BERITAALTERNATIF.COM – La Ode Ali Imran merupakan seorang pengacara, akademisi, aktivis serta dosen di Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta).
La Ode dikenal sebagai seorang pemikir dan tokoh intelektual yang kritis. Dalam banyak kesempatan, dia terlihat cukup berani dalam mengungkapkan pandangan dan penilaiannya terhadap isu-isu berskala lokal maupun nasional. Reputasinya yang kuat dalam mengkritik sering kali menjadi topik hangat dan sumber rujukan bagi berbagai pihak.
Akhir-akhir ini namanya kerap muncul di berbagai media massa. Sebab, ia termasuk satu dari sejumlah pengamat yang menentang keras pencalonan Edi Damansyah sebagai calon bupati Kukar.
La Ode menafsirkan bahwa perbuatan calon petahana itu telah melanggar hukum. Tindakan Edi dianggapnya sebagai penodaan terhadap marwah putusan Mahkamah Konstitusi serta melucuti norma-norma dalam berdemokrasi di Indonesia.
Sebelum menginjakkan kaki di Kukar, dia merupakan salah satu pemuda asal Buton yang sukses sebagai seorang perantau. Demi mengenal lebih dekat pria berusia 35 tahun ini, berikut profil singkat serta perjalanan hidupnya.
Latar Belakang Pendidikan dan Karier
La Ode dilahirkan pada 30 Desember 1988 di Dusun Padang Kuku, Desa Molona, Kecamatan Siompu, Kabupaten Buton—sekarang Kabupaten Buton Selatan. Dia adalah putra dari pasangan La Ode Afara dan Wa Ode Mbo’o.
Ia hidup dan tumbuh dengan tujuh saudaranya yang sejak kecil dididik oleh kedua orang tuanya tentang pentingnya konsistensi dalam menjalani hidup dengan terus berpegang pada nilai-nilai agama. Pola didik ini adalah fondasi yang membentuk karakter La Ode yang pantang menyerah, kuat dan tegar dalam melewati berbagai tantangan dalam kehidupan.
Ayahnya, La Ode Afara, merupakan seorang tokoh agama sekaligus pekerja yang cukup dikenal di kampungnya. Sedangkan ibunya merupakan seorang ibu rumah tangga yang bekerja sambilan sebagai pedagang sembako dan pekebun.
Pola asuh dari kedua orang tua berperan penting dalam membentuk kepribadian La Ode beserta saudara-saudaranya. Nilai-nilai yang diajarkan keduannya masih dipegang teguhnya sampai sekarang.
La Ode kecil memulai pendidikan formalnya di SDN 1 Molona—sebuah sekolah yang berdiri persis di tengah tanah kelahirannya, Dusun Padang Kuku. Di sanalah dia menapaki langkah pertama sebagai seorang pembelajar di fase awal yang membekalinya ilmu-ilmu dasar.
Setelah lulus SD, ia melanjutkan pendidikan ke SMPN 2 Siompu, yang terletak satu jam perjalanan kaki dari rumahnya. Di masa-masa ini, La Ode mulai membiasakan diri untuk hidup lebih disiplin, termasuk bangun pagi agar tidak terlambat berangkat ke sekolah.
Pada tahun 2004, di detik-detik menjelang ujian nasional, La Ode harus melewati satu ujian lagi yang lebih berat daripada yang dihadapinya saat itu. Dia harus menghadapi kenyataan pahit yang tak disangka yakni kehilangan sosok ibu. Meski peristiwa itu sangat mengguncang batinya, ia tetap kuat dan memilih melanjutkan perjuangannya dengan semangat yang tak pernah padam.
Dia berhasil lulus ujian nasional di tingkat SMP setelah mendapatkan predikat kelulusan yang cukup memuaskan.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMP, ia melanjutkan sekolah ke SMKN 2 Bau-Bau, sebuah sekolah teknik yang berada jauh dari pusat kota. Untuk menuju sekolahnya, La Ode harus menempuh perjalanan selama tiga jam dengan sebuah kapal kayu.
Di masa ini, dia terpaksa hidup sendirian di kota sambil menikmati momen-momen sepi tanpa kehadiran keluarga tercinta di sampingnya. Meski tertatih, semangat dalam mencari ilmu tetap menyala dalam dirinya.
Dalam perenungan, ia menyadari bahwa ilmu adalah modal utama untuk memperbaiki nasibnya di masa depan. Peristiwa ini menjadi titik awal dalam menumbuhkan jiwa kemandirian dan kedewasaan La Ode.
Pada tahun 2007, setelah lulus dari SMKN 2 Bau-Bau, dia dihadapkan pada pilihan untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi atau bekerja.
Dalam hatinya bersemayam keinginan yang begitu besar untuk menjadi seorang sarjana. Namun apa boleh dikata, biaya hidup justru mengharuskannya untuk urung mewujudkan cita-citanya itu. Dia kekurangan biaya untuk melanjutkan pendidikan tinggi.
Hal itu kemudian memaksanya bekerja sebagai tukang ojek demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Di fase ini, La Ode mulai menanamkan kesabaran dan sikap legawa dalam menerima realita hidup.
Setahun kemudian, sisa-sisa pendapatan hasil “ngojeknya” di kampung dipergunakannya sebagai modal untuk merantau ke Provinsi Kalimantan Timur. Menapaki jalan sebagai seorang perantau merupakan sebuah tradisi yang lumrah dijalankan selama turun-temurun di kampungnya sebagai “tantangan” bagi laki-laki untuk membuktikan eksistensi diri.
Meski dengan modal seadanya, tekad La Ode tetap kuat untuk meninggalkan kampung yang dicintainya. Alhasil, dia pun menunaikan niatnya tersebut dengan menjadikan Tenggarong sebagai destinasi pelayaran pertamanya.
Menjadi seorang perantau bukanlah perjalanan yang mudah. Terlebih, La Ode harus menghadapi berbagai ujian dan tantangan hidup seorang diri. Di pundaknya, ia memikul beban berat. Bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup di tanah orang, tetapi juga memikirkan langkah-langkah untuk menunaikan tujuan awalnya demi melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Di sela-sela perjuangannya sebagai perantau, ia bahkan pernah mengalami pengalaman pahit, yakni harus bertahan tiga hari tanpa makan. Namun, dibarengi dengan ketabahan dan keteguhan hati, ia pun mampu melewati masa sulit tersebut.
Ketabahan itu pada akhirnya membuahkan hasil yang baik. Setelah dua bulan mencari pekerjaan di tanah rantauan, ia berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai wakar dengan penghasilan yang kecil.
Meskipun upahnya tidak besar, ia menyisihkan sebagian penghasilannya sehingga pada tahun 2009 ia mampu membayar biaya pendaftaran dan semester pertama di Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unikarta.
Berkuliah di Kampus Ungu merupakan gerbang awal baginya membuka serangkaian pintu rezeki dalam hidupnya. Di sinilah dia mulai berkenalan dan menjalin relasi dengan tokoh-tokoh penting di daerah. Perjuangan itu menjadi bukti bahwa kesabaran, kerja keras dan keuletan akan selalu membuka jalan menuju impian yang dicita-citakan.
Selama menempuh pendidikan di Unikarta, La Ode tidak hanya fokus pada aspek akademik, tetapi juga aktif dalam berbagai organisasi. Di luar kampus, dia bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sementara di internal, ia aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM).
Di dalam organisasi-organisasi tersebut, ia mengemban berbagai jabatan penting, antara lain Ketua Bidang Pengaderan HMI, Ketua Umum HMI Cabang Kukar, Menteri dan Presiden BEM Fakultas Hukum serta Ketua Umum MPM Unikarta. Pengalaman-pengalaman ini membentuknya menjadi pemimpin yang memiliki integritas dan dedikasi tinggi dalam setiap langkahnya.
Prestasi yang berhasil ditorehkan La Ode selama aktif berorganisasi menjadi bukti nyata dedikasi dan kerja kerasnya. Melalui berbagai peran penting yang diembannya, baik di organisasi internal maupun eksternal kampus, ia tidak hanya membangun kapasitas kepemimpinan, tetapi juga membuka banyak peluang untuk terus mengembangkan dirinya.
Berkat prestasi dan pengalaman yang diraihnya, La Ode mampu melanjutkan pendidikannya hingga lulus ujian advokat, yang menjadi tonggak penting dalam kariernya di bidang hukum.
Semangat belajarnya yang tak pernah surut membawanya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang magister di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda. Dengan ketekunan yang sama, ia berhasil menyelesaikan studi S2 tersebut pada tahun 2021.
Torehan ini menjadi bukti bahwa kerja keras, disiplin, dan komitmen yang tertanam dalam jiwanya selama ini mampu membawa perubahan besar dalam hidupnya meski pada awalnya ia merupakan seorang perantau yang tak memiliki apa-apa.
Kini, La Ode telah menikah dengan Rini Ripariah. Buah cintanya dengan Rini membuatnya dikaruniai dua orang anak: putra dan putri.
Meski sibuk dengan pekerjaan dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga, dia tetap aktif berorganisasi dan berdiskusi dengan berbagai pihak, termasuk dengan pimpinan penyelenggara pemilu dan rekan-rekan serta juniornya di organisasi kemahasiswaan.
Selain itu, sebagai bagian dari masyarakat, ia cukup aktif berperan sebagai agen kontrol bagi pemerintah. La Ode menyuarakan pemikirannya lewat opini dan pandangannya tentang isu-isu yang menyangkut kebijakan pemerintah dan politik dikutip berbagai media massa. Dia juga membahas pengembangan lembaga dan persoalan-persoalan kekinian.
Pokok-Pokok Pemikiran dan Prinsip Hidup
La Ode adalah sosok yang menjunjung tinggi nilai-nilai integritas dalam setiap langkah hidupnya. Baginya, integritas adalah fondasi utama yang membentuk karakter seseorang di mana hal ini prinsip yang tidak dapat ditawar.
Dia meyakini bahwa kejujuran, tanggung jawab, dan konsistensi dalam menjalankan nilai-nilai yang diyakini adalah kunci untuk menjadi pribadi yang bermakna tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.
Integritas baginya bukan sekadar teori, tetapi suatu pembuktian yang mesti diuji oleh realitas kehidupan. Dalam berbagai situasi, baik di dunia organisasi, pekerjaan, maupun kehidupan sehari-hari, ia selalu berusaha menjaga keutuhan nilai-nilai ini meskipun tantangan sosial, politik, dan ekonomi sering kali menguji keteguhannya.
Dengan keberanian menerima tanggung jawab dan komitmen terhadap keadilan, La Ode terus berupaya menjaga integritas pribadi sebagai bekal menghadapi berbagai dinamika kehidupan.
Dia percaya bahwa pribadi yang berintegritas adalah seseorang yang tidak tergoda oleh kepentingan pribadi yang merugikan orang lain serta mampu menghormati perbedaan pandangan dengan sikap bijaksana.
Baginya, integritas adalah cermin kualitas moral yang tinggi serta menjadi pondasi utama dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan.
Dalam sudut pandangnya sebagai pakar hukum, ia sejatinya mengedepankan nilai-nilai fundamental hukum dengan menjadikan keadilan dan norma ideal hukum sebagai pegangan dalam rangka menegakkan keadilan antara aspek formil yang menyangkut prosedur penegakan hukum dan aspek materil yakni dalil aturan yang dikenakan terhadap seseorang.
Namun dalam praktiknya, aspek formil sering kali menjadi batu penghalang bagi pihak berwenang untuk mengadili pihak-pihak yang bersalah.
Menurutnya, penting bagi para pemangku kepentingan ataupun aparat penegak hukum agar tidak terpaku pada aspek formal semata, tetapi juga mempertimbangkan keadilan dan struktur hierarki serta substansi pasal yang diberlakukan dalam penegakan hukum.
Hal ini menjadi kunci utama bagi para penegak hukum untuk memastikan bahwa hukum tidak hanya menjadi konsep ideal, tetapi benar-benar terwujud dalam setiap keputusan yang diambil oleh para penegak hukum.
“Negara sudah menegaskan bahwa negara kita ini negara hukum. Hukum itu harus dijadikan sebagai pengalaman, supermasi hukum, bukan kemudian kita yang mengatur-ngatur hukum,” ungkapnya.
Nilai-nilai integritas sebagai buah dari hasil didikan orang tuanya sejak kecil dipraktekkan La Ode di berbagai aspek kehidupan, termasuk fondasi berpikirnya sebagai seorang praktisi dan pengamat hukum. (*)
Penulis: Ulwan Murtadho
Editor: Ufqil Mubin