Kukar, Beritaalternatif.com – Desa-desa di berbagai kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) memiliki berbagai potensi, di antaranya sumber daya alam tak terbarukan, perkebunan, pertanian, peternakan, perikanan, serta berbagai sektor lainnya, yang dapat dikembangkan untuk membangun perekonomian masyarakat desa.
Politisi muda dari Partai Amanat Nasional (PAN) Kukar, Ramadhan mengatakan, setiap desa di Kukar tak hanya memiliki satu potensi di sektor tertentu.
Kata Madan, salah satu potensi yang belum digali secara serius di desa adalah sektor pariwisata. Pasalnya, Kukar memiliki banyak situs sejarah yang belum dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat desa dan Pemerintah Daerah (Pemda) Kukar.
Ia mencontohkan jejak sejarah di era penjajahan Belanda di Kecamatan Loa Kulu, salah satunya Gedung Magazijn. Bila obyek wisata tersebut dimanfaatkan secara maksimal, maka hal itu akan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat desa setempat. “Khususnya di satu wilayah kecamatan,” jelas Madan kepada beritaalternatif.com, Rabu (2/2/2022) sore.
Desa-desa di Kukar memiliki potensi yang bisa dikembangkan, dipasarkan, serta dijual untuk kesejahteraan masyarakat. Namun, selama ini “kekayaan” tersebut hanya dilihat sebagai potensi biasa semata.
Sementara di Jawa, kata dia, meskipun daerah-daerahnya tidak memiliki sumber daya alam yang tersedia, namun masyarakat dan pemerintah bisa bekerja sama untuk mengembangkan sektor pariwisata dan sumber daya manusia.
Pemetaan terhadap sektor-sektor potensial di Kukar, saran Madan, memang perlu dilakukan oleh Pemda Kukar. Kemudian, pemerintah mesti memiliki visi yang jelas dari segi perencanaan hingga pengembangan dan pemanfaatannya untuk kesejahteraan masyarakat serta pembangunan daerah.
Bila telah dipetakan untuk sektor tertentu, misalnya sektor pertanian, maka Pemda mesti fokus dalam membangun desa-desa di Kukar sesuai rencana pembangunan tersebut.
“Jangan sampai kawasan tertentu ditetapkan sebagai kawasan pertanian, tetapi dalam konteks pembangunannya itu kita arahkan untuk industri dan properti. Itu keliru. Padahal wilayah-wilayah tersebut sudah ditetapkan untuk kawasan pertanian,” jelasnya.
Jika telah dilakukan pemetaan potensi wilayah, maka Pemda perlu melibatkan masyarakat dalam proses pembangunan desa. Pasalnya, pelaksanaan program pembangunan dan pemberdayaan tanpa melibatkan masyarakat memerlukan dana besar.
Dukungan dari semua pihak, khususnya masyarakat desa, dalam berbagai bidang sangat diperlukan oleh pemerintah. Misalnya, kata Madan, pengembangan sektor pariwisata memerlukan dukungan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).
Setelah mendapatkan dukungan dari masyarakat, Pemda harus menyiapkan anggaran memadai untuk mendukung masyarakat dalam membangun berbagai sektor potensial semua desa di Kukar.
Selain itu, Pemda perlu mengalokasikan anggaran pembangunan infrastruktur pendukung untuk pengembangan desa-desa di Kukar. Madan mencontohkan pariwisata di Desa Kedang Ipil, Kecamatan Kota Bangun. Obyek wisata tersebut sangat potensial bagi daerah. Namun, infrastruktur jalan sebagai penghubung ke desa itu masih rusak.
Perbaikan jalan menuju obyek wisata inilah yang memerlukan dukungan dari Pemda Kukar. “Bagaimana bentuk dukungannya? Akses jalan menuju tempat pariwisata tersebut harus mendapatkan dukungan anggaran,” sarannya.
Sementara di sektor pertanian, jika pemerintah telah menetapkan kawasan tertentu sebagai sektor pertanian, maka infrastruktur pendukung seperti jalan usaha tani mesti mendapat perhatian serius dari Pemda Kukar.
Akses masyarakat tani menuju kawasan pertanian, kata Madan, harus lebih baik sehingga para petani bisa dengan mudah membawa pupuk, bibit, serta hasil panen mereka.
“Karena itu, optimalisasi dalam pengembangan suatu kawasan itu bisa betul-betul berjalan,” ucapnya.
Terkait sarana publik untuk mendukung pembangunan ekonomi masyarakat, alumni Fakultas Pertanian Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) ini mengatakan, Pemda Kukar perlu membangun pasar serta infrastruktur jalan dari dan menuju ke desa.
Selain itu, pelayanan publik di desa juga perlu diperhatikan. Hal ini bertujuan meningkatkan status desa dari sebelumnya desa tertinggal menjadi desa maju.
Pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kukar ini mengatakan, konsep pembangunan desa di Kukar relatif ideal. Namun, untuk mengukur kesuksesan pelaksanaan konsep tersebut perlu diukur perencanaan dan capaian pembangunan desa.
Idealnya, kata Madan, penyusunan perencanaan mesti disertai proses pelaksanaan dan evaluasi. Hal ini bermaksud untuk mengukur perencanaan tersebut telah berjalan atau belum berjalan sebagaimana mestinya.
“Apalagi jika dilihat masih ada desa yang tertinggal. Artinya, masih ada hal yang belum sempurna dalam proses penataannya,” ujar Madan.
Saat ini, lanjut dia, sebagian pemerintah desa masih menyontek konsep dari desa lain dalam menyusun konsep pembangunan. Mereka tidak merencanakan pembangunan berdasarkan potensi dan kearifan lokal dari masing-masing desa.
Madan menyebutkan, kearifan lokal setiap desa mestinya menjadi dasar bagi pemerintah dalam menyusun konsep dan pelaksanaan pembangunan. Apabila sebuah desa memiliki potensi di bidang perikanan, pemerintah tidak boleh memaksakan kehendak untuk mendorongnya sebagai kawasan perkebunan.
Begitu juga desa yang memiliki potensi perkebunan. Madan menyarankan, pembangunannya harus diarahkan ke kawasan perkebunan sehingga desa-desa di Kukar memiliki diversifikasi potensi.
Karena itu, produk-produk ekonomi yang dihasilkan bisa tumbuh beragam. Ia pun mengusulkan konsep one village, one product atau satu desa, satu produk. Hal ini bermaksud mengikis monopoli di sektor ekonomi.
“Misalnya, daerah pantai menghasilkan ikan; daerah tengah menghasilkan padi, dan daerah hulu menghasilkan bahan-bahan perkebunan dan kehutanan,” sarannya.
Ke depan, kata Madan, Pemda Kukar harus melakukan diagnosa secara tepat dan akurat terhadap berbagai potensi desa-desa di kabupaten kaya sumber daya alam ini.
Ia menyarankan agar penyusunan program sesuai dengan potensi dan masalah yang dihadapi setiap desa. Karenanya, visi dan programnya harus selaras.
“Jangan sampai visi Bupati A, kemudian penjabaran misinya tidak nyambung dari apa yang menjadi cita-cita pemimpin,” ucapnya.
Jika problem, potensi, dan hal-hal pendukung terhadap suatu kawasan perdesaan telah diurai, maka usaha selanjutnya adalah pengembangan desa. Langkah-langkah yang diambil dalam pembangunan harus dilakukan secara konsisten. “Tidak perlu cepat-cepat, tetapi perlahan dan pasti,” tegasnya.
Madan menyebutkan, Kukar disebut sebagai daerah yang pandai membangun, tetapi tak pandai merawat. Banyak hal yang telah dibangun pemerintah, namun akhirnya menjadi sumber pengeluaran daerah.
“Kenapa itu terjadi? Karena kawasan-kawasan yang sudah dibangun tersebut tidak bisa dikelola secara maksimal sehingga yang timbul bukan income, tetapi justru pengeluaran yang terus-menerus tanpa adanya pendapatan yang bisa mengimbangi pengeluaran,” sebutnya.
Atas dasar itu, dia kembali menekankan perlunya perencanaan dan pengelolaan yang matang terhadap arah pembangunan kawasan-kawasan perdesaan di Kukar.
Disinggung hal-hal yang harus dilakukan pemerintah desa dalam menggali serta membangun desa di Kukar, Madan mengatakan, setiap pemerintah desa perlu mengenali secara teliti potensi desa mereka.
Pasalnya, salah satu syarat dalam membangun desa adalah diperlukan pengetahuan yang memadai terkait situasi dan kondisi setiap desa. Karenanya, setiap kepala desa perlu melakukan analisis menggunakan berbagai alat, salah satunya analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats (SWOT).
Bila situasi dan kondisi desa sudah dikenali, maka langkah selanjutnya adalah pemerintah desa mesti menyusun serta merumuskan perencanaan pembangunan kawasan perdesaan.
Dalam menyusun rencana pembangunan, saran Madan, pemerintah desa sepatutnya memperhatikan kearifan lokal, sosio-kultural, budaya, dan aspek-aspek lain. Hal tersebut akan menciptakan keberagaman dalam pembangunan satu desa dengan desa lain.
“Kenapa tidak bisa diseragamkan? Tentu saja karena potensi satu desa dengan desa lainnya berbeda. Maka perlu dilakukan penyesuaian,” ujarnya.
Pembangunan desa juga mesti melibatkan masyarakat setempat. Langkah ini mesti diambil pemerintah desa demi mengantisipasi adanya masyarakat yang tidak mengerti pembangunan desa.
“Jangan sampai masyarakat sendiri tidak mengerti apa yang akan dibangun pemerintah sehingga mereka tidak bisa berperan banyak dalam proses pembangunan,” pungkas Madan. (*)
Penulis: Feirman Nour Rahman S.