BERITAALTERNATIF.COM – Ada beberapa sektor di Indonesia yang paling rentan terhadap resesi ekonomi global. Khususnya yang paling banyak bergantung pada ekspor, seperti batu bara hingga tekstil.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan Indonesia berpotensi kena dampak dari resesi global. Permintaan ekspor akan berkurang dari negara-negara yang masuk ke jurang resesi.
“Jadi yang lebih banyak bergantung pada pasar ekspor terutama ekspor ke negara-negara yang terkena resesi itu yang paling rentan,” kata Faisal, Rabu (28/9/2022).
Beberapa sektor yang diprediksi rentan terhadap resesi seperti batu bara. Namun, selama masih ada perang Rusia-Ukraina dan pesanan emas hitam masih tinggi, harga tidak akan turun terlalu signifikan.
“Untuk batu bara selama masih ada ketegangan politik di global kemungkinan harga tidak turun terlalu signifikan,” ujar Faisal.
Selain sektor batu bara, sektor otomotif pun berpotensi mengalami penurunan kinerja. Sebab, sebagian besar pasar otomotif adalah ke luar negeri.
Sektor tekstil dan alas kaki pun bakal ikut terdampak. Pasalnya, kedua sektor ini juga mengandalkan pasar ekspor ke AS.
Faisal menyebut AS memang menjadi salah satu tujuan ekspor produk Indonesia. Sebab itu, kalau ekonomi AS melemah, permintaan produk dari Indonesia pun akan turun.
Data Badan Pusat Statistik (BPS), AS menjadi negara tujuan ekspor terbesar kedua setelah China pada Agustus 2022. Nilai ekspor RI ke AS sebesar US$ 2,59 miliar atau 9,87 persen dari total ekspor.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menuturkan sektor investasi dalam negeri pun akan terpukul jika resesi global terjadi.
Menurutnya, tingkat inflasi yang lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi memberikan tekanan pada sektor riil. Tekanan di sektor riil tersebut membuat investor beralih ke aset-aset yang lebih aman.
Apalagi, kenaikan suku bunga acuan juga akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Masalahnya, kebijakan pengetatan moneter itu akan membuat bunga kredit semakin mahal.
Kalau sudah begitu, perusahaan biasanya akan mengurangi pengajuan kredit modal kerja ke perbankan demi mengurangi biaya utang. Dengan kata lain, banyak perusahaan yang berpotensi menunda rencana ekspansi, sehingga industri di dalam negeri berjalan lambat.
“Secara riil juga terjadi tekanan, investor akan masuk kepada aset-aset yang lebih aman,” kata Bhima.
Lebih lanjut, ia juga setuju dengan Faisal, sektor otomotif, elektronik, properti, industri pengolahan tekstil pakaian jadi dan alas kaki adalah yang paling terdampak.
Menurutnya, hal itu terjadi karena pelemahan daya beli masyarakat imbas naiknya harga barang. Sementara, pendapatan mereka tidak signifikan. Akibatnya, kelas menengah menahan diri untuk belanja dalam situasi resesi global.
Selain itu, booming harga komoditas mungkin segera berakhir dan mengakibatkan melemahnya kinerja ekspor serta pendapatan masyarakat di sektor pertambangan maupun perkebunan.
Bhima menambahkan, kenaikan suku bunga juga membuat permintaan KPR dan kredit kendaraan bermotor melambat.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan dunia jatuh ke jurang resesi tahun depan. Hal ini karena banyak bank sentral yang sudah mengerek suku bunga acuan demi menekan inflasi.
Bendahara negara itu menyoroti pertumbuhan ekonomi sejumlah negara mulai melambat pada kuartal II 2022. Beberapa di antaranya seperti Amerika Serikat (AS), Jerman, China, hingga Inggris.
Namun, ia masih percaya ekonomi RI baik-baik saja. Pasalnya, PDB RI tumbuh 5,44 persen pada kuartal II 2022 atau lebih tinggi dari kuartal I 2022 yang sebesar 5,01 persen. (*)
Sumber: CNN Indonesia