Oleh: Ibrahim Amini*
Rasulullah saw telah bersabda, “Seluruh makhluk adalah keluarga Allah. Maka sebaik-baiknya makhluk di sisi Allah adalah orang yang paling banyak memberi manfaat kepada keluarga Allah dan membahagiakan mereka.”
Imam Ja`far Shadiq as berkata, “Engkau harus memberi nasihat dan menginginkan kebaikan bagi hamba Allah, karena engkau tidak akan dapat membawa amal yang lebih baik dari itu di sisi Allah Swt.”
Rasulullah saw telah bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi manusia.”
Imam Musa bin Ja`far as telah berkata, “Allah mempunyai hamba di muka bumi yang senantiasa berusaha dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Mereka inilah yang akan selamat dari siksa pada hari kiamat.”
Imam Ja`far Shadiq as berkata, “Rasulullah saw pernah ditanya, ‘Siapakah orang yang paling dicintai Allah?’ Rasulullah saw menjawab, ‘Orang yang paling bermanfaat bagi manusia.’”
Allah Swt berfirman dalam Alquran, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. al-Maidah: 2)
Tanggung Jawab terhadap Orang Muslim
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang bangun di pagi hari dalam keadaan tidak menaruh perhatian terhadap urusan kaum Muslim maka dia bukan bagian dari mereka. Dan barangsiapa yang mendengar teriakan minta tolong dari seseorang namun dia tidak menolongnya maka dia bukan seorang Muslim.”
Imam Ja`far Shadiq as berkata, “Barangsiapa yang tidak peduli terhadap urusan kaum Muslim maka dia bukan seorang Muslim.”
Tanggung Jawab terhadap Orang Mukmin
Allah Swt berfirman di dalam Alquran, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. al-Hujurat: 10)
Pada ayat lain Allah Swt berfirman, “Dan orang-orang yang beriman, baik laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (QS. at-Taubah: 71)
Rasulullah saw telah bersabda, “Engkau melihat orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang kepada sesama mereka adalah seperti sebuah tubuh, yang jika salah satu anggotanya sakit maka seluruh anggota tubuh yang lain turut demam dan tidak bisa tidur.”
Seorang perawi menceritakan, “Saya bertanya kepada Imam Ja`far Shadiq as, ‘Apa hak seorang mukmin atas mukmin lainnya?’ Imam menjawab, ‘Aku takut engkau mengetahui tapi tidak mengamalkannya, malah menyia-nyiakan dan tidak menjaganya.’ Saya berkata, ‘La Hawla wala Quwwata illa Billah (tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah).’ Beliau as melanjutkan perkataannya, ‘Seorang mukmin mempunyai tujuh hak yang harus dilaksanakan atas orang mukmin lainnya, dan jika salah satu dari hak ini diabaikan maka dia telah keluar dari kepemimpinan Allah, sudah tidak taat lagi kepada-Nya, dan tidak lagi memiliki bagian dari kepemimpinan Allah.
Adapun yang paling kecil darinya ialah, apa yang engkau sukai untuk dirimu maka engkau juga harus sukai bagi saudaramu dan apa yang engkau benci untuk dirimu maka engkau juga harus benci untuknya.
Kedua, engkau harus membantunya dengan diri, harta, lidah, tangan, dan kakimu.
Ketiga, mengikuti keinginannya, menghindari kemarahannya dan menuruti perintahnya.
Keempat, menjadi mata, petunjuk dan cermin baginya.
Kelima, jangan engkau kenyang sementara dia kelaparan atau kehausan, dan jangan engkau berpakaian sementara dia telanjang.
Keenam, jika kamu punya pembantu sementara dia tidak, maka kamu kirim pembantumu supaya mencucikan pakaiannya, memasakkan makanannya, dan mengamparkan permadaninya.
Ketujuh, membenarkan kesaksiannya, memenuhi undangannya, menjenguknya manakala sakit dan mengurusi jenazahnya. Jika ia mempunyai keperluan maka segeralah memenuhinya, dan jangan paksa ia sampai meminta-minta darimu.
Jika kamu telah memenuhi hak-haknya ini maka wilayah-mu dengan wilayah-nya, dan wilayah-nya dengan wilayah Allah telah tersambung.’”
Tanggung Jawab Manusia terhadap Keluarga
Allah Swt telah berfirman di dalam Alquran, “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa-apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. at-Tahrim: 6)
Rasulullah saw telah bersabda, “Sebaik-baiknya kamu adalah orang yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluarganya.”
Tanggung jawab terhadap Kerabat
Rasulullah saw bersabda, “Aku berpesan kepada umatku baik yang hadir maupun yang tidak hadir, maupun yang kini mereka masih berada dalam tulang sulbi ayah atau rahim ibu mereka hingga hari kiamat, hendaklah mereka menjalin silaturahmi dengan sanak-kerabat mereka, karena silaturahmi merupakan bagian dari agama.”
Imam Muhammad Baqir as berkata, “Silaturahmi itu menyucikan amal perbuatan, menolak bencana, memperbanyak harta, memperbanyak umur, memperluas rezeki, dan menumbuhkan kecintaan di antara keluarga. Oleh karena itu, hendaklah engkau takut kepada Allah dan bersilaturahmi.”
Tanggung Jawab terhadap Tetangga
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata tatkala hendak wafat, “Takutlah engkau kepada Allah, takutlah engkau kepada Allah dalam masalah tetangga, karena Nabi engkau senantiasa berpesan dalam masalah ini. Beliau sedemikian rupa berpesan dalam masalah tetangga sampai-sampai aku hampir mengira beliau telah menempatkan mereka sebagai penerima waris.”
Imam Ja`far Shadiq as telah berkata, “Sungguh terkutuk, sungguh terkutuk orang yang menyakiti tetangganya.”
Rasulullah saw telah bersabda, “Siapa saja yang mengkhianati tetangganya meskipun hanya sejengkal tanah maka Allah akan jadikan tanah itu hingga tingkat ketujuhnya sebagai tali pelana di lehernya hingga Allah menghinakannya pada hari kiamat kecuali jika dia bertobat. Siapa saja yang menyakiti tetangganya maka Allah haramkan wangi surga baginya dan tempatnya adalah neraka Jahannam, dan itulah seburuk-buruknya tempat. Dan siapa saja yang menelantarkan hak tetangganya maka dia bukan dari kami. Jibril telah sedemikian rupa berpesan kepadaku tentang masalah tetangga sampai-sampai aku hampir mengira mereka juga termasuk penerima waris.”
Tanggung Jawab terhadap Ayah dan Ibu
Allah Swt telah berfirman di dalam Alquran, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. al-Isra: 23-24).
Tanggung Jawab terhadap Anak
Imam Sajjad as telah berkata, “Adapun yang menjadi hak anakmu ialah, engkau harus tahu bahwa ia adalah darimu, dan kebaikan dan keburukannya di dunia ini dikaitkan kepadamu. Engkau juga berkewajiban membantunya dalam masalah akhlak yang baik, mengenal Allah dan ketaatan kepada-Nya. Maka berkenaan dengannya hendaklah engkau seperti orang yang yakin akan mendapat pahala jika berbuat kebajikan kepadanya dan mendapat siksa jika berbuat jelek kepadanya.”
Selain itu, masih terdapat berpuluh-puluh tanggung jawab sosial lainnya, seperti tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat dan tanggung jawab rakyat terhadap pemerintah, tanggung jawab guru terhadap murid dan tanggung jawab murid terhadap guru, tanggung jawab orang kaya terhadap orang miskin dan tanggung jawab orang miskin terhadap orang kaya, tanggung jawab ulama terhadap masyarakat dan tanggung jawab masyarakat terhadap ulama, tanggung jawab atasan terhadap bawahan dan tanggung jawab bawahan terhadap atasan, tanggung jawab yang tua terhadap anak-anak dan para pemuda dan sebaliknya, tanggung jawab di antara teman, tanggung jawab kaum Muslim terhadap kafir ahlu dzimmah, tanggung jawab terhadap anak-anak yatim dan para janda, dan tanggung jawab terhadap orang-orang cacat dan para lansia.
Tanggung Jawab Manusia terhadap Alam
Dari sumber-sumber agama dapat ditarik kesimpulan bahwa alam ini diperuntukkan bagi manusia. Allah Swt telah menciptakan alam ini dan telah memberikan kemampuan kepada manusia, yang dengan kemampuan itu manusia dapat menyingkap berbagai rahasia alam, dan memanfaatkannya untuk membangun alam dan kehidupannya yang lebih baik.
Allah Swt berfirman dalam Alquran, “Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.” (QS. al-Jatsiyah: 12-13)
Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman, “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin.” (QS. Luqman: 20)
Allah Swt juga berfirman, “Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.” (QS. Ibrahim: 32-33)
Allah Swt berfirman, “Dan Dia-lah Yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan darinya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (QS. an-Nahl: 14)
Allah Swt juga berfirman, “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (QS. al-Baqarah: 29)
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, “Takutlah kamu kepada Allah dalam urusan hamba Allah dan negerinya, karena kamu akan ditanya sampai tentang urusan sejengkal tanah dan urusan binatang.”
Dari ayat-ayat dan hadis-hadis di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah Swt telah menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada padanya, seperti gunung, sungai, berbagai macam bahan tambang dan benda logam, berbagai jenis pohon dan tumbuhan, dan berbagai jenis binatang daratan maupun lautan, baik yang jinak maupun yang buas, untuk dimanfaatkan oleh manusia.
Allah Swt telah menciptakan alam semesta dengan susunan yang sangat teliti, di mana terdapat beribu-ribu rahasia dan keanehan di dalamnya. Allah Swt telah memberikan kepada manusia kemampuan, akal, dan jiwa pencarian, supaya dapat menyingkap berbagai rahasia dan keajaiban alam, mengubah wajah dunia, membangun bumi, dan memperoleh manfaat dari berbagai macam nikmat Tuhan. Manusia adalah makhluk pilihan dan merupakan Khalifah Tuhan, dan alam ini diciptakan untuk manusia.
Sungguh ini merupakan tanggung jawab besar pada pundak manusia. Oleh karena itu manusia harus menghargai segala nikmat Allah dan menggunakannya pada tempatnya. Manusia harus menganggap barang tambang berharga itu sebagai nikmat dari Allah, yang telah diciptakan untuk dimanfaatkan oleh mereka, bukan untuk dihambur-hamburkan dan disia-siakan, dan air, udara, tumbuhan dan laut sebagai lingkungan hidup bagi seluruh manusia dan hewan yang harus dijaga dari segala macam bentuk perusakan dan pencemaran.
Manusia harus berusaha menjaga, memelihara dan mengembangkan pepohonan dan tumbuh-tumbuhan.
Manusia harus menganggap hewan darat dan laut sebagai makhluk hidup yang juga mempunyai hak hidup sebagaimana manusia. Manusia harus berusaha mengembang-biakan hewan yang bermanfaat dan memanfaatkannya sebatas kebutuhan mereka, karena mereka telah diciptakan untuk manusia. Namun mereka tidak boleh menyakiti dan berlebihan dalam memanfaatkan mereka sehingga punah.
Alhasil, tanggung jawab membangun dan memakmurkan bumi berada di atas pundak manusia, dan masalah ini harus mendapat perhatian dalam pendidikan dan pengajaran mereka.
Membangun Diri Manusia
Sebagaimana telah kita jelaskan, meskipun manusia tidak lebih dari satu hakikat, namun ia tersusun dari berbagai dimensi: fisik, jisim yang bisa tumbuh dan berkembang, hewan dan diri mujarrad. Meski demikian, yang menjadi hakikat manusia adalah ruh mujarrad yang meskipun satu namun memiliki peringkat-peringkat yang lebih rendah darinya.
Perlu dijelaskan di sini, bahwa dalam ilmu-ilmu akal telah dibuktikan bahwa meskipun pada awal wujudnya diri manusia itu adalah sebuah substansi abstrak dan lebih unggul dari materi, namun pada saat itu ia merupakan sebuah hakikat yang belum sempurna, dan ia merupakan maujud abstrak yang memiliki potensi kepada kesempurnaan. Dari sisi wujudnya yang lebih rendah manusia terikat dengan badan dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat materi, dan oleh karena itu manusia mempunyai gerak menuju kesempurnaan.
Manusia adalah makhluk yang mengagumkan yang berkenaan dengannya Allah Swt berfirman, “Maka Mahasuci Allah, sebaik-baik Pencipta.” (QS. al-Mukminun: 14). Pada awal wujudnya manusia tidak memiliki semua kesempurnaan, namun secara bertahap ia diciptakan dan menjadi sempurna, lalu mengubah berbagai potensi yang dimilikinya menjadi kekuatan nyata. Manusia, dari awal wujudnya hingga akhir hidupnya senantiasa bergerak di jalan kesempurnaan. Pada akhirnya tidak seluruh manusia berada pada jalan yang sama dan menuju tujuan yang sama, melainkan secara umum manusia bergerak pada salah satu di antara dua jalan:
Bergerak pada jalan hewani dan sibuk dalam memuaskan berbagai insting hewaninya dan memperkuat sifat-sifat hewaninya, sehingga pada zatnya ia benar-benar telah menjadi seekor hewan bahkan lebih hewani dari hewan-hewan lainnya, karena telah menggunakan kekuatan akalnya untuk melayani insting hewaninya, dan melakukan perbuatan-perbuatan yang bahkan tidak dilakukan oleh seluruh hewan yang lain. Seorang manusia yang menjadi hewan dengan menggunakan kekuatan akalnya jauh lebih berbahaya dan lebih keji dari seluruh hewan yang lain.
Atau, berada pada jalan kemanusiaan dan pengembangan nilai-nilai utama, dan bergerak menjadi manusia sempurna dan dekat kepada Allah, sehingga akhirnya mencapai satu kedudukan yang lebih dekat kepada Allah dibandingkan para malaikat, dan satu kedudukan yang para malaikat pun tidak mampu menggapainya.
Para nabi diutus dengan tujuan untuk mengajak manusia ke jalan ini. Para nabi berkata kepada manusia, “Kamu adalah manusia dan jangan sampai kamu mengabaikan diri kemanusiaanmu. Jangan sampai kamu hidup seperti kehidupan seekor hewan. Jika kamu mengorbankan kemanusiaanmu demi kecenderungan-kecenderungan nafsu hewanimu maka kamu akan celaka. Tidak ada bahaya yang lebih besar dari seseorang yang mengabaikan sisi kemanusiaannya dan sebagai gantinya ia memperturutkan nafsu hewaninya.”
Allah Swt berfirman dalam Alquran, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya orang-orang yang rugi adalah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat.’ Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS. az-Zumar: 15)
Imam Ali as telah berkata, “Sungguh aku merasa heran dengan orang yang berusaha keras mencari barangnya yang hilang namun tidak berusaha mencari ketika ia kehilangan dirinya.”
Oleh karena itu, manusia harus menganggap dimensi kemanusiaannya sebagai pokok. Dia juga harus mengembangkan dimensi hewaninya untuk melayani diri malakut-nya, bukan untuk melemahkannya. (*Tokoh Pendidikan Islam)