BERITAALTERNATIF.COM – Bambang Irawan mulanya tak memiliki hobi menulis. Meski begitu, saat ini dia telah menggeluti profesi wartawan selama 20 tahun.
Kini, dia menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) masa jabatan 2022-2025.
Bambang mengawali karier di dunia jurnalistik kala mendapatkan informasi lowongan pekerjaan di Koran Banjarmasin Post. Dalam lowongan tersebut, manajemen Tribun Kaltim mencari wartawan yang akan dilatih dan ditugaskan di Biro Balikpapan.
Dari hasil wawancara, psikotes, dan tes pendukung, Bambang dinyatakan lolos. Ia kemudian berangkat ke Balikpapan untuk mengikuti pelatihan sebagai wartawan Tribun Kaltim.
“Saya awalnya itu tidak kepikir juga bisa sampai ke Balikpapan. Ini cuma karena lowongan pekerjaan yang ada di Tribun Kaltim Balikpapan dan kami merintis dari awal,” ucap Bambang, Senin (6/2/2023).
Selama enam tahun berkiprah di Tribun Kaltim, dia ditempatkan di Samarinda dan Tenggarong. Kemudian dia mengundurkan diri dari media tersebut karena mendapatkan tawaran di koran lokal Tenggarong. Ia pun memutuskan untuk bergabung di Koran Kaltim.
Pada 2022, Bambang ditugaskan sebagai redaktur di Pusaranmedia.com, yang masih satu grup dengan Koran Kaltim. Dia juga masih bertugas di Koran Kaltim sebagai redaktur halaman. Sementara di Tribun Kaltim Biro Tenggarong, ia ditugaskan sebagai wartawan.
Sebagai alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Administrasi Negara Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Bambang mengaku tak memiliki ilmu khusus untuk menjadi wartawan.
“Lolos bergabung dengan Tribun Kaltim untuk penempatan di Balikpapan, ya sudahlah nekat aja gitu kita jadi wartawan yang sebenarnya tidak punya ilmu khusus, ilmu komunikasi atau ilmu jurnalistik segala macam, tetapi kita dibekali ilmu dari pelatihan,” jelasnya.
Kata dia, untuk menjadi wartawan profesional, seseorang harus membaca dan memahami Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan memiliki sertifikat Uji Kompetensi Wartawan.
“Kalau kita sudah punya tiga hal itu sebagai pegangan, saya pikir kita sudah layak menjadi wartawan yang profesional selama tiga hal itu dipegang teguh,” ucapnya.
Dia berharap wartawan-wartawan yang bertugas di Kukar bisa lebih banyak belajar dan rajin membaca agar memiliki wawasan luas.
Bambang menyarankan agar setiap wartawan sering membaca berita-berita yang telah diterbitkan oleh media-media besar seperti Tempo dan Kompas.
Dari sejumlah media ternama tersebut, wartawan dapat belajar metode penulisan, kalimat baku, kalimat tidak baku, hingga penyusunan berita.
“Teman-teman harus banyak belajar. Jangan hanya ketik berita langsung kita lempar ke redaktur. Kalau saya dulu, saya akan merasa bangga kalau berita saya itu tidak diedit. Berarti berita saya sudah betul gitu. Minimal saya baca dulu; saya pahami dulu,” ujarnya.
Pria yang gemar berolahraga dan masih aktif bermain futsal ini mengaku mendapatkan banyak pelajaran saat bertugas sebagai wartawan.
Sebagai pribadi yang pemalu, ia mengaku tak memiliki ilmu dan kemampuan komunikasi yang memadai. Namun, profesi wartawan mendorongnya untuk memperluas jaringan dan pertemanan.
Kata Bambang, wartawan ibarat Doraemon, yang mempunyai pintu di mana pun, sehingga wartawan bisa dengan mudah bertemu dan berkomunikasi dengan siapa pun.
Para wartawan, sambung dia, bisa dengan mudah bertemu dengan orang-orang yang berprofesi sebagai penjahat hingga penjahit.
“Jadi, saya pikir menjadi wartawan itu menyenangkan dan itu juga pekerjaannya superhero dan seperti Doraemon yang punya pintu ke mana saja,” katanya.
Salah satu duka dari pekerjaan sebagai wartawan, sambung dia, adalah dikejar deadline, narasumber yang sulit ditemui sehingga ia harus menunggu narasumber selama berjam-jam.
Dalam membangun jaringan dan pertemanan, Bambang menyarankan kepada setiap wartawan di Kukar tak menjadi wartawan telepon.
Setiap wartawan, kata dia, harus berusaha sungguh-sungguh untuk bertemu dengan narasumber, sehingga dapat membangun kedekatan emosional dan pribadi dengannya.
Bambang menegaskan, wartawan yang sering berhubungan lewat telepon dengan narasumber akan kesulitan membangun kedekatan emosional dan pertemanan dengan narasumber.
“Saya pikir kita juga berusaha untuk lebih dengan memberikan layanan servis yang bagus daripada wartel pagi-pagi dia sudah nelpon untuk berita. Lebih bagus kita ketemu langsung untuk membangun jejaring seperti pertemanan,” ucapnya. (*)
Penulis: Nadya Fazira
Editor: Ufqil Mubin