Search
Search
Close this search box.

Kemitraan dalam Rumah Tangga

Listen to this article

Oleh: Dr. Muhsin Labib*

Suami adalah pria berakal sehat & balig yang menerima ijab (dari wanita) sebagai pasangannya dalam hubungan sosial dalam sebuah kontrak (akad, aqad).

Istri adalah wanita berakal sehat yang berposisi pemberi ijab kepada pria yang menerima ijabnya dalam hubungan sosial via sebuah kontrak.

Advertisements

Nikah adalah lembaga sosial yang dibangun di atas kesepakatan yang diatur agama dengan segala konsekuensinya berupa hak-hak dan kewajiban masing-masing.

Nikah dimaknai secara berbeda, dengan perspektif keseteraan, mutualisme atau gradualisme seperti imam-makmum, pembeli-penjual dan sebagainya.

Pria yang telah menyatakan kabul (menerima) ijab dari wanita otomatis menerima kewajiban-kewajiban suami seperti menjamin kebutuhan-kebutuhan dasar istri.

Kebutuhan-kebutuhan dasar istri meliputi yang fisikal dan emosional (psikologis) dalam batas-batas yang ditetapkan hukum (syariat) secara rinci.

Wanita yang telah diterima ijabnya oleh pria yang jadi suami otomatis memikul tugas & kewajiban istri; memenuhi kebutuhan seksual suami.

Suami yang telah memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar istri dianggap memiliki sejumlah hak dasar seperti hak talak bila istri dipastikan tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya.

Bila suami dipastikan tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya, istri dapat menggunakan hak gugat cerai (khul’) sebagaimana diatur dalam hukum (syariat).

Istri hanya memikul tugas dan kewajiban pemenuhan kebutuhan biologis suami dalam batas proporsional. Suami memikul banyak kewajiban.

Mencuci pakaian peralatan dapur, memasak, membersihkan rumah dan kegiatan-kegiatan yang dianggap rutin IRT pada dasarnya bukan kewajiban istri.

Memasak dan lain-lain tidak termasuk dalam klausul akad nikah. Ia menjadi wajib dilakukan istri bila ditetapkan dalam perjanjian kesepakatan.

Bila istri tidak memasak dan kegiatan rumah lainnya, ia tak dianggap durhaka, karena tugas tunggalnya adalah memenuhi kebutuhan biologis suami.

Namun, istri yang hanya melaksanakan tugas tunggalnya, harus rela dipenuhi kebutuhannya oleh suami dengan standar minimal.

Bila istri melengkapi kewajiban tunggalnya dengan pelayanan masak dan lain-lain, suami akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan istri di atas standar minimal.

Ikatan sosial suami-istri tidak harus didasarkan pada cinta atau diawali dengan ungkapan cinta. Ia adalah buah saling memenuhi kebutuhan.

Hubungan suami istri bukan peleburan identitas masing-masing. Mereka adalah 2 entitas manusia dengan semua privasi dan identitasnya.

Tidak semua harta suami jadi milik istri dan sebaliknya. Infak isteri adalah kewajiban suami kecuali bila istri rela tidak diberi.

Karena terikat kontrak dan menyatakan siap kapan saja melaksanakan kewajiban tunggalnya, istri wajib minta izin suami untuk beraktivitas di luar rumah.

Ia wajib minta izin kepada suami bila keluar dari rumah bukan karena jadi hambanya tapi karena harus selalu siap melakukan kewajiban bila suami menuntut hak. (*Cendekiawan Muslim Indonesia)

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA