Search
Search
Close this search box.

Profil Syarifudin: Masa Kecil, Pertemanan, Pendidikan, dan Perjuangan Hidup

Listen to this article

BERITAALTERNATIF.COM – Sejak 22 tahun lalu, Syarifudin telah bermukim di Kota Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Dalam masa itu, ia telah melewati pahit getir perjuangan hidup, baik sebagai dosen, pengusaha, maupun politisi Partai Amanat Nasional atau PAN.

Meskipun lebih dari separuh hidupnya telah dilakoni di Tenggarong, ia tidak pernah melupakan masa-masa kecilnya yang dihabiskannya di Desa Separi, Kecamatan Tenggarong Seberang.

Asraf, begitu panggilan karibnya, mengingat dengan baik kondisi kampung halamannya yang asri, berdekatan dengan Sungai Mahakam, dikelilingi persawahan dan kebun, serta berada di hamparan lahan yang sangat luas.

Advertisements

Saat dia berusia belia, Separi tergolong desa yang belum mendapatkan listrik dari PLN. Warga di kampungnya pun memakai genset untuk menerangi rumah-rumah mereka. Sekitar tahun 90-an barulah PLN masuk ke desa tersebut.

Teman-teman masa kecilnya pun tak pernah dilupakannya, antara lain Edi Suyatno, Saiful Anwar, dan Joni Jauhari. Hingga kini, sejumlah temannya yang lain juga acap bertemu dan bersilaturahmi dengannya.

“Setiap tahun kami adakan reuni,” ungkapnya, Rabu (18/1/2023).

Ingatannya juga masih segar terkait masa-masa kecilnya bersama ayahnya—Khudori yang berasal dari Jawa Timur: memikul kayu, menggali batu, dan menggarap lahan pertanian. Dia juga diajarkan beternak kambing dan ayam di Separi.

Sejak kecil, dia telah menanam pohon-pohon jati dan sengon di Separi.

“Sampai sekarang pohon jati itu masih ada di kampung,” ungkapnya.

Asraf pun masih mengingat ajaran hidup yang acap disampaikan dan dicontohkan ayahnya kepadanya: bekerja keras dan jujur.

“Pendidikan dari orang tua kami itu memang keras. Salah satunya, anaknya harus tahu mengaji,” ujarnya.

Ajaran serupa disampaikan ibunya, yang bernama Hanifah—perempuan asli Kutai. Kedua orang tuanya menekankan agar kelak Asraf beserta saudara-saudaranya tak mencurangi orang lain.

“Ketika kita mencurangi orang lain, pasti akan kena ke diri kita sendiri. Ibaratnya, jangan menipu orang lain,” ucapnya.

Ibunya juga acap menekankan kepada Asraf agar selalu berbuat baik kepada orang lain.

“Dan jangan sombong. Itu saja ajaran dari orang tua kami,” imbuhnya.

Asraf merupakan anak ketiga dari pasangan Khudori dan Hanifah. Saudara-saudarinya meliputi Siti Masruroh, Chusniah, Uswatun Hasanah, dan Ahmad Fauzi.

Mereka berlima dibesarkan di rumah kayu berukuran mini di Separi. Kelak, Asraf menyebut kondisi rumah masa kecilnya tersebut sangat memprihatinkan.

“Sampai hari ini rumah itu masih ada di kampung. Dan alhamdulillah kami menikmati rumah yang membesarkan kami itu,” kata pria yang merampungkan pendidikan dasar di SDN 004 Separi ini.

Kata Asraf, kedua orang tuanya mendidik mereka dengan sangat baik, sehingga saat ini terbentuk rasa saling menyayangi.

“Meskipun muncul persepsi yang berbeda-beda, tapi kami saling menyayangi. Sekalipun ada perbedaan, tidak ada yang saling ambil hati,” ucapnya.

Orang tuanya juga menekankan kepada mereka untuk mengembangkan dan memelihara nilai-nilai religiusitas dalam kehidupan sehari-hari.

“Orang tua kami mengajarkan jangan lupa salat. Itulah yang ditanamkan orang tua. Pokoknya nilai-nilai agama itu selalu ditekankan kepada kami agar selalu diterapkan. Sekalipun pendidikan kita tinggi, berhasil, dan jadi orang kaya, apalagi jadi orang susah, jangan pernah meninggalkan agama Islam,” jelasnya.

Karena itu, Asraf mengenang masa-masa kecilnya di Separi sebagai kenangan yang sangat membekas dalam kehidupannya. Sebagai tanah kelahiran, ia pun berikrar bila kelak meninggal dunia, Asraf menginginkan agar dikebumikan di Separi.

“Kalimat ini pernah saya sampaikan waktu saya kena Covid,” bebernya.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di SLTP SPT Separi, Asraf melanjutkan pendidikan di SMA PPKP Ribathul Khail. Kemudian, ia menempuh S1 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (Febis) Unikarta serta S2 di Ilmu Administrasi Publik Unikarta.

Di masa-masa kuliah inilah ia berkenalan dengan sejumlah tokoh dan politisi Kukar. Di sela-sela kuliah, Asraf aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kukar. Arbani, mantan Presiden BEM Febis Unikarta, yang mengajaknya bergabung di HMI.

“Di situlah saya banyak berteman. Dari HMI kita belajar politik, juga belajar dan mengenal dunia musik. Kita juga pernah mendatangi artis nasional. Dari HMI, kita belajar semuanya,” kata Asraf.

Kenyataan yang dilihatnya di kampung halamannya, serta dipadukannya dengan ilmu yang didapatkannya dari HMI, membuat Asraf memutuskan untuk berjuang di medan politik praktis.

“Melihat kondisi kampung yang hari ini sudah lumayan berkembang dan maju, kita harus punya perwakilan di legislatif. Mudah-mudahan ini menjadi sejarah bahwa putra daerah dan orang kampung serta tidak punya apa-apa itu bisa mengejar harapan,” pungkasnya. (um)

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA