Search
Search
Close this search box.

Sayid Ali Huseini Khamenei: Dari Hauzah, Penjara ke Penjara, hingga Wali Fakih

Sayid Ali Huseini Khamenei merupakan Pemimpin Revolusi Islam Iran yang kerap menyuarakan perlawanan terhadap imperialisme Barat. (Istimewa)
Listen to this article

BERITAALTERNATIF.COM – Sayid Ali Huseini Khamenei merupakan salah seorang Marja’ Taqlid mazhab Syiah dan pemimpin (rahbar) kedua dari negara Republik Islam Iran.

Sebelum terpilih sebagai rahbar pada tahun 1989, ia pernah menjabat sebagai presiden selama dua periode serta pernah duduk di parlemen.

Selain itu, ia juga pernah menjadi Imam Jumat Kota Teheran secara resmi. Setelah Revolusi Islam Iran, ia merupakan salah seorang ulama yang paling berpengaruh di Kota Masyhad.

Advertisements

Pemikiran-pemikiran Ayatullah Khamenei terangkum dalam sebuah karya yang komprehensif dengan judul “Hadits Wilayah.”

Beberapa buku secara tematis disusun dan diterbitkan berasal dari ceramah-ceramah dan pesan-pesannya.

Selain itu, beberapa karya tulis yang mencakup tulisan dan terjemahannya juga telah diterbitkan. Tulisan yang paling rinci dan luas adalah berkenaan tentang sistem pemikiran universal Islam dalam Alquran.

Terjemahannya yang paling masyhur adalah berkenaan dengan Arbitrasi atau Perdamaian Imam Hasan.

Kritikan yang tegas terhadap Qameh Zani (melukai bagian tubuh dengan benda tajam) dalam acara memperingati kesyahidan Imam Husain dan sebagian bentuk duka dan takziah (penyelenggaraan duka dan kesedihan atas kesyahidan Imam Husain).

Di samping itu, ia juga mengeluarkan fatwa keharaman menghina hal-hal yang dianggap suci dan sakral oleh mazhab Ahlusunah. Kedua fatwa ini terhitung sebagai fatwa-fatwa yang terkenal dan berpengaruh di dunia Islam.

Istilah-istilah invasi budaya dan kebangkitan Islam, merupakan konsep-konsep yang selalu ada dalam setiap ceramah dan pidato yang sudah masuk ke dalam kamus politik dan sosial Iran.

Ayatullah Khamenei memiliki latar belakang sastra dan banyak mengenal genre-genre sastra yang ada. Sehubungan dengan syair, ia juga menggubah dan membacanya.

Mengkaji buku-buku sejarah yang valid (muktabar), merupakan salah satu program kajian rutinnya, sehingga ia sangat menguasai kajian-kajian dan tema-tema sejarah kontemporer.

Kelahiran dan Keturunan

Ayatullah Khamenei lahir pada 29 Farvardin 1318 S atau bertepatan dengan 19 April 1939 M dari keluarga ruhaniawan di Kota Masyhad.

Ayah Ayatullah Khamenei yang bernama Sayid Jawad Khamenei (w. 1986) juga merupakan salah satu ulama dan mujtahid di zamannya yang lahir di Kota Najaf dan di masa kecil, ia ikut bersama keluarganya berhijrah ke Kota Tabriz.

Sekitar tahun 1336 Hijriah, ia pindah ke Kota Masyhad. Setelah beberapa tahun tinggal di Najaf dan setelah menyelesaikan pelajarannya pada sebagian ulama besar seperti Mirza Muhammad Husain Naini, Sayid Abul Hasan Isfahani dan Agha Dhiya’ al-din Iraqi.

Usai menerima gelar mujtahid, ia kembali ke Iran dan menetap di Kota Masyhad. Selain aktif mengajar, ia juga menjadi Imam Masjid Shiddiqi pasar Masyhad (masjid orang-orang Azarbaijan). Ia juga termasuk salah satu imam dari Masjid Jami’ Ghouharshad.

Khadijah Mirdamadi (w. 1986) yang merupakan ibunda Ayatullah Khamenei merupakan seorang wanita yang zuhud, komitmen dengan hukum-hukum syariat dan tindakan amar makruf dan nahi munkar serta menguasai Alquran, hadis, sejarah dan sastra.

Datuk besar Ayatullah Khamenei yang bernama Sayid Muhammad Huseini Tafreshi, nasab dan keturunannya sampai kepada para Sayid Afthasi. Silsilah keturunan para datuknya sampai kepada Sultan al-Ulama Ahmad yang terkenal dengan Sultan Sayid Ahmad, yang melalui lima generasi sampai kepada Imam Sajjad.

Kakek beliau adalah Sayid Husain Khamenei (sekitar 1259-20 Rabiul Awwal 1325 H.) termasuk ulama di zaman konstitusi yang pernah berguru kepada Sayid Husain Kuhkamari, Fadhil Irwani, Mirza Baqir Syakki dan Mirza Muhammad Hasan Syirazi.

Sepulang dari Najaf ke Tabriz, beliau langsung menjadi tenaga pengajar di madrasah Thalibiyah dan menjadi imam jamaah di masjid jami’ kota tersebut.

Syekh Muhammad Khiyabani yang termasuk ruhaniawan pejuang dan mujahid di masa Konstitusi (Masyrutha) adalah menantu dan murid dari Sayid Husain Khamenei.

Sayid Muhammad Khamenei (Sya’ban 1353 H) masyhur dengan nama Peighambar, yang merupakan paman dari Ayatullah Khamenei adalah murid dari Akhund Khurasani dan Syariat Isfahani yang juga termasuk sebagai pendukung konstitusi.

Ayatullah Sayid Hasyimi Najaf Abadi (Mirdamadi) (1924-2001 M) adalah kakek dari pihak ibu Ayatullah Khamenei (termasuk keluarga dari Mirdamad, filsuf terkenal di masa Safawiyah) termasuk murid dari Akhund Khurasani dan Mirza Muhammad Husain Naini yang terkenal sebagai ulama dalam bidang tafsir Alquran dan merupakan imam jamaah Masjid Gauharsad.

Ia juga termasuk ulama yang sangat perhatian terhadap tindakan amar makruf dan nahi munkar, karena disebabkan oleh kritikannya terhadap pembunuhan masyarakat di Masjid Gouharsad pada masa Reza Shah, dia pun diasingkan ke Kota Semnan.

Dari jalur ibu, Ayatullah Khamenei sampai ke Muhammad Dibaj putra dari Imam al-Shadiq.

Latar Belakang Pendidikan

Sebelum dan setelah Revolusi Islam Iran, Sayid Ali Khamenei acap mendampingi Imam Khomeini. (Istimewa)

Sayid Ali Khamenei memulai proses belajarnya pada umur empat tahun di Maktab Khaneh dengan mempelajari Alquran. Berbarengan dengan masa sekolah menengah pertamanya, ia juga mulai mempelajari qira’ah dan tajwid dari para qori’ di Kota Masyhad.

Di akhir-akhir masa sekolah menengah pertama, ia sudah mulai memasuki masa mukadimah hauzah. Kemudian melanjutkan pendidikan ilmu-ilmu Islam di Madrasah Salman Khan dan menyelesaikan jenjang Sutuh di madarasah Nawab dan belajar sebagian ilmu mukadimah dan sutuh bersama ayahnya setelah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama.

Pada tahun 1955, ia sudah mulai belajar Bahstul Kharij bersama Ayatullah Sayid Muhammad Hadi Milani. Pada tahun 1957, ia bersama keluarga berangkat menuju Kota Najaf dan mengikuti pelajaran-pelajaran para guru besar di Hauzah Ilmiyah Najaf, akan tetapi disebabkan sang ayah tidak mau berlama-lama di kota tersebut, ia pun mengikuti sang ayah kembali ke Kota Masyhad.

Kemudian ia melanjutkan belajarnya kepada Ayatullah Milani untuk jangka waktu satu tahun. Pada tahun 1958, ia berangkat ke Kota Qom untuk melanjutkan pendidikannya.

Ayatullah Khamenei pada tahun 1964 disebabkan sakit penglihatan yang diderita oleh sang ayah, meninggalkan Kota Qom dan kembali ke Masyhad agar bisa membantu ayahnya dan kembali mengikuti pelajaran Ayatullah Milani sampai tahun 1970.

Semenjak pertama tinggal di Kota Masyhad, ia sudah mulai sibuk mengajar tingkatan tinggi (sutuhe ‘ali) fiqih dan ushul fiqih (kitab Rasail, Makasib dan Kifayah) dan mengadakan kajian-kajian tafsir untuk masyarakat umum.

Pada tahun 1968, ia mulai mengajar pelajaran khusus tafsir bagi para pelajar (Thalabah) ilmu-ilmu agama. Pelajaran tafsir ini berlanjut sampai tahun 1977 sebelum akhirnya beliau ditangkap dan diasingkan ke Kota Iranshahr.

Kajian-kajian tafsirnya kembali berjalan di masa-masa menjabat presiden dan terus berlanjut terus pasca jabatan kepresidenan.

Setelah menduduki jabatan Pemimpin Tertinggi Islam (Rahbar) pun, pada tahun 1990 ia mulai mengajar Bahstul Kharij fiqih sampai sekarang dan telah memasuki bab-bab jihad, Qishosh Makasib Muharromah dan Namaz Musafir.

Aktifitas Sosial Politik

Titik awal masuknya Rahbar pada aktifitas politik dan perlawanan terhadap sistem kerajaan Pahlevi adalah pertemuan beliau dengan Sayid Mujtaba Nawwab (Mirluhi) di Kota Masyhad pada Februari 1963 (Bahman 1341). Juga tahun 1964 yang ketika itu dia bertugas sebagai penyambung pesan Imam Khomeini kepada Ayatullah Milani.

Pada tahun 1962 M Ayatullah Khamenei banyak melakukan ceramah anti keputusan-keputusan pemerintah zaman itu ketika berkunjung ke Kota Birjan.

Oleh karena itulah pada 2 Juni 1962 (12 Khurdad 1342 S) atau bertepatan dengan 7 Muharram  1383 H beliau ditangkap dan dipenjara di salah satu penjara Masyhad.

Ketika dia sudah bebas dari penjara, Ayatullah Muhammad Hadi Milani pun datang untuk mengunjunginya. Dia adalah salah seorang di antara para rohaniawan yang pada 1 Januari 1964 (11 Dey 1342 S) mengirim telegram kepada Ayatullah Sayid Mahmud Thaliqani, Mahdi Bazarghan dan Yadullah Sahabi yang dipenjara karena pembelaan mereka terhadap Imam Khomeini.

Pada masa itu juga, berkat pengarahan darinya, para pelajar Kota Khurasan yang belajar di hauzah ilmiyah Qom menulis dan menyebarkan surat kepada Hasan Ali Mansur sebagai sebuah protes atas berlanjutnya tekanan terhadap Imam Khomeini. Di antara para pelajar tersebut adalah Rahbar, Abul Qasim Khuz Ali, dan Muhammad Ebai Khurasani.

Pada Februari 1964 (Bahman 1342 S) bertepatan dengan bulan Ramadhan tahun 1380 H, Ayatullah Khamenei berangkat ke Kota Zahedan untuk melakukan tabligh dan penjelasan seputar masalah-masalah kebangkitan Islam.

Karena ceramah-ceramahnya di masjid-masjid Kota Zahedan, ia pun ditangkap dan dipindahkan ke penjara Qazl Qel’eh. Pada 4 Maret 1964 (14 Esfand 1342 S) ia keluar dari penjara dan pada musim gugur tahun 1965 ia pulang dari Kota Qom ke Masyhad.

Ayatullah Khamenei adalah salah seorang dari anggota “Kelompok Dua Belas” bersama tokoh-tokoh seperti Abdurrahim Rabbani Syirazi, Muhammad Hussini Beheshti, Ali Faiz Mishkini, Ahmad Azari Qummi, Ali Qudusi, Akbar Hashemi Rafsanjani, Sayid Muhammad Khamenei dan Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, di mana kelompok ini dibentuk dalam rangka memperkuat pembenahan hauzah ilmiyah Qom dalam rangka perlawanan terhadap rezim Pahlevi.

Untuk beberapa waktu dia juga menjabat sebagai imam jamaah di masjid Amirul Mukminin Kota Teheran. Ketika terjadi penangkapan dan pengasingan terhadap Ayatullah Sayid Hasan Qummi pada April 1967 (Farwardin 1346) disebabkan ceramah anti rezim pemerintah yang disampaikannya di Masjid Gouharshad, Ayatullah Khamenei pun meminta kepada Ayatullah Milani untuk melakukan protes.

Pada 3 April 1967 (14 Farwardin 1346 S) dalam upacara pengusungan jenazah Ayatullah Syekh Mujtaba Qazwini, ia kembali ditangkap dan pada 17 Juli (26 Tir) di tahun yang sama dia dibebaskan. Dalam beberapa kesempatan, ia juga pergi mengunjungi para tahanan politik di Kota Teheran.

Ketika terjadi gempa bumi dan kehancuran di timur Kota Khurasan pada 31 Agustus 1978 (9 Shahriwar 1357 S), para rohaniawan Kota Khurasan di bawah pimpinan Ayatullah Khamenei pergi ke Kota Firdaus dalam rangka memberikan bantuan dan renovasi korban gempa bumi.

Kesempatan ini digunakannya untuk melakukan aktivitas politiknya dalam majelis-majelis dan mimbar-mimbar serta dalam acara-acara keagamaan. Aktivitas inilah yang mengakibatkan ia diberhentikan dari aktivitas ini dan keluar dari Kota Firdaus.

Walaupun dengan berbagai macam tekanan, ia selalu melakukan korespondensi dengan sebagian rohaniawan pejuang seperti Sayid Mahmud Thaliqani, Sayid Muhammad Reza Saidi, Muhammad Jawad Bahonar, Muhammad reza Mahdawi Kani, Murtadha Muthahari, Akbar Hashemi Rafsanjani dan Fadhlullah Mahallati di Kota Masyhad dan Teheran dan sering menghadiri banyak pertemuan para ulama dan rohaniawan pejuang Teheran ketika dia tinggal di Kota Masyhad.

Pada tahun 1969 (1348 S) ia diundang ke Kota Teheran dalam rangka menjelaskan kajian-kajian yang berpengaruh dalam perjalanan perjuangan dengan mengkritisi ceramah-ceramah sebagian aktifis politik Islam di Kota Teheran seperti di Huseiniyah Irsyad dan masjid Al-Jawad Teheran.

Dengan wafatnya Ayatullah Sayid Muhsin Hakim pada bulan Khurdad tahun 1970 (1349 S), Ayatullah Khamenei melakukan usaha lebih untuk memperkuat ke-Marja’-an Imam Khomeini sebagai Marja’ Taqlid A’lam (yang paling alim).

Pada 24 September 1970 (2 Mehr 1349 S) ia ditangkap dan dikurung di penjara Laskar Khurasan. Pada bulan Murdad tahun 1971 (1350 S) ia dipanggil oleh Savak (Lembaga Intelejen Pemerintah Iran Rezim Syah) Masyhad dan untuk beberapa waktu ditahan di penjara Laskar Khurasan sehingga ia tidak bisa aktif dalam acara ulang tahun ke dua ribu lima ratus. Acara pesta ke dua ribu lima ratus ini telah diharamkan oleh Imam Khomeini.

Setelah bebas dari tahanan, di tahun itu juga ia ditahan sebanyak dua kali, di mana pada penahanan yang kedua ia dituduh melakukan aktivitas subversif dalam negeri dan divonis tiga bulan penjara.

Setelah bebas dari tahanan ia mulai memperluas aktivitas-aktivitas politik dan sosialnya serta melanjutkan kegiatan mengajar dan kajian tafsir beliau di Madrasah Mirza Ja’far, Masjid Imam Hasan, Masjid Qiblat dan juga di rumahnya.

Pada tahun 1973 dia memindahkan tempat salat berjamaah dan pengajaran tafsirnya ke Masjid Karamat. Akan tetapi setelah beberapa waktu menteri keamanan waktu itu melakukan pelarangan mengadakan salat berjamaah di masjid tersebut.

Di tahun 1974, ia menyampaikan ceramahnya di Masjid Jawid Teheran berkat undangan dari Ayatullah Muhammad Mufattih. Pada tahun 1973, ia ditahan dan kali ini ditahan di penjara Komite Bersama Anti Kerusakan di Teheran.

Di tahanan ini, ia tidak mendapatkan izin untuk bertemu seorang pun dan mereka tidak memberikan berita kepada keluarganya mengenai kondisi dan tempat penahanan.

Pada 24 Agustus 1975 (2 Shahriwar 1354 S) Rahbar bebas dari tahanan, akan tetapi masih tetap dalam pengawasan petugas keamanan dan dilarang untuk melakukan salat berjamaah, ceramah, mengajar dan kajian-kajian tafsirnya, bahkan di rumahnya sendiri. Namun, ia tetap melakukan kajian tafsir dan kegiatan-kegiatannya dengan cara sembunyi-sembunyi.

Ketika Dr. Ali Syariati wafat pada 18 Juni 1977 (29 Khurdad 1356), Ayatullah Khamenei ikut hadir dalam acara memperingati wafatnya dan juga mengadakan acara untuk wafatnya Ayatullah Sayid Mushtafa, putra Imam Khomeini, bersama para aktifis lain pada 27 Oktober (6 Aban) yang diselenggarakan di Masjid Mulla Hasyim.

Ia divonis oleh komisi keamanan masyarakat Kota Khurasan untuk diasingkan ke Kota Iranshahr selama tiga tahun di mana petugas keamanan pada 13 Desember 1977 (23 Azar 1356) menggeledah rumahnya dan menangkap serta memindahkannya ke Kota Iranshahr.

Setelah Kemenangan Revolusi Islam Iran

Setelah Imam Khomeini pergi ke Perancis, atas usulan Sayid Ali Khamenei, terbentuklah Syura-e Inqilab (Dewan Revolusi) pada awal-awal bulan November 1978 (Aban 1357 S) dan anggotanya secara bertahap dipilih oleh Imam Khomeini.

Anggota-anggota pertama dari lembaga ini adalah Murtadha Muthahari, Sayid Muhammad Husain Beheshti, Sayid Abdul Karim Musawi Ardabili, Muhammad Reza Mahdawi Kani, Sayid Ali Khamenei, Muhammad Jawad Bahonar dan Akbar Hasyemi Rafsanjani.

Ayatullah Khamenei di akhir-akhir bulan Dey (Januari 1978) hadir di pertemuan-pertemuan tersebut. Lembaga tersebut di masa-masa itu memiliki peran mengambil keputusan-keputusan penting berkenaan dengan perlawanan terhadap rezim syah.

Di antara langkah Dewan Revolusi adalah mengadakan pembicaraan dengan para pejabat pemerintahan Pahlevi serta para pejabat luar negeri, membentuk komite penyambutan Imam Khomeini, dan memperkenalkan Mahdi Bazarghan sebagai pemimpin pemerintahan sementara kepada Imam Khomeini.

Sementara tanggung jawab yang diemban oleh lembaga ini setelah terjadi revolusi antara lain adalah merumuskan undang-undang di masa absennya lembaga legislatif, melaksanakan sebagian dari tugas lembaga eksekutif setelah terbentuknya pemerintahan sementara dan Syura-e Inqilab ini pada November 1979 (Tir 1358) melaksanakan seluruh tugas eksekutif setelah pengunduran diri sementara pada 5 November 1979 (14 Aban 1358 S).

Ayatullah Khamenei menjadi anggota tetap sampai akhir masa aktivitas lembaga ini pada 20 Juli 1980 (29 Tir 1359 S). Ia berpendapat bahwa lembaga Syura-e Inqilab harus terdiri dari perwakilan seluruh lapisan masyarakat.

Masalah-masalah berkenaan dengan Kurdi, Sistan Balucistan dan daerah-daerah lain di negara Iran serta pentingnya menjaga kesatuan, merupakan tugas-tugas penting lain yang harus jadi prioritas dalam lembaga Syura-e Inqilab.

Di akhir bulan Juli 1979 (Tir 1358 S), Ayatullah Khamenei terpilih sebagai wakil urusan-urusan revolusi menteri pertahanan juga sebagai anggota di komisi para menteri keamanan yang bertugas sebagai penanggung jawab seluruh urusan-urusan militer, kepolisian, dan keamanan.

Tugas-tugas lain yang beliau emban dari pihak Syura-e Inqilab adalah bertanggung jawab pusat dokumentasi dan ketua Militer Sepah Pasdaran revolusi Islam pada 24 November 1979 (3 Azar 1358 S).

Pada 24 Februari (5 Isfand) beliau mengundurkan diri dari ketua Militer Sepah Pasdaran karena dia mencalonkan diri dalam pemilu tahap pertama Majelis Syura Islami (DPR Iran).

Mulai dari masa-masa menjelang kemenangan revolusi Islam dan sampai setelahnya, Ayatullah Khamenei banyak melakukan aktivitas pembentukan komunitas revolusi bersama Sayid Muhammad Husaini Beheshti, Akbar Hashemi Rafsanjani, Sayid Abdul Karim Musawi Ardebili, dan Muhammad Jawad Bahonar.

Komunitas ini dinamakan dengan partai Jumhuri Islami yang secara resmi dideklarasikan pada 18 Februari 1979 (29 Bahman 1357 S). Adapun latar belakang pembentukannya dimulai dari pertemuan-pertemuan di Masyhad pada musim panas 1978 (1356 S).

Ia termasuk orang yang merumuskan anggaran dasar partai dan dalam pembagian divisi, ia bertanggung jawab dalam bidang dakwah partai.

Ayatullah Khamenei menduduki anggota dewan pendiri dan anggota dewan syuro pusat partai, secara keseluruhan di masa-masa pendirian partai, ia banyak berperan sebagai pemberi arahan dan menjelaskan posisi partai dalam bentuk lisan ke seluruh hauzah.

Ia juga berperan dalam pembentukan cabang partai di Kota Masyhad dan meresmikan kantor cabang tersebut pada 17 Maret 1979 (26 Isfand 1357 S).

Pada Syahriwar 1982 (1360 S), Ayatullah Khamenei terpilih sebagai sekjen partai Syura-e Inqilab periode ketiga setelah Ayatullah Behesyti dan Muhammad Jawad Bahonar.

Pada Urdibehesh 1984 (1362 S), dalam kongres pertama partai, dia untuk kedua kalinya terpilih sebagai sekjen partai dan juga terpilih sebagai anggota dewan syuro pusat dan sebagai anggota dewan syuro pengadilan partai.

Selama menjabat sebagai presiden beliau selalu mengikuti pertemuan-pertemuan partai Syura-ye Inqilab baik di pusat maupun di daerah dan dalam rangka menjelaskan tugas-tugas dan tujuan partai, beliau selalu memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan dari para anggota dan kader partai baik di pusat maupun di daerah.

Pada 14 Januari 1980 (24 Dei 1358 S), Imam Khomeini mengangkat Ayatullah Khamenei sebagai Imam Jumat Kota Teheran dengan melihat tren positifnya di masa lalunya dan juga karena kelayakan baik dalam ilmu maupun dalam amal. Ia mengawali tugasnya sebagai imam salat Jumat pada 18 Januari 1980 (28 Dey 1358 S).

Salah satu terobosannya di masa itu adalah mengajukan usulan untuk diselenggarakannya seminar para imam Jumat dengan tujuan agar terwujudnya keserasian di antara para imam Jumat baik di dalam negeri maupun di dunia Islam. Dan setelah mendapat kesepakatan Imam Khomeini, diadakanlah seminar pertama yang diselenggarakan di Madrasah Faidhiyah Kota Qom.

Perhatian kepada khotbah dengan menggunakan bahasa Arab pada khotbah kedua merupakan tipologi khotbah beliau.

Ayatullah Khamenei terpilih sebagai anggota majlis dalam pemilu pertama periode legislatif Majlis Syuro-e Islami (DPR Iran) pada Februari 1980 (Isfand 1358 S) dengan dukungan Jamaah Ruhaniyun-e Mubarez Teheran, Partai Jumhuri Islami dan beberapa lembaga dan kelompok Islam lainnya. Di majelis ia menduduki anggota dan ketua komisi pertahanan.

Dengan terpilihnya sebagai presiden pada bulan September 1981 (Mehr 1360 S), ia pun mengundurkan diri menjadi legislatif.

Ayatullah Khamenei mengalami luka pada 26 Juni 1981 (6 Tir 1360 S) ketika sedang berceramah setelah melakukan salat Dhuhur di Masjid Abu Dzar yang terletak di salah satu kawasan selatan Kota Teheran, disebabkan bom yang dipasang di tape recorder.

Disebabkan teror ini dia mengalami luka serius di bagian dada dan tangan kanan serta luka itu pun meninggalkan cacat pada dirinya sehingga tangan kanan beliau tidak lagi berfungsi dengan baik. Berdasarkan sebuah laporan, kelompok Mujahidin Khalq bertanggung jawab atas kejadian ini.

Imam Khomeini dalam pesannya yang disampaikan kepada Ayatullah Khamenei, mengutuk teror ini dan memujinya. Pada 18 Murdad 1360 S, dia keluar dari rumah sakit dan kembali ke ranah sosial politik dan mulai 8 Agustus 1981 (26 Murdad 1360 S) hadir di pertemuan-pertemuan Majlis Syura-ye Islami.

Pemimpin Republik Islam Iran

Sayid Ali Khamenei mendapatkan dukungan luas dari masyarakat Iran di tengah berbagai tekanan dalam dan luar negeri terhadap Republik Islam Iran. (Istimewa)

Ketika Imam Khomeini wafat pada 3 Juni 1989 (14 Khurdad 1368 S), Dewan Ahli sore hari itu juga mengadakan pertemuan. Setelah mengadakan diskusi tentang kedudukan pemimpin, apakah akan dipegang oleh dewan syuro (presidium) ataukah individu, dan setelah munculnya nama Ayatullah Khamenei sebagai bakal calon, sebagian anggota mendapat informasi tentang dukungan Imam Khomeini terhadap Ayatullah Khamenei disebabkan kelayakannya untuk dapat mengemban kedudukan ini.

Dari hasil pemilihan, Ayatullah Khamenei terpilih sebagai pemegang kedudukan Pemimpin Tertinggi Republik Islam Iran dengan suara mayoritas.

Setelah kajian evaluasi ulang undang-undang dasar dan referendum, Dewan Ahli berdasarkan undang-undang dasar baru, kembali mengadakan pemilihan baru dan beliau kembali terpilih dengan suara mayoritas.

Telah dinukil tentang Sayid Ahmad Khomeini yang merupakan putra serta orang yang paling dekat dengan Imam Khomeini, beliau pernah berkata: “Sebenarnya dia (Ayatullah Khamenei) memiliki kelayakan untuk menduduki jabatan pemimpin”.

Zahra Mustafawi yang merupakan putri dari Imam Khomeini juga menyatakan bahwa Imam Khomeini pernah menyebut nama Ayatullah Khamenei untuk menjadi Rahbar dan juga menyetujui ijtihadnya.

Akbar Hashemi Rafsanjani yang merupakan salah satu tokoh yang memiliki keputusan penting di Republik Islam Iran, telah menyatakan bahwa Imam Khomeini telah menyebut nama Ayatullah Khamenei untuk menduduki posisi Rahbari.

Dia juga pernah menyatakan bahwa Imam Khomeini dalam sebuah pertemuan yang khusus membahas kedudukan pemimpin yang akan datang, telah memberikan isyarat kepada Ayatullah Khamenei dengan mengatakan, “Kalian tidak akan mengalami kebuntuan, karena ada seseorang yang memiliki kapasitas yang demikian layak di antara kalian”.

Setelah pemilihan ini, para pejabat tinggi Republik Islam Iran, keluarga Imam Khomeini, para marja’ Taklid, para ulama, para cendekiawan, tokoh-tokoh hauzah dan universitas, keluarga para syahid dan seluruh lapisan masyarakat menerima hasil pemilu ini dan melakukan baiat kepada pemimpin (rahbar).

Lembaga-lembaga penting negara menyatakan dukungannya kepada Ayatullah Khamenei, dengan terpilihnya dia sebagai rahbar dan mengumumkan kesiapan mereka untuk taat kepadanya.

Haji Sayid Ahmad Khomeini, beberapa saat setelah terpilihnya Ayatullah Khamenei sebagai rahbar, beliau mengirim ucapan selamat atas terpilihnya Ayatullah Khamenei dan meyakini bahwa seluruh perintah dari wali faqih adalah wajib ditaati.

Baiat masyarakat secara langsung, mengikuti konvoi bersama, menerbitkan pengumuman dan ucapan selamat, mengumpulkan tanda tangan untuk dukungan kepadanya, merupakan hal- hal yang dilakukan oleh masyarakat setelah terpilihnya Ayatullah Khamenei.

Konvoi-konvoi kesetiaan terhadap Imam Khomeini dan baiat kepada Rahbar dilakuan berbarengan dengan empat puluh hari wafatnya Imam Khomeini di seluruh negeri.

Selain itu, diadakan pula “manuver-manuver baiat dengan rahbar” di sebagian lokasi perbatasan dan strategis dari negara dan juga diselenggarakannya “seminar-seminar perjanjian dengan Imam Khomeini dan baiat kepada rahbar“. (*)

Sumber: Wikishia

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA