Search
Search
Close this search box.

Strategi AMIN Kurangi Utang RI bila Menang Pilpres Nanti

Pasangan AMIN. (CNBCIndonesia/Faisal Rahman)
Listen to this article

BERITAALTERNATIF.COM – Para calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) acap kali tebar pesona. Sejak dini visi-misi diutarakan ke publik. Ya mudah-mudahan benar bakal ditunaikan bila terpilih. Bukan urusan kalau nanti tak terealisasi, kira-kira begitu. Janji manis tinggal janji, yang pahit biarlah kelak rakyat menelan buah simalakama.

Tim capres-cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar melalui juru bicaranya, Thomas Lembong mengungkapkan strategi pengurangan penggunaan utang bila menang Pilpres 2024

Pertama, kata Lembong, yang akan ditempuh untuk mengurangi penggunaan utang selama lima tahun masa pemerintahan Anies-Muhaimin atau AMIN ialah memperlebar sektor swasta untuk menggerakkan ekonomi dan membatasi peran APBN maupun BUMN.

Advertisements

“Jadi beberapa solusi atas utang yang kita pikul terutama pasca pandemi kembali lagi lebih mengandalkan sektor swasta,” ujar Lembong dalam program Your Money Your Vote CNBC Indonesia, Kamis (2/11/2023).

Lembong mencontohkan perluasan peranan sektor swasta ini seperti saat membangun infrastruktur. Menurutnya sebetulnya sebelum pemerintahan Presiden Joko Widodo menjabat, sektor swasta banyak yang menggarap pembangunan jalan tol, namun kini malah didominasi APBN dan BUMN dalam menggarap proyek-proyek itu.

Contohnya, lanjut Lembong, jalan tol itu di antaranya ruas Jakarta-Bandung yang dibangun oleh investor Malaysia, demikian juga ruas tol Jakarta ke Serang dan Cilegon. Dengan strategi pembangunan itu menurutnya akan lebih efektif dan efisien dalam mengurangi beban utang APBN dan BUMN, yang kini terbukti banyak BUMN karya tertekan utang keuangannya.

“Jadi memperluas peluang atau keikutsertaan sektor swasta akan sangat kurangi beban ke APBN dan akan sangat kurangi kebutuhan kita cari utang. Jadi semakin banyak peran swasta. Sekali lagi swasta lebih dinamis dan efisien dibanding BUMN dan sektor pemerintah,” tutur Lembong.

Ketika sektor swasta tumbuh dalam menggerakkan ekonomi, ia menilai justru APBN bisa semakin untung karena ada setoran pajak yang semakin tinggi. Inilah menurutnya yang telah dijalankan Anies Baswedan selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, dengan mengusung slogan Jakarta Kota Kolaborasi.

“Nah kalau peluang bisnis lebih dibuka lebar, kemudian kita jelas batasi BUMN sehingga kita utamakan sektor swasta, dan ruang mereka untuk ambil pinjaman besar sekali. Kita kan harus lihat ekonomi secara agregat dan menurut saya konsumsi ini inilah harusnya swasta dalam formula PDB,” ucap Lembong.

Strategi kedua, kata Mantan Menteri Perdagangan dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) era periode pertama Presiden Joko Widodo mengungkapkan untuk mengurangi tekanan utang ialah dengan mendiversifikasikan denominasi utang yang berasal dari mata uang utama negara lain, tidak hanya fokus pada dolar seperti saat ini.

Utang luar negeri Indonesia yang didominasi dalam bentuk dolar menurutnya hanya akan mempertebal beban utang Indonesia, karena selain tren dolar yang lebih fluktuatif, juga kerap kali menguat secara signifikan nilai tukarnya seperti saat ini ketimbang mata uang utama dunia lain seperti euro, yen, maupun renminbi.

Dalam komposisi utang pemerintah yang termuat dalam APBN Kinerja dan Fakta bulanan, memang tidak terinci nilai utang valas Indonesia. Misalnya, dengan data APBN terakhir, per 30 September 2023 untuk nilai utang yang mencapai Rp 7.891,61 triliun atau rasionya 37,95 persen dari PDB, utang dalam bentuk surat berharga negara (SBN) valas sebesar Rp 1.350,57 triliun tidak ada rincian komposisinya.

Namun, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Suminto pada Februari 2023 saat rapat dengan Komisi XI DPR pernah mengungkapkan juga bahwa komposisi utang valas Indonesia memang mayoritas didominasi dolar, dengan komposisi 20 persen, lalu euro 5 persen, dan yen 4 persen.

“Bayangkan kalau ULN kita lebih beragam, katakan sebagian diterbitkan dalam yen, euro, bahkan yuan. Rupiah jauh lebih stabil terhadap yen, renminbi, dan euro ketimbang dolar,” ucap Lembong.

“Memang sih sekarang ada sedikit-sedikit Samurai Bonds, Dimsum Bonds, tapi diversifikasi mata uang dalam tata kelola utang luar negeri itu bisa memberi dampak signifikan,” tegasnya.

Selain dua strategi itu, Lembong menekankan bahwa pemerintahan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar nantinya juga akan mengutamakan utang yang berasal dari internasional ketimbang dalam negeri. Tujuannya untuk menekan bunga utang dalam bentuk rupiah terlalu tinggi.

“Kalau umpamanya kita juga alihkan utang kita ke internasional itu akan kurangi tekanan ke rupiah dan supply utang di dalam negeri. Kalau kita bisa ambil utang dari luar kita tidak harus banyak ambil utang di dalam negeri yang kemudian akibatkan bunga rupiah naik di samping bunga rupiah harus naik untuk bela kurs rupiah,” ucap Lembong.

Sebagai informasi, Anies-Muhaimin dalam dokumen visi, misi, dan program kerja “Indonesia Adil Makmur untuk Semua”, tak ragu mengumbar janji akan menjaga rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 30 persen pada akhir masa pemerintahannya, yakni pada 2029.

“Mengelola utang negara secara bertanggung jawab untuk menjaga keberlanjutan fiskal dan menjaga rasio utang terhadap PDB kurang dari 30,0 persen (2029), turun dari 38,1 persen (2023),” sebagaimana dikutip dari dokumen visi, misi, dan program kerja Anies-Muhaimin, Senin (30/10/2023).

Mereka pun berjanji akan memperbaiki pengelolaan utang pemerintah untuk mengoptimalkan komposisi: jangka waktu, denominasi mata uang, dan sumber utang dengan proses penerbitan Surat Berharga Negara yang terencana, kompetitif, dan transparan guna memperoleh suku bunga terendah.

Merujuk data APBN Kinerja dan Fakta terakhir, yakni hingga September 2023, realisasi utang pemerintah telah mencapai Rp 7.891,61 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 37,95 persen dari PDB. Dari sisi jumlah, meningkat dari Agustus 2023 sebesar Rp 7.870,35 triliun dengan rasio utang terhadap PDB saat itu sebesar 37,84 persen.

Meski meningkat, rasio ini masih jauh dari ketetapan UU Nomor 1 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mewajibkan rasio utang pemerintah adalah maksimal 60 persen dari PDB. Selain itu, rasio ini juga masih di bawah target yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah periode 2023-2026 di kisaran 40 persen. (*)

Sumber: CNBC Indonesia

Advertisements

Kunjungi Berita Alternatif di :

Bagikan

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements

BERITA ALTERNATIF

POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA