hukum, sangat menghormati dan apresiasi langkah cerdas dan elegan yang dipilih pak Makmur. Semua pihak tentu patut menghormatinya,” kata Harun.
Dia menjelaskan, Makmur sejatinya ingin menunjukkan, demi rasa keadilan, ia tak pantas menerima perlakuan demikian, bahkan sejatinya layak mendapat rasa hormat.
Sebagai orang di luar Partai Golkar, Harun menyadari kebijakan internal yang tak boleh dicampuri oleh siapa pun. Namun, kebijakan politik partai mana pun yang teriris dengan diskursus hukum dan politik, hal itu tak dapat dihentikan untuk dijadikan sebagai topik akademis bagi para analis, ahli, dan publik.
“Semoga para pihak dapat berdamai sehingga ‘kegaduhan’ politik antar mereka berakhir baik bagi masing-masing pihak. Pelaksanaan hukum yang adillah yang akan menentukan siapa berhak atas kursi Ketua DPRD Kaltim,” pungkasnya. (ln)