Oleh Ibrahim Amini*
Anak memerlukan cinta dan kasih sayang orang tua. Namun sayangnya, beberapa orang tua memanfaatkan hal ini untuk tujuan-tujuan mereka. Mereka meminta anak melakukan hal tertentu agar ibu mencintainya. Atau memintanya tidak melakukan hal tertentu. Karena kalau tidak, ibu tak akan mencintainya.
Tak diragukan, hal ini dapat berpengaruh dalam mengendalikan perilaku anak. Namun, bila siasat ini terus berlanjut dalam waktu lama, maka akan bisa berakibat buruk. Anak akan terbiasa melakukan sesuatu hanya demi menyenangkan orang tua, bukan untuk memperoleh manfaat bagi dirinya dan masyarakat. Ia hanya berpikir bahwa pekerjaannya hanya untuk menyenangkan seseorang semata. Ia tak menyadari bahwa pekerjaannya itu sebenarnya bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat dan umat manusia secara umum.
Banyak orang tua yang lebih mementingkan pribadi ketimbang kebaikan bagi masyarakat. Akhirnya, anak mereka pun menjadi penjilat, munafik, dan penipu. Karena, tujuan hidupnya adalah menyenangkan orang lain, dengan cara apa pun.
Oleh karena itu, pendidik yang pintar dan bijaksana tidak akan menggunakan cinta dan kasih sayang untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi.
Terdapat orang tua yang mencintai anaknya sedemikian rupa sehingga tak menyadari apa yang baik dan yang buruk bagi pengasuhan anaknya. Saat mereka melihat kesalahan anaknya, atau saat orang lain memberitahukan kesalahan anaknya, mereka kontan mengabaikannya agar tidak membuat anaknya tak nyaman.
Anda pasti pernah melihat anak yang menyakiti anak lain, mengganggu orang, memecahkan kaca jendela tetangga, dan menggunakan kata-kata buruk pada orang lain. Namun sayangnya, beberapa orang tua anak semacam ini tidak hanya mengabaikan perbuatan anaknya itu; mereka bahkan memperlihatkan senyum manis seolah-olah tak ada kejadian yang salah.
Dengan begitu, secara tak langsung, mereka turut berperan dalam kelakuan buruk anaknya itu. Mereka telah melakukan perbuatan yang merugikan anak mereka sendiri.
Pengasuhan keliru ini jelas tak diperbolehkan Allah Swt. Cinta pada anak bukan berarti orang tua harus menutup mata terhadap norma-norma pengasuhan yang baik.
Orang tua yang baik adalah yang mampu menggabungkan cinta dan pengasuhan yang baik. Mereka mencintai anaknya sembari bersikap realistis terhadap tingkah laku si anak. Mereka mengoreksi kesalahan anak secara bijak.
Mereka membuat anak menyadari bahwa dirinya tak bisa begitu saja melakukan kesalahan. Ia dibuat mengerti akan kenyataan bahwa orang tuanya mencintainya dengan perbuatan baik yang dilakukannya, dan ia bisa saja dihukum untuk kesalahan yang dilakukannya.
Orang tua harus menyadari bahwa anak akan tumbuh dewasa dan akan berinteraksi dengan orang lain dalam masyarakat. Bila disebabkan cinta berlebihan kepadanya membuat mereka lalai melatihnya dengan norma-norma perilaku yang baik, maka si anak tidak akan diterima di masyarakat dan orang lain pun akan menghindari atau bahkan memusuhinya.
Mesti diingat bahwa orang lain tak akan bisa seperti orang tua, yang dapat menutup mata terhadap setiap kesalahan anak dan terus mencintainya. Karena dalam masyarakat, seseorang diterima hanya disebabkan perilaku baiknya.
Imam Muhammad Baqir berkata, “Seburuk-buruk ayah adalah yang mencintai anaknya secara berlebihan.
Imam Ali bin Abi Thalib berkata, “Seseorang yang mengajarkan perilaku baik, kesalahannya akan terkurangi.”
Imam Muhammad Baqir berkata, “Ayahku, Imam Zainal Abidin, suatu hari melihat seseorang sedang berjalan dengan anaknya. Saat itu, sang anak secara tak sopan merangkulkan lengannya ke pundak sang ayah. Ayahku sangat kesal terhadap kekurangajaran anak itu, sehingga beliau pun tak pernah berbicara dengannya seumur hidup.”
*)Penulis adalah Tokoh Pendidikan Islam
(Disarikan dari buku Principles of Upbringing Children, Penerjemah Inggris : Syed Tahir Bilgrami, Penerjemah Indonesia : Muhammad Anis Maulachela, Penyunting : Dede Azwar Nurmansyah, via website: ibrahimamini.com)