Oleh: Ali Zainal Abidin Alaydrus*
Mayoritas lahan pertanian, terutama untuk budi daya padi di Kalimantan Timur, menggunakan sistem pertanian tadah hujan. Pada praktiknya sistem ini mengandalkan air hujan sebagai sumber utama irigasi dengan curah hujan yang bervariasi. Keberhasilan panen sangat dipengaruhi oleh curah hujan tahunan dan distribusi hujan. Pola pertanian ini sering kali rentan terhadap variasi curah hujan yang tidak teratur, sehingga dapat mengakibatkan kekurangan air pada musim kemarau atau bahkan kelebihan air pada musim hujan.
Kita ketahui saat ini Kaltim telah memasuki musim kemarau. BMKG Kaltim telah mengumumkan bahwa Kaltim diperkirakan akan mengalami musim kemarau hingga bulan Oktober. Hal ini diperburuk dengan adanya fenomena iklim El Nino. El Nino sering dikaitkan dengan penurunan curah hujan yang menyebabkan kondisi kekeringan yang parah, mengganggu pasokan air untuk irigasi dan pertumbuhan tanaman.
Mengamati kondisi demikian, timbul kekhawatiran atas potensi terjadinya kegagalan panen di Kaltim, terutama di Kabupaten Kutai Kartanegara yang menjadi lumbung padi utama, diikuti oleh Kabupaten Paser dan Kabupaten Penajam Paser Utara. Masalah utama sawah tadah hujan terletak pada air yang tidak menentu. Keterbatasan air akan mengganggu pertumbuhan tanaman yang menyebabkan produksi tidak maksimal, sehingga wajar produktivitas padi sawah tadah hujan tergolong rendah dibanding produktivitas sawah dengan sistem irigasi teknis.
Ancaman gagal panen yang terjadi di Kutai Kartanegara perlu menjadi perhatian khusus. Oleh karena itu, penting untuk mengadopsi pendekatan yang berkelanjutan dan adaptif dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Solusi jangka pendek yang bisa dilakukan adalah dengan mengairi lahan sawah menggunakan pompa dari sumber air, baik sungai atau sumur bor. Jenis dan jumlah pompa akan sangat berpengaruh untuk mengairi lahan yang mengalami kekeringan dengan melakukan perhitungan kebutuhan air di masing-masing lahan sawah.
Selain itu, penting untuk memastikan bahwa sumber air terbebas dari kontaminasi limbah atau bahan beracun yang berpotensi merugikan pertumbuhan tanaman. Namun, tantangannya adalah tidak semua petani memiliki akses ke pompa air atau sumur, sehingga campur tangan pemerintah dan sektor swasta menjadi perlu untuk mengatasi situasi ini. Pompanisasi adalah langkah yang baik untuk memberikan solusi yang cepat.
Solusi menengah serta jangka panjangnya adalah pertama dengan pengelolaan air yang efisien dengan membangun infrastruktur penyimpanan air seperti embung atau kolam. Hal itu dapat membantu menyimpan air hujan selama musim hujan untuk digunakan saat kemarau. Jika letak geografis dan finansial mendukung untuk membangun sebuah bendungan atau waduk, itu akan lebih baik.
Kedua, melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) mulai dari olah tanah yang baik, sistem tanam, pengelolaan hara terpadu, pengendalian hama terpadu, serta pemilihan varietas unggul yang tahan terhadap kekeringan. Penggunaan varietas tanaman yang tahan kekeringan dapat mengurangi dampak kekurangan air pada pertumbuhan tanaman.
Pendekatan PTT di lahan tadah hujan menurut penelitian dari BPTP Jateng mampu meningkatkan produktivitas padi sawah sebesar 15-30%.
Ketiga dengan penggunaan pupuk organik. Penggunaan pupuk dan bahan organik dapat membantu meningkatkan kapasitas tanah untuk menahan air dan nutrisi. Tanah yang subur akan mampu mendukung pertumbuhan tanaman dengan lebih baik dalam kondisi air yang tidak stabil.
Keempat, penggunaan smart farming seperti teknologi pemantauan cuaca, sensor tanah, dan sistem irigasi otomatis dapat membantu petani untuk mengatur penggunaan air secara lebih tepat dan efisien.
Dalam rangka mencapai pertanian yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, penting bagi pemerintah, pihak swasta, akademisi dan masyarakat untuk bekerja sama dalam mengembangkan strategi yang memanfaatkan potensi sawah tadah hujan sekaligus mengatasi tantangan.
Adopsi teknologi, pengelolaan sumber daya yang bijaksana, dan pendekatan pertanian berkelanjutan akan menjadi kunci kesuksesan dalam menjaga ketahanan pangan dan lingkungan di provinsi kita tercinta ini. (*Dosen Tetap Prodi Agroekoteknologi Faperta Universitas Mulawarman)