Oleh: Dr. Muhsin Labib*
Karena cerdas secara ekstrem membandingkan Saudi dengan Iran secara serampangan lalu berlagak juri dan memuji Monarki Saudi dengan alasan memberikan kebebasan kepada perempuan dalam berbusana dan mengecam Iran sebagai negara biadab dengan alasan (sesuai opini pihak kontra Iran) memaksa perempuan memakai jilbab dan melakukan kekerasan seorang Mahsa Amini hingga tewas karena tak memakainya.
Ramainya juru narasi video yang belakangan ini menjadi profesi murah meriah menciptakan kompetisi sengit hingga para narator hanya banyak bicara tapi kehilangan kesempatan untuk membaca dan mendengar, lincah ngomong tapi loyo literasi. Padahal tak perlu cerdas untuk memperhatikan fakta-fakta benderang sebagai berikut:
Arab Saudi adalah negara yang diklaim sebagai properti klan Saud yang kekuasaannya dibangun di atas pembantaian klan-klan lain dan pengusiran ratusan ribu warga yang menentang pendiriannya dari semenanjung bernama Hijaz itu setelah memperoleh restu dan dukungan Inggris penjajah terbesar sepanjang sejarah. Sedangkan Iran adalah sebuah republik yang dibentuk berdasarkan hasil referendum oleh rakyatnya setelah menumbangkan Kerajaan Pahlevi dan kerajaan-kerajaan sebelumnya yang berdiri selama lebih dari satu milenium di bawah pimpinan Imam Khomeini.
Arab Saudi adalah kerajaan monarki yang menetapkan Islam versi Salafisme, sebuah aliran teologi skriptual Ibnu Taymiyah yang menyempal dari teologi mainstream Sunni (teologi Abul Hasan Asy’ari dan Al-Maturidi) lalu dipatenkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab sebagai ideologi ofensif dan basis legitimasi simbolik Kerajaan tribal Saud dan dikembangkan oleh Bin Baz setelahnya. Sedangkan Iran adalah republik dengan trias politica (pemegang rekor penyelenggara Pemilu langsung terbanyak di dunia) yang menjadikan Islam mazhab Syiah Imamiyah (yang dianut mayoritas bangsa Iran) sebagai dasar konstitusi yang merupakan produk konsensus yang diturunkan dari referendum.
Arab Saudi mengaku sebagai negara Islam dengan menerapkan Syariat Islam sebagai hukum dan peraturan dengan represi dan pemaksaan tanpa proses legislasi di parlemen. Sedangkan Iran sebagai sebuah institusi negara republik dan demokratis tidak serta-merta memberlakukan hukum agama atau syariah sebagai peraturan yang represif, namun menetapkan Islam sebagai dasar konstitusi (oleh Dewan Garda sebagai lembaga tertinggi yang merepresentasi otoritas Pemimpin Tertinggi) guna memverifikasi dan menolak atau menyetujui usulan dan rancangan undang-undang yang diajukan sebagai aspirasi rakyat yang direpresentasi oleh para wakilnya (yang terpilih melalui Pemilu legislatif langsung di seluruh negara). Republik Islam Iran bukanlah negara Islam atau Daulah Islamiyah atau Khilafah Islamiyah tapi Republik Islam, yaitu sistem perpaduan teokrasi dan demokrasi. Di Iran Syariah Islam atau hukum agama tidak berlaku otomatis sebagai hukum positif atau hukum negara kecuali yang telah diundangkan dan ditetapkan sebagai peraturan melalui mekanisme konstitusional.
Di Kerajaan Arab Saudi Syariah tanpa legislasi diberlakukan dalam bidang privat dan publik (termasuk memaksa warga melaksanakan shalat dan melarang ziarah kubur). Sedangkan di Republik Islam Iran, undang-undang dan peraturan diterapkan sebagai hukum positif dalam ruang publik atau bidang yang terkait dengan kepentingan masyarakat. Karena itu, pemakaian jilbab di ruang publik, karena terkait dengan keamanan dan stabilitas sosial, ditetapkan sebagai aturan yang mengikat dengan sanksi dan segala konsekuensinya, sedangkan shalat sebagai ibadah privat yang wajib dalam syariah atau meminum benda cair memabukkan di ruang privat (yang diharamkan syariah) tidak ditetapkan sebagai larangan dalam peraturan negara.
Poin-poin perbedaan antara Negara Islam dan Republik Islam, antara Syariah Islam dan konstitusi yang berlandaskan Islam juga antara domain privat dan domain publik penerapan peraturan yang disarikan dari konstitusi Republik Islam sangat banyak yang bila dirincikan bisa menjadi sebuah buku.
Terlepas dari paparan di atas, Saudi dan Iran adalah dua negara yang berdiri dengan dinamika sejarahnya masing-masing tak berkaitan secara langsung dengan Indonesia yang lebih dulu berdiri tegak di atas Pancasila sebagai asas yang mengikat bangsanya yang majemuk. Indonesia sebagai negara besar di dunia terutama di dunia melalui para pendirinya telah memilih sistem berbangsa dan bernegara sesuai dengan karakteristik, budaya dan sejarahnya sendiri seraya menghormati kedaulatan setiap negara, termasuk Iran dan Arab Saudi. (*Cendekiawan Muslim)