Oleh: Dr. Muhsin Labib*
Idealnya pembawa agama dan pemimpin utama umat mengantisipasi segala kemungkinan dan dinamika di masa-masa mendatang bagi agama dan umatnya dengan mempersembahkan buku induk ajaran yang utuh dan mempersiapkan kader terbaik dan unggul hasil didikannya sebagai suksesor yang dijamin pasti melaksanakan tugasnya.
Faktanya, suksesor yang telah ditunjuk diabaikan bahkan dikucilkan lalu berembuklah segelintir elit dalam forum negosiasi terbatas demi mengatur dan mengubah proses suksesi otoritas vertikal (yang telah ditetapkan pemegang otoritas utama sebelum berpamit) sebagai otoritas horisontal.
Idealnya, agama ini dipeluk dengan mengamalkan ajaran-ajarannya dengan satu cara agar terbentuk satu umat dengan satu sumber dan otoritas.
Faktanya, ajaran-ajaran agama ini menjadi bercabang, bahkan sebagian berlawanan, hingga umat terdistribusi ke ragam aliran dan kelompok yang memarakkan sejarah dengan pertempuran, pembantaian dan konflik yang tak berujung serta polemik tak tuntas akibat lomba klaim kebenaran dan keselamatan.
Idealnya, umat ini berbaris apik, solid, dan jadi teladan bagi pihak lain di seantero jagat, ajarannya menjadi sistem nilai yang selaras dengan fitrah dalam etika dan logika.
Faktanya, perintis agama agung ini, saat terbujur sakit di akhir hayatnya yang mulia, malah diacuhkan, direcoki, dan dianggap meracau.
Idealnya, ajarannya dijaga dan diajarkan oleh insan-insan pilihan agar tetap murni, Ilahi, dan tak terkontaminasi kepentingan duniawi dan agar umat manusia dapat mencerap ajarannya
Faktanya, ajarannya jadi aneka pandangan dan doktrin yang dijustifikasi, dikapitalisasi dan diperalat untuk mengagresi dan mencaplok negeri-negeri, bangsa-bangsa dijajah, ditindas, ditawan, dianiaya, dijarah, dan dipaksa pindah agama, rumah-rumah ibadah dan dikuasai oleh para tiran dan bromocorah dari rangkaian dinasti Umayah dan Abasiyah dan Otoman.
Idealnya setiap agama hadir sebagai ajaran yang merevisi atau mengoreksi “disinformasi” yang dialami ajaran sebelumnya dan umatnya menjadi teladan dan model sempurna bagi umat lain.
Faktanya, apa yang dialami oleh agama-agama terdahulu juga dialaminya. Tak ada satu masa pun yang membuktikan terbentuknya sebuah umat sempurna atau lebih baik dari umat terdahulu kecuali beberapa waktu singkat dengan segala intrik dan konflik internal sebelum tokoh utama yang memperkenalkannya wafat. (*Cendekiawan Muslim)