Search
Search
Close this search box.

Prof. Sumitro Djojohadikusumo, Ayah Prabowo Subianto

Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo. (Istimewa)
Listen to this article

BERITAALTERNATIF.COM – Sumitro Djojohadikusumo dilahirkan di Kebumen, Jawa Tengah pada 29 Mei 1917. Ia adalah profesor, begawan ahli ekonomi.

Menurut berbagai sumber, ia pernah menjadi guru bagi beberapa menteri pada masa pemerintahan Soeharto, seperti B.J. Sumarlin, Ali Wardhana, dan Widjojo Nitisastro.

Sumitro dikenal menyumbangkan ide-ide ekonomi melalui dua bukunya, yaitu “Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan” serta “Kredit Rakyat di Masa Depresi”.

Advertisements

Selain itu, ia juga dikenal sebagai ayah dari Prabowo Subianto dan besan dari Presiden kedua Indonesia, Soeharto. Mantan Gubernur Bank Indonesia, Soedradjad Djiwandono, juga menjadi menantunya.

Seperti ditulis media Tempo, Sumitro menempuh pendidikan ekonomi dan meraih gelar doktor dari Nederlandsche Economische Hogeschool di Rotterdam, Belanda, pada 1943. Disertasinya mengenai “Het Volkscredietwezen in de Depressie” atau “Kredit Rakyat di Masa Depresi” menjadi salah satu karya yang dicari dalam literatur ekonomi. Meskipun sebagai seorang priyayi, Sumitro beruntung bisa melanjutkan pendidikan ekonominya di Nederlandsche Economische Hogeschool, terutama di tengah kondisi sulit pasca depresi ekonomi global.

Setelah menyelesaikan kuliah, Sumitro bekerja di lembaga riset Nederlandsche Economische Hogeschool karena kondisi perang menghalanginya untuk pulang ke Indonesia. Pada 1946, ia kembali dan menjadi staf Perdana Menteri Sutan Syahrir, bergabung dengan Partai Sosialis yang dipimpin oleh Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin. Di bawah kepemimpinan Sumitro, Banking Trading Center (BTC) menjadi kuasa usaha Republik Indonesia di Washington DC, Amerika Serikat.

Selama periode 1942 hingga 1994, Sumitro aktif menulis mengenai isu-isu ekonomi. Sebagai pendiri Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, ia telah menghasilkan sekira 130 buku dan makalah dalam bahasa Inggris. Buku terakhirnya, “Jejak Perlawanan Begawan Pejuang,” diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan pada April 2000.

Penghargaan yang diterima Sumitro mencakup Bintang Mahaputra Adiprana II dari dalam negeri, serta penghargaan dari luar negeri seperti Panglima Mangku Negara dari Kerajaan Malaysia, Grand Cross of Most Exalted Order of the White Elephant, First Class dari Kerajaan Thailand, Grand Cross of the Crown dari Kerajaan Belgia, dan penghargaan lain dari Republik Tunisia dan Prancis.

Sumitro pernah menjadi Menteri Perdagangan dan Perindustrian serta Menteri Keuangan pada era Orde Lama. Terlibat dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera, ia dihadapkan pada tuduhan korupsi oleh Presiden Sukarno. Setelah pembubaran Partai Sosialis pada 1960, karier Sumitro terpengaruh dan membuatnya harus hidup berpindah-pindah bersama keluarganya hingga masa Orde Baru.

Setelah pengasingan selama Orde Lama, Sumitro kembali ke Indonesia pada pemerintahan Presiden Soeharto. Ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan (1968-1972) dan Menteri Negara Riset (1972-1978).

Sumitro adalah putra Raden Mas Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank Negara Indonesia dan pernah menjabat sebagai Ketua DPAS pertama serta anggota BPUPKI. Ketika menempuh pendidikan di Belanda, Sumitro bertemu dengan Dora Marie Sigar, mahasiswa ilmu keperawatan pasca bedah di Utrecht.

Dora adalah perempuan keturunan Minahasa dan putri dari pejabat tinggi yang berstatus layaknya warga negara Belanda. Mereka bertemu dalam acara yang digelar oleh Indonesia Christen Jongeren (Mahasiswa Kristen Indonesia).

Sumitro dan Dora, yang menikah pada 7 Januari 1947, kemudian tinggal di Jakarta. Dari pernikahannya, Sumitro mempunyai empat anak, yaitu Biantiningsih Miderawati, Mariani Ekowati, Prabowo Subianto, dan Hashim Sujono. Biantiningsih Miderawati adalah istri dari Sudrajad Djiwandono, mantan Gubernur Bank Indonesia. Sumitro pernah menjadi besan Presiden Indonesia ke-2, Soeharto, ketika Prabowo Subianto menikah dengan Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto.

Sumitro Djojohadikusumo meninggal pada 9 Maret 2001, di usia 84 tahun, di Rumah Sakit Dharma Nugraha, Rawamangun, Jakarta Timur. Jenazahnya disemayamkan secara sederhana di kediamannya di Jalan Metro Kencana IV/22, Pondok Indah, Jakarta Selatan, dan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Karet Bivak Blok A III.* (nsa)

Sumber: Tempo, Kompas

Advertisements

Kunjungi Berita Alternatif di :

Bagikan

Advertisements

BERITA TERKAIT