Kukar, beritaalternatif.com – Berdasarkan rencana strategis daerah, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKPK) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) membagi wilayah pengembangan sektor perikanan menjadi tiga: pesisir, hulu, dan tengah.
Kepala DKP Kukar, Muslik mengungkapkan, produksi ikan di kabupaten ini dilakukan dengan cara penangkapan dan budi daya. Dua cara ini salah satunya dijalankan di wilayah pesisir, yang meliputi penangkapan dan budi daya udang, rumput laut, kepiting, dan bandeng.
Sementara di wilayah tengah, pihaknya sedang mendorong pengembangan dan budi daya ikan-ikan mas, nila, lele, dan patin. Sedangkan di hulu, para pembudidaya ikan didorong untuk mengembangkan ikan gabus, jelawat, dan patin.
“Kalau konsentrasi kita untuk ikan tangkap, juga ada di pesisir laut dengan di perairan umum,” ungkap Muslik kepada beritaalternatif.com saat ditemui di Kantor DKP Kukar, Senin (14/2/2022) pagi.
Ia menjelaskan, Kukar memiliki sekitar 18 ribu orang nelayan. Mereka menangkap ikan di perairan umum seperti di Kecamatan Kota Bangun, Muara Wis, Muara Muntai, Muara Kaman, dan Kenohan. Sejumlah kecamatan tersebut merupakan sentra-sentra nelayan Kukar.
Ada pula perkampungan nelayan dan desa-desa nelayan seperti di Desa Pela dan Sangkuliman, Kecamatan Kota Bangun; Semayang dan Tubuhan, Kecamatan Kenohan; Melintang, Kecamatan Muara Wis; Jantur, Kecamatan Muara Muntai.
“Ini adalah desa-desa yang mayoritas penduduknya nelayan. Cukup banyak di situ. Kurang lebih 9.000-an nelayan,” bebernya.
Kemudian di pesisir, terdapat enam kecamatan yang menjadi sentra perikanan, antara lain Kecamatan Marang Kayu, Muara Badak, Anggana, Sangasanga, Muara Jawa, dan Samboja.
Di sentra-sentra perikanan tersebut, khususnya di Muara Jawa dan Samboja, DKP Kukar akan membangun Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan fasilitas pendukung lainnya.
Usaha Meningkatkan Produksi Ikan
Muslik mengungkapkan, secara umum, beberapa tahun terakhir produksi ikan di Kukar meningkat. Namun, ia mengakui bahwa produksi ikan tangkap tak mengalami kenaikan berarti (signifikan).
“Enggak terlalu signifikan untuk penangkapan. Makanya saat ini mencoba bagaimana memfasilitasi nelayan-nelayan kita itu agar bisa melaut di atas 4 mil,” jelasnya.
Sebelumnya, 0-4 mil di perairan laut merupakan kewenangan kabupaten/kota. Saat ini, areal 0-12 mil menjadi kewenangan provinsi. Meski begitu, pihaknya akan tetap melakukan pembinaan terhadap nelayan-nelayan di Kukar.
Di areal 4 mil, dia mengakui bahwa para nelayan kerap mengalami kejenuhan karena di areal tersebut terdapat banyak aktivitas. Karenanya, ia berharap armada-armada nelayan bisa melaut ke laut lepas.
DKP Kukar akan membantu fasilitas untuk para nelayan agar mereka bisa melaut di laut lepas. Bantuan untuk para nelayan dan pembudidaya ikan akan menyasar 25 ribu orang. Ini merupakan program Bupati Kukar, Edi Damansyah, yang telah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kukar 2020-2025. “Ini dalam rangka untuk peningkatan produksi dan akses pemasaran,” katanya.
Selain mendorong intensitas penangkapan ikan, DKP Kukar juga tengah meningkatkan produksi ikan lewat budi daya. Ia pun cenderung menilai pembudidayaan ikan merupakan cara yang tepat untuk mengontrol pasar.
Budi daya, sambung dia, tak bergantung musim karena dapat dikontrol sendiri oleh para pembudidaya. Hal ini berkaitan dengan suplai ikan di pasar. Sebab, hukum pasar juga berlaku terhadap penjualan ikan. Apabila terjadi kelebihan pasokan (over supply), maka harga ikan akan turun drastis.
“Itu hukum pasar. Makanya, ketika melakukan budi daya, bisa kita kendalikan. Harapannya seperti itu. Makanya budi daya ini kita dorong,” ujarnya.
Budi daya ikan di Kukar, lanjut Muslik, dilakukan di bantaran Sungai Mahakam, terutama di Kecamatan Loa Kulu. Kini, kecamatan tersebut menjadi sentra perikanan di Kukar.
Penggunaan bantaran Sungai Mahakam untuk pengembangan ikan air tawar, kata dia, telah disesuaikan dan dimasukkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kukar. Karena itu, pemanfaatannya diperbolehkan untuk pengembangan ikan.
Para petani pun diperkenankan untuk mengembangkan ikan di badan sungai. Hanya saja, hal ini belum diatur oleh Pemkab Kukar. Ia pun mendorong Dinas Perhubungan (Dishub) Kukar untuk mengaturnya. “(Tapi yang pasti) kita sudah sinkronkan dengan RTRW,” ungkapnya.
Ia mengaku telah melakukan berbagai pembinaan dan pengembangan terhadap para pembudidaya ikan di sepanjang sungai tersebut. Jauh sebelum itu, pihaknya telah melakukan pembinaan terhadap para pembudidaya ikan di keramba yang memanfaatkan bantaran sungai tersebut.
Selain di Loa Kulu, budi daya ikan di keramba juga dilakukan di Kecamatan Loa Janan. Di dua kecamatan tersebut akan didorong untuk membentuk kampung yang khusus mengembangkan salah satu ikan air tawar seperti nila, patin, lele, dan mas.
Sebagian besar ikan yang dikonsumsi di Kukar saat ini, jelas Muslik, berasal dari usaha budi daya dan pengembangan ikan di sepanjang Sungai Mahakam. Sementara pembenihannya dilakukan di lahan-lahan persawahan. “Itu untuk pemenuhan benihnya,” ungkapnya.
Ia menyebutkan, penggunaan Sungai Mahakam untuk pengembangan ikan mengalami sejumlah masalah. Salah satunya, air sungai tak dapat dikontrol oleh para petani. Padahal, pengembangan ikan sangat bergantung kualitas air.
Tekanan-tekanan serta pengaruh-pengaruh negatif terhadap air Sungai Mahakam sangat tinggi. Apalagi sungai terlebar di Kalimantan ini kerap dicemari limbah domestik. Masalah lain, intensitas bangar dan perubahan-perubahan air sungai ini cukup tinggi. “Itu yang menjadi kendala-kendala bagi kita,” ucapnya.
Sektor Perikanan Berbasis Kawasan
Berdasarkan visi, misi, dan program Bupati Kukar, Edi Damansyah, usaha mengembangkan sektor perikanan akan dilakukan berbasis kawasan. Ini juga merupakan bagian dari Program Dedikasi kepala daerah yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut.
Karena itu, Muslik mengungkapkan, pengembangan ikan tangkap akan terus dilakukan di wilayah Samboja dan Muara Badak. Juga melingkupi kecamatan-kecamatan di sekitarnya. “Tapi fokus kita berada di dua kecamatan itu,” ungkapnya.
Dalam rangka mengembangkan produksi ikan di tambak-tambak yang terletak di sejumlah kecamatan tersebut, pihaknya akan memberikan bantuan sarana dan prasarana untuk para petani. Kemudian, tambak-tambak yang terbengkalai akan dihidupkan kembali (direvitalisasi).
Ini juga merupakan bagian dari program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI. DKP pun akan mendorong budi daya udang, bandeng, dan rumput laut di perairan laut dan tambak-tambak milik para petani di wilayah pesisir. “Itu yang kami coba untuk kembangkan budi dayanya,” ucap Muslik.
Bantuan lain, DKP akan berusaha mengembangkan benih secara mandiri. Selama ini, sebagian besar benih ikan dan udang di Kukar berasal dari luar daerah. Langkah awal, DKP akan mendorong penambahan tempat penetasan benih (hatchery) ikan dan udang di masyarakat Kukar.
“Kemudian kita sendiri juga berupaya untuk membuat hatchery itu agar pemenuhan benih udang bisa terpenuhi,” katanya.
Sementara di Loa Janan, Loa Kulu, Tenggarong, dan Tenggarong Seberang—disebut Muslik dengan akronim Loajukut—akan dikembangkan menjadi kawasan budi daya dan pengembangan air tawar seperti ikan mas, nila, lele, dan patin.
Sejauh ini, masyarakat telah mengembangkan ikan nila dan mas di kawasan tersebut. Selain itu, DKP juga akan mendorong pengembangan ikan lele di empat kecamatan yang terletak di wilayah tengah Kukar itu.
“Mudah-mudahan orang-orang kita, konsumsi ikan ini makin disukai,” harapnya. Ia mengisahkan, sebelumnya lele tak disukai warga Kukar. Umumnya, mereka lebih menyukai patin dibandingkan lele. Hal ini berbeda dengan ikan mas yang telah lama dikonsumsi dan disukai masyarakat Kukar.
“Di samping kita dorong juga komoditas-komoditas yang lain, misalnya gurami yang punya pasar bagus. Saat ini kita coba kembangkan,” katanya.
Di kawasan tengah, DKP juga akan mendorong pengembangan benih-benih lokal. Selama ini, Muslik mengakui bahwa pihaknya masih menghadapi sejumlah kendala dalam menghasilkan benih-benih unggul.
Ia pun mendorong kerja sama dengan sejumlah balai milik KKP RI untuk mengembangkan ikan air tawar dan payau. “Kita dorong untuk kerja sama dalam hal pembinaan,” ucapnya.
DKP Kukar akan berusaha mengendalikan produksi ikan di wilayah tengah dan hulu. Pasalnya, ikan tangkap di kawasan-kawasan tersebut kian berkurang karena arealnya yang semakin terbatas.
Padahal, jumlah nelayan kian bertambah di dua kawasan tersebut. Karena itu, penangkapan ikan akan dikendalikan sehingga kuantitas produksinya tetap stabil.
Usaha pengendalian tersebut, sambung Muslik, dilakukan dengan melarang alat-alat ilegal (illegal fishing) serta penggunaan setrum, racun, dan penangkapan ikan dengan menarik jaring melalui air di belakang satu atau lebih perahu (trawl). Pembatasan-pembatasan ini juga dilakukan di perairan umum sehingga produksi ikan tetap stabil dan berkelanjutan.
“Sebenarnya itu menjadi tantangan bagi kita. Tapi kalau penggunaan alat ilegal itu dilakukan, ikan sebagai sumber daya yang bisa diperbarui akan punah. Kalau lebih besar eksploitasinya ketimbang reproduksinya, lama-lama juga akan punah,” jelasnya.
Kata dia, larangan ini memiliki dasar. Ia mencontohkan kebijakan pemerintah pusat yang telah melarang konsumsi ikan belida. Padahal, ikan tersebut merupakan bahan dasar untuk pembuatan amplang.
Larangan ini dikeluarkan karena jumlah ikan tersebut semakin terbatas, bahkan mendekati kepunahan. “Makanya secara nasional ikan belida ini enggak boleh dieksploitasi,” jelasnya.
Target Produksi Ikan untuk IKN
Penyambut pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara ke sebagian wilayah Kukar dan Penajam Paser Utara (PPU), Muslik menargetkan peningkatan produksi ikan sebanyak 8-9 persen setiap tahun.
“Kita mencoba riil saja, terutama untuk ikan tangkap. Lebih cenderung seperti itu. Makanya kita genjot di budi daya,” ucapnya.
Selain ikan, pengembangan produksi juga dilakukan terhadap rumput laut, kepiting, dan udang. Kata Muslik, udang memiliki peluang besar untuk dikembangkan di Kukar. Hal ini pula yang mendasari Bupati Edi meminta DKP meningkatkan produksi udang di Kukar. “Karena udang ini untuk diekspor,” jelasnya.
Caranya, DKP Kukar akan mendorong peningkatan produksi udang di tambak-tambak. Menurutnya, sebagian besar tambak di Kukar masih tradisional sehingga produktivitasnya sangat rendah.
Dalam satu hektare tambak di Kukar hanya menghasilkan 30-50 kilogram udang. Sementara di Jawa, tambak dengan luas tersebut bisa memproduksi 20-60 ton udang.
Kelebihannya, udang yang dihasilkan para petani di Kukar sudah terkenal di kancah nasional hingga mancanegara. Selain cita rasanya yang enak, harganya juga terjangkau. Karenanya, udang yang diproduksi di Kukar diekspor ke berbagai negara.
Saat ini, DKP Kukar tengah mendorong pengembangan udang seperti udang tiger, borneo, dan vaname. “Selain untuk ekspor, ini dalam rangka pemenuhan produk lokal kita. Ini kaitannya dengan IKN,” ucapnya.
Langkah lain, DKP Kukar akan mengembangkan sektor hilirisasi seperti pengembangan produksi pakan-pakan alternatif, tepung ikan, dan pabrik rumput laut.
“Kita berharap olah-olahan seperti itu bisa berkembang, termasuk bagaimana sistem kemasan kita dan juga sistem transportasi kita. Karena nanti ini akan berkembang. Kita berharap begitu,” pungkas Muslik. (ln)