Search
Search
Close this search box.

Salah Kaprah dalam Pelaksanaan Program CSR di Kukar

Pengamat Corporate Social Responsibility dari Universitas Kutai Kartanegara Marthain menyampaikan materi tentang CSR dalam program Alternatif Akademi. (Berita Alternatif/Riyan)
Listen to this article

BERITAALTERNATIF.COM – Program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan-perusahaan di Kukar masih disalahpahami oleh sebagian masyarakat.

Pengamat CSR dari Universitas Kutai Kartanegara Marthain menjelaskan bahwa masalah CSR dapat dinilai dari sisi internal dan eksternal perusahaan.

Dari sisi internal, masih banyak perusahaan yang menjadikan CSR sebagai divisi buangan serta menempatkan orang-orang yang tidak kompeten dalam bidang tersebut.

Advertisements

Sementara itu, kata dia, secara eksternal muncul tuntutan publik yang cukup besar terkait CSR.

“Di mata masyarakat kita selama ini, mereka masih mengasumsikan CSR itu sebagai bagi-bagi duit,” terangnya sebagaimana dikutip dari program Alternatif Akademi yang ditayangkan di kanal YouTube Alternatif Talks pada Sabtu (4/5/2024).

Ia mencontohkan pelaksanaan CSR di salah satu perusahaan yang beroperasi di Kecamatan Loa Janan. Semula manajemen perusahaan itu memberikan uang Rp 500 ribu kepada setiap warga yang bermukim di sekitar wilayah kerja perusahaan. “Dan itu berlanjut sampai bertahun-tahun,” jelasnya.

Perubahan manajemen kemudian mendorong perusahaan tersebut menghentikan pemberian uang tunai kepada warga.

Perusahaan itu, sebut Marthain, menjalankan CSR berdasarkan program yang diajukan warga setempat.

Dia menyebut perusahaan itu menerima usulan program di berbagai bidang, salah satunya di bidang peternakan.

Perusahaan memberikan bantuan lewat CSR berdasarkan proposal yang diajukan warga. Proposal itu bisa berbentuk permohonan bantuan bibit, pelatihan, dan pengembangan kompetensi warga.

Ia menilai cara demikian tergolong efektif meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kukar dibandingkan pemberian uang secara tunai.

“Kalau yang by money itu kan membuat masyarakat jadi kecanduan itu, dan itu terjadi di situ,” jelasnya.

Namun, cara demikian tak selalu diterima dengan baik oleh warga di sekitar perusahaan tersebut. Mereka menolak kebijakan baru perusahaan itu.

“Kenapa diganti ke projek? Kami sudah nyaman selama ini dikasih Rp 500 ribu per bulan tiba-tiba diubah kayak gitu. Orang sudah biasa di zona nyamanya diganggu,” sebutnya. (*)

Penulis: Ulwan Murtadho

Editor: Ufqil Mubin

Advertisements

Kunjungi Berita Alternatif di :

Bagikan

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements

BERITA ALTERNATIF

POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA