BERITAALTERNATIF.COM – Kepala Satuan Pengawas Internal PT Migas Mandiri Pratama Kalimantan Timur (PT MMPKM) Abdul Azis Muslim memberikan penjelasan sekaligus meluruskan miskonsepsi yang beredar di masyarakat terkait Participating Interest (PI) 10% yang diberikan PT Pertamina Hulu Migas (PT PHM) kepada PT MMPKM.
Dia menegaskan pentingnya pemahaman yang tepat mengenai PI agar tidak timbul spekulasi dan pemahaman yang salah di tengah-tengah masyarakat Kaltim.
“PI itu kan barang baru. Persepsi yang berkembang banyak bahwa PI itu adalah pemberian atau PI itu tidak diurus pun dapat, dan kemudian juga berkembang. PI itu pasti untung,” ujarnya pada Senin (25/11/2024).
Ia menyatakan bahwa PI bukanlah suntikan dana segar, melainkan hak kepemilikan aset yang sejak awal merupakan modal yang ditanggung oleh Kontraktor Kerja Sama (KKS).
PI, sambung Aziz, bukanlah hadiah ataupun keuntungan yang datang tanpa disertai usaha, namun hak sekaligus kewajiban yang harus dijalankan oleh PT MMPKM sebagai kontraktor wilayah.
“Sesungguhnya kita bukan in cash di perjanjian itu, tapi in kind. Jadi, kita terimanya dalam bentuk barang berupa minyak dan gas,” jelasnya.
“Jadi, barang, minyak, gas, kita dapet. Kalau pemerintah provinsi bilang kami kelangkaan bahan bakar misalnya, kita buat refinery. Buat sendiri; mengolah sendiri untuk penyaluran di Kaltim,” ungkapnya.
Dia menyebut PI 10% yang diberikan kepada kontraktor wilayah kerja migas seperti PT MMPKM dibebankan hak dan kewajiban tertentu seperti yang termuat dalam perjanjian awal dengan kontraktor.
Sebelum proposal pengambilalihan PI dicairkan, sambung Aziz, korporasi yang ditunjuk oleh Pemprov Kaltim sebagai kontraktor wilayah wajib membagi keuntungan hasil pengelolaan untuk dikembalikan kepada KKS serta disetorkan secara berkala kepada pemerintah daerah.
“Sesuai dengan Perda, kita menyetorkan 55 persen. Artinya, kita dari laba 55 persen disetorkan kepada Pemerintah Provinsi. Tentu lagi-lagi tidak berjalan mulus,” katanya.
Hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi PT MMPKM. Sebab, selain dibebankan kewajiban pengembalian keuntungan dan penyetoran modal, kondisi perusahaan yang diterpa banyak masalah dapat memengaruhi administrasi dan keuangan perusahaan.
Sejak didirikan pada 2010, dia mengungkapkan, PT MMPKM menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan keuangan. Modal awal Rp 160 miliar digunakan untuk operasional dan pengembangan bisnis, sementara perusahaan belum menerima hak dalam pengelolaan PI.
PT MMPKM juga diterpa sejumlah masalah karena berurusan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyampaikan temuan penyalahgunaan keuangan. Temuan Tindak Pidana terhadap Keuangan Negara (TPTGR) ini berpotensi menjadi masalah serius bagi perusahaan. Namun, setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan oleh BPK, PT MMPKM lolos dari tudingan tersebut.
Setelah pemeriksaan lebih lanjut, BPK menyimpulkan bahwa perusahaan tersebut tak melakukan penyalahgunaan keuangan, melainkan digunakan untuk pengembangan perusahaan.
“Selain itu, kita sampaikan TPTGR itu sesungguhnya tidak berlaku untuk korporasi. TPTGR itu berlaku untuk bendaharawan atau pegawai negeri,” terangnya.
Setelah PT mendapatkan keuntungan PI, langkah strategis untuk mengembangkan laba pun mulai dipikirkan oleh dewan direksi.
Aziz menegaskan bahwa PI merupakan aset yang harus dikelola dengan cermat untuk menghasilkan keuntungan optimal dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Keberhasilan dalam pengelolaan PI, kata dia, tidak hanya diukur dari laba yang besar saat itu, namun juga dari kemampuan perusahaan untuk menggali peluang usaha baru yang dapat mendukung perkembangan usaha di masa depan.
Supaya tak tergantung penuh pada laba PI, keuntungan PT MMPKM diinvestasikan ke lima anak perusahaan untuk memperkuat dan mendapat profit yang lebih maksimal.
Suntikan modal yang diinvestastkan kepada anak perusahan PT MMPKM meliputi bisnis-bisnis strategis yang menyangkut transportasi migas dan pengangkutan limbah.
Dengan cara ini, perusahaan tersebut tak bergantung penuh pada keuntungan PI, tetapi juga pada kegiatan usaha lain yang menyokong bisnisnya.
“Di hilir, kita menjadi transportir migas. Jadi, kita mengangkut minyak dari Petraniaga ke customer-nya. Dan kita mendapatkan pembayarannya di situ,” ucapnya.
Sebelum penerbitan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 37 Tahun 2016, mekanisme pembayaran dan penyetoran PI masih belum jelas, yang menyebabkan ketidakpastian dalam pengelolaan usaha.
Setelah pemberlakuan Permen tersebut, skema pembiayaan dan pembayaran menjadi lebih terstruktur, yang memungkinkan perusahaan mengembalikan investasi awal PI yang ditanggung oleh kontraktor secara bertahap lewat keuntungan produksi.
Ia berharap PT MMPKM dapat berkembang lebih baik dan memberikan kontribusi besar kepada pemerintah daerah, baik melalui pajak, CSR, maupun program-program pembangunan daerah lainnya.
“Kita sudah memberikan kontribusi setelah kita dapat di 2018 itu sekitar 400-an miliar. Kita setorkan kepada Pemerintah Provinsi. Kemudian kepada negara (all tax) yang kita berikan sekitar Rp 1,3 triliun,” pungkasnya. (*)
Penulis: Ulwan Murtadho
Editor: Ufqil Mubin