BERITAALTERNATIF.COM – Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura ke-21 Aji Muhammad Arifin mengeluarkan titah yang berisikan tata krama yang harus dipatuhi saat pelaksanaan Belimbur Erau Adat Pelas Benua tahun 2024.
Belimbur adalah tradisi saling menyiramkan air yang dilakukan sebagai bagian dari ritual penutup Erau Adat Pelas Benua.
Tradisi tersebut memiliki beberapa makna, di antaranya sebagai wujud syukur masyarakat atas kelancaran Erau, sarana pembersihan diri dari sifat buruk dan unsur kejahatan, hingga penanda berakhirnya perayaan Erau.
Tradisi belimbur diawali oleh Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura memercikkan air tuli atau air suci ke tubuhnya sendiri menggunakan mayang pinang.
Setelah itu, Sultan akan memercikkan air tuli ke empat penjuru mata angin.
Lalu, Sultan melanjutkannya dengan memercikkan air ke kerabat dan orang-orang terdekatnya.
Melalui Titah Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura ke-21 Nomor: 040/SK-PM/SKKIM/IX/2024 yang dibuat di Keraton Kesultanan pada tanggal 27 September 2024, beberapa hal penting yang harus ditaati selama pelaksanaan belimbur.
Pertama, lokasi belimbur berlangsung dari kepala benua sampai buntut benua Kecamatan Tenggarong atau mulai Tanah Habang Mangkurawang sampai dengan Pal 4 Jalan Wolter Monginsidi.
Kedua, waktu pelaksanaan belimbur dimulai dari pukul 11.00 hingga 14.00 Wita.
Ketiga, belimbur wajib menggunakan penadah air atau gayung dan mengguyur menggunakan air sungai mahakam serta air bersih yang disediakan didalam drum di sepanjang jalan yang telah ditentukan.
Keempat, dalam belimbur dilarang menggunakan air kotor dan air najis.
Kelima, dilarang belimbur menggunakan air yang dimasukkan kedalam plastik dan dilempar.
Keenam, dilarang menggunakan mesin pompa air yang disemprotkan secara langsung kepada masyarakat.
Ketujuh, dalam melakukan belimbur dilarang melakukan pelecehan seksual.
Kedelapan, dalam belimbur dilarang menyiram kepada lansia, ibu hamil, dan anak-anak atau balita.
Bagi pihak-pihak yang melanggar tata krama Belimbur Erau Adat Pelas Benua, maka akan mendapatkan sanksi tegas.
Pertama, diberlakukan sanksi hukum adat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura berdasarkan hasil mufakat Majelis tata nilai adat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Kedua, diberlakukan sanksi hukum positif Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk diketahui, titah ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila terdapat kekeliruan akan diperbaiki sebagaimana mestinya. (*)
Penulis: M. As’ari