Jakarta, beritaalternatif.com – Kalimantan Timur (Kaltim) terkhusus Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) merupakan wilayah yang memiliki kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Masyarakat adat setempat memanfaatkan alam sebagai sumber penghidupan yang senantiasa dijaga dan dilestarikan.
Potensi agraria yang begitu besar dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berkebun dan bertani agar menopang kehidupan dan kesejahteraan mereka untuk warisan anak cucunya di masa depan.
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 33 ayat 3, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, sehingga seluruh stakeholder yang ada harus menjamin tegaknya UU tersebut.
Konflik agraria dan pertambangan antara PT Multi Harapan Utama (MHU) di Kecamatan Loa Kulu Kukar, dengan masyarakat setempat berakhir dengan kriminalisasi terhadap perjuangan masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, Aliansi Masyarakat Menuntut Keadilan Kalimantan Timur (AMMK Kaltim) melakukan aksi sampai ke Jakarta.
“PT MHU telah terbukti melakukan penggusuran dan pengerusakan tanam tumbuh warga tanpa adanya pembebasan dan ganti rugi,” ungkap Koordinator Presidium AMMK Kaltim, Syamsu Arjaman, Kamis (9/12/2021) pagi.
Ia menyebutkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, Pasal 135 dan 136 mengatur bahwa pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan kegiatannya wajib mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah atau telah menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak.
Tikong, sapaannya, mengatakan, regulasi tersebut tidak dipatuhi oleh PT MHU dan pemerintah sebagai pemegang otoritas terhadap pemberian izin pertambangan telah lalai serta melakukan pembiaran yang berujung pelanggaran.
“Seharusnya pemerintah mampu memaksimalkan fungsi pengawasan dan pemberian sanksi agar para korporasi pertambangan tertib menjalankan aktifitas tambang dan kewajibannya,” ujar Tikong.
Kemudian PP No 55 Tahun 2010 tentang Pengembangan dan Pengawasan Penyelenggaraan dan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara Pasal 13 ayat 1 dan 2. Menteri sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPR, atau IUPK.
Selanjutnya Pasal 33 A
Ayat (1), pengawasan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan IUP, IPR, atau IUPK meliputi penyelesaian masalah pertanahan dan penyelesaian perselisihan.
“Kami dari AMMK Kaltim menganggap Menteri ESDM tidak mencerminkan asas penyelenggaraan pemerintahan negara yang baik. Sehingga Kementerian ESDM harus dievaluasi dan diaudit,” tegasnya.
Kemudian AMMK Kaltim meminta DPR RI agar bersikap sesuai dengan fungsi pengawasannya agar regulasi yang telah dibuat bisa terealisasi dengan baik.
“Potensi gratifikasi dan KKN di sektor pertambangan sangat besar sehingga perlu diusut tuntas setiap oknum yang terlibat agar tidak ada kebocoran penerimaan negara, tidak ada kriminalisasi hak-hak masyarakat serta kerusakan lingkungan,” tegasnya.
Tikong juga mengatakan, pihaknya akan meminta KPK RI untuk terlibat dalam audit sebagaimana gerakan nasional penyelamatan sumber daya alam yang selama ini telah dijalankan.
Berdasarkan Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batu Bara Pasal 50 ayat (1), pemegang IUP eksplorasi, IUPK eksplorasi, IUP operasi produksi, dan IUPK operasi produksi, yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan dikenakan sanksi administratif.
Sanksinya berupa peringatan tertulis; penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha; dan/atau pencabutan izin. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud diberikan oleh menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya.
Beberapa tuntutan AMMK Kaltim di antaranya sebagai berikut. Pertama, meminta klarifikasi dan pertanggungjawaban Menteri ESDM atas penyelesaian kasus penggusuran lahan dan tanam tumbuh warga oleh perusahaan tambang batu bara PT MHU.
Kedua, meminta penjelasan tertulis Menteri ESDM terhadap dasar hukum Perjanjian Pemanfaatan Lahan Bersama (PPLB) antara perusahaan tambang batu bara (PT MHU) dengan perusahaan perkebunan ( PT Budi Duta Agromakmur) sebagaimana ketentuan dalam perizinan pertambangan.
Ketiga, meminta Menteri ESDM agar mengevaluasi dan mengaudit kinerja Dirjen Minerba, Kepala Inspektur Tambang (KIT) atau Kepala Dinas ESDM dan Kepala Teknik Tambang (KTT) di wilayah kerja PT MHU, dan menyampaikan salinan hasil audit kepada AMMK Kaltim.
Keempat, meminta kepada Menteri ESDM agar membuat pakta integritas atau komitmen penyelesaian ganti rugi penggusuran dan pengrusakan tanam tumbuh warga oleh PT MHU sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kelima, pembayaran ganti rugi tanam tumbuh sesuai perhitungan teknis Dinas Perkebunan dan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kutai Kartanegara berdasarkan ketentuan Perbup Nomor 48 Tahun 2015.
Keenam, apabila tuntutan AMMK Kaltim tidak dipenuhi maka, mereka akan melanjutkan aksi demonstrasi di Istana Negara dan meminta keadilan kepada Presiden RI. (ar)