Search

Ikhtiar Mengembalikan Spirit yang Hilang

Oleh: Irwan Julkarnain*

Untuk yang kesekian kalinya kita mencoba merasa merdeka. Bersama seluruh lapisan masyarakat Indonesia kita seakan mengulang-ulang kembali seremoni agustusan. Kita menyatu dalam bingkai kebersamaan dan juga hanyut dalam suasana kegembiraan. Ini yang tampak dari ekspresi kita.

Dengan berbagi cara kita mencoba memaknai kemerdekaan. Usia yang cukup matang untuk sebuah negara bisa berdaulat, menikmati keadilan dan adanya kesejahteraan. Namun, di tengah riuh kegembiraan dan perayaan tersebut selalu ada suasana paradoks yang dirasakan.

Advertisements

Kegembiraan di lorong-lorong gang, serta pajangan-pajangan baliho ucapan selamat, apakah seutuhnya menunjukkan wajah asli kita? Anak-anak riuh bersorakan, apakah sepenuhnya menggambarkan realitas kehidupan mereka?

Pertanyaan yang bernada skeptis itu hadir karena  di tengah perayaan kemerdekaan, sejatinya ada pedih yang tersimpan; ada luka yang mendalam. Mestinya kemerdekaan ini dijadikan refleksi bagi kita semua, bahwa apakah sepenuhnya kemerdekaan itu kita rasakan hari ini atau tidak. Ini kesadaran yang mesti dihadirkan dalam diri kita masing-masing. Kesadaran ini pada akhirnya bermuara pada gerakan dan langkah yang diambil oleh setiap diri kita. Salah satunya anak muda.

Sebab, perayaan kemerdekaan sering kali salah dimaknai dan bahkan gagal menjadi jembatan penghubung spirit antara generasi pejuang dan generasi penerus hari ini.

Kemerdekaan ini tidaklah lahir begitu saja. Tidaklah didapatkan dengan mudah, melainkan diperjuangkan dengan nyawa. Dan negeri ini dibebaskan dengan derita para pejuang yang berusaha hidup dalam kungkungan penjajah.

Perayaan kemerdekaan tidak seharusnya dihabiskan dengan agenda seremoni belaka, melainkan kita harus mampu menghadirkan kesadaran akan tugas di masing-masing zaman. Generasi hari ini harus segera menyadari bahwa sekarang adalah masanya untuk melanjutkan perjuangan agar ke depan agenda-agenda kita akan berorientasi pada optimalisasi kerja-kerja perbaikan.

Berusaha menyadari kondisi seperti ini, secara tidak langsung kita telah memenuhi amanat para pendahulu kita. Karena begitulah takdir berhutang budi yang melekat pada bangsa kita.

Sehingga ke depan, setiap kali perayaan kemerdekaan berlangsung, kita tidak lagi berorientasi pada pesta semata, melainkan berfokus pada proses transformasi spirit antara generasi pejuang dan juga generasi penerus (pembangun).

Generasi hari ini sudah mempunyai peta jalan, namun lagi-lagi ia perlu mengambil spirit perjuangan di generasi sebelumnya. Di lain sisi, generasi hari ini harus tetap responsif dan ikut mencari formulasi baru guna menerjemahkan tantangan zaman yang dialamatkan kepadanya.

Tugas kita ke depan masih panjang. Tantangan-tangan pun kian berat dihadapi. Kita hadir bukan untuk berkeluh kesah, melainkan terus menjadi jembatan perjuangan untuk bangsa dan negara. Spirit perjuangan itu harus tetap menyala. Kita boleh ragu pada keadaan yang terjadi sekarang. Tetapi tidak dengan diri kita. Sebab tanggung jawab itu masing-masing kita emban hari ini. (*Ketua PD KAMMI Kota Mataram)

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
Advertisements
INDEKS BERITA