BERITAALTERNATIF.COM – Pentas politik nasional kembali menghangat setelah Partai Nasdem mendeklarasikan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan sebagai calon presiden di Pemilu 2024.
Direktur Eksekutif Semar Political Institute (SPIN) Mawardin Sidik menjelaskan bahwa hasil survei elektabilitas calon presiden menempatkan Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies dalam tiga urutan teratas. Hal ini muncul dari hasil sigi lembaga-lembaga survei kredibel di Indonesia.
“Kadang-kadang juga bertukar posisi, misalnya Prabowo berada di posisi pertama, kemudian posisi kedua Ganjar. Atau Ganjar nomor satu, lalu Prabowo nomor dua,” jelasnya kepada beritaalternatif.com pada Kamis (13/10/2022).
Deklarasi Anies sebagai calon presiden oleh Partai Nasdem bisa meningkatkan elektabilitas mantan Rektor Paramadina tersebut. Namun, menurut Mawardin, hal ini bergantung pada usaha Nasdem mengelola isu yang mencuat ke publik.
Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar ini mengungkapkan bahwa sebagian kader Nasdem memutuskan untuk mengundurkan diri dari partai tersebut setelah Surya Paloh mendeklarasikan Anies sebagai calon presiden.
Mereka beralasan bahwa Anies merupakan pengusung politik yang membenturkan identitas saat Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. “Walaupun secara konseptual hal itu bisa saja diperdebatkan secara akademik karena politik identitas ini bisa positif dan bisa negatif,” katanya.
Partai Nasdem, sambung dia, dituntut untuk mengelola isu tersebut. Sebab, jika partai besutan Surya ini tidak melakukan manajemen isu secara baik dan benar, maka kader-kader Nasdem yang terpengaruh dengan serangan terhadap Anies akan bermigrasi ke partai lain.
Walau begitu, Mawardin mengatakan, pengusungan Anies sebagai calon presiden dari Partai Nasdem juga berefek positif terhadap partai tersebut. Hal ini ditandai dengan penambahan sejumlah anggota dan konstituen baru Partai Nasdem.
Selama ini, lanjut dia, Partai Nasdem melekat sebagai pendukung Presiden Jokowi. Partai ini didukung oleh para pemilih berhaluan nasionalis-pluralis. “Makanya, ada ketegangan vis a vis antar kubu pluralis di Nasdem yang kemudian dikaitkan juga dengan majunya Anies,” terangnya.
Disinggung posisi Prabowo dalam pencapresan di Pemilu 2024, Mawardin menjelaskan bahwa Menteri Pertahanan tersebut memiliki posisi yang sangat menguntungkan karena Ketua Umum Partai Gerindra ini merupakan satu-satunya ketua umum partai yang saat ini memiliki elektabilitas tertinggi.
“Dia satu-satunya yang sangat meyakinkan untuk maju di Pilpres nanti, karena dia ketua umum partai atau ‘pemilik partai’ yang elektabilitasnya juga sangat kompetitif,” katanya.
Prabowo juga diuntungkan dalam Pilpres mendatang karena sudah empat kali mengikuti kontestasi perebutan kursi presiden dan wakil presiden di Indonesia. “Jadi, modalitas elektoralnya sudah lebih dari cukup. Dia juga hanya butuh satu partai supaya memenuhi syarat untuk diusung sebagai calon presiden atau wakil presiden,” ucapnya.
Kata dia, Prabowo juga didukung oleh seluruh kader Gerindra. Hal ini ditunjukkan setelah para kader partai tersebut mendeklarasikan Prabowo sebagai calon presiden di Pemilu 2024. “Saya kira Prabowo masih tetap prospektif,” ujarnya.
Mawardin memperkirakan Partai Gerindra akan berkoalisi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk mengusung Prabowo sebagai calon presiden. Namun, koalisi ini masih tergolong kompetitif atau bisa berubah.
Meski begitu, saat ini Prabowo dan Muhaimin Iskandar selaku Ketua Umum PKB sedang menjalin komunikasi yang intens dan “mesra”. Isu yang beredar di publik, sambung dia, keduanya akan diusung sebagai calon presiden dan wakil presiden di Pemilu 2024.
“Tetapi, lagi-lagi petanya dinamis. Bisa saja situasi seperti itu bergeser. Apalagi dilihat dari rekam jejak keduanya. Sebenarnya antara basis massa Gerindra dengan PKB itu vis a vis. Hal ini kalau dikaitkan dengan Gerindra yang dekat dengan kelompok Islam politik kemarin. Sementara PKB ini basis massanya nahdiyin atau muslim tradisionalis,” jelasnya.
Sementara basis massa Gerindra, kata dia, sejatinya muslim abangan yang berhaluan nasionalis. Kepentingan elektoral membuat partai tersebut membangun kerja sama dengan kelompok-kelompok islamis.
Mawardin juga menguraikan kemungkinan Gerindra akan berkoalisi partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Namun, Gerindra akan kesulitan membangun koalisi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk mengusung Prabowo sebagai calon presiden.
Dia beralasan, PDIP merupakan partai pemenang pemilu sebelumnya, terlebih elektabilitas partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri tersebut berada di urutan teratas. “Jadi, sangat mustahil PDIP yang notabene partai terkuat kemudian hanya sebagai kosong dua, karena ini masalah efek ekor jas juga. Sosok yang diusung akan mempengaruhi raihan elektoral dari partai politik,” imbuhnya.
Di saat yang sama, kata Mawardin, Prabowo tidak mungkin mau menjadi calon wakil presiden kala berkoalisi dengan PDIP, yang mengusung Ganjar atau Puan sebagai calon presiden.
“Karena enggak mungkin juga Prabowo turun sebagai calon wakil presiden, apalagi sudah dua kali berturut-turut sebagai calon presiden,” katanya. (um)