BERITAALTERNATIF.COM – Dewan Pembina Rumah Partisipasi Masyarakat (RPM) Kukar Hendy Yuzar menyampaikan sejumlah kritik terkait pengalokasian dan pengelolaan APBD Kukar tahun 2024.
Dia menjelaskan bahwa Bupati dan Wakil Bupati Kukar Edi Damansyah-Rendi Solihin mengusung visi Kukar Idaman, yang artinya mewujudkan masyarakat Kukar yang sejahtera dan berbahagia.
Dalam proses mewujudkan visi tersebut, tahun 2021 Kukar memiliki APBD sebesar Rp 6,5 triliun, tahun 2022 Rp 5,2 triliun, tahun 2023 Rp 11,8 triliun, dan tahun 2024 meningkatkan menjadi Rp 12,6 triliun.
Sebagai instrumen utama dalam pengalokasian sumber daya ke berbagai sektor pembangunan, kata dia, APBD Kukar tahun 2024 menuai sorotan dalam berbagai aspek, termasuk di bidang pendidikan, penanggulangan kemiskinan, perjalanan dinas, dan kenaikan tarif PDAM.
Anggaran untuk sektor pendidikan dalam APBD Kukar mendapat sorotan tajam. Menurut Hendy, sebagian masyarakat Kukar belum dapat mengakses pendidikan.
Pada tahun 2022-2023, masih banyak warga Kukar yang mengeluh saat mendaftarkan anak mereka di SD dan SMP. Mereka terkendala pembiayaan.
Berdasarkan data pokok pendidikan di Kukar, terdapat sekitar 152 ribu pelajar TK, SD, SMP, KB dan PKBM yang didata Disdikbud Kukar.
Disdikbud Kukar, sambung dia, memiliki anggaran Rp 3,6 triliun pada tahun 2024.
Jika 152 ribu pelajar mendapatkan subsidi Rp 3 juta per orang, maka Disdikbud Kukar hanya akan mengalokasikan anggaran Rp 455 miliar untuk memberikan subsidi kepada ribuan siswa tersebut.
“Masih ada sekitar Rp 3 triliun yang bisa dipakai untuk kebutuhan lain: untuk gaji PNS, baju guru, dan peningkatan kesejahteraan guru honor maupun negeri serta bangun sekolah, pengadaan laptop, ATK, dan perjalanan dinas,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa Disdikbud Kukar bisa memberikan subsidi kepada para pelajar yang tidak bisa mengakses pendidikan karena terkendala pembiayaan. Hal itu bergantung pada niat mereka dalam mewujudkan program tersebut.
“Jadi, Rp 3,6 triliun tadi masih tanda tanya. Sederhananya, apa Pemkap dan DPRD merespons problem ini? Atau mereka tidak punya niat untuk meringankan beban pendidikan masyarakat supaya tiket masuk sekolah itu gratis?” ujarnya.
Selain itu, Hendy mengungkapkan, alokasi beasiswa Kukar Idaman dianggarkan Rp 46 miliar. Anggaran tersebut tergolong kecil dibandingkan anggaran beasiswa Kaltim Tuntas yang mencapai Rp 200 miliar.
Fakta tersebut dinilainya sebagai bentuk kepekaan Pemkab Kukar yang sangat minim terhadap masalah-masalah di bidang pendidikan.
“Sense of crisis atau respons atas masalah-masalah mendasar masyarakat itu minim. APBD kita masih belum merespons permasalahan masyarakat,” tegasnya.
Ia pun menyimpulkan bahwa pada tahun 2024 masyarakat Kukar belum mendapatkan kesejahteraan sebagaimana dijanjikan Edi-Rendi.
Hal itu tercermin dari kebijakan anggaran di bidang pendidikan yang belum berpihak pada kepentingan masyarakat Kukar.
Hendy juga menyoroti kenaikan tarif air bersih pada tahun 2024. Kebijakan tersebut tergolong sensitif karena berdampak langsung pada hajat hidup masyarakat.
Kenaikan tarif tersebut berdasarkan SK Bupati Kukar Nomor 359/SK-Bup/HK/2023 tentang Penetapan Penyesuaian Tarif Air Minum Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tirta Mahakam.
“SK ini terbit karena beberapa pertimbangan, seperti 10 tahun belum ada kenaikan tarif, kebocoran pipa teknisi maupun non teknisi, dan biaya produksi air bersih lebih tinggi dibanding harga tarif,” ungkapnya.
Menurutnya, kenaikan tarif tersebut mestinya tak memberatkan masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Peraturan perundang-undangan yang berlaku, kata dia, membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk memberikan subsidi dalam bentuk hibah atau penyertaan modal kepada Perumda demi menjamin pelayanan air bersih di masyarakat.
Ia merujuk pada Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Lebih tinggi mana Peraturan Menteri dan SK Gubernur dengan Undang-Undang Dasar?” serunya.
Pemkab Kukar, menurut Hendy, sejatinya tak perlu menaikkan tarif air bersih. Mereka dapat menggunakan APBD Kukar untuk menutupi biaya operasional Perumda Tirta Mahakam.
“Kukar ini punya uang Rp 12,6 triliun. Kan mudah sebenarnya. Ambil Rp 100 miliar untuk dikasih ke Perumda, lalu gratiskan untuk masyarakat,” sarannya.
Kebijakan itu tak diambil oleh Pemkab Kukar. Hal ini dinilainya sebagai bentuk ketidakpekaan Pemkab Kukar terhadap masalah mendasar yang dihadapi masyarakat Kukar.
“Ternyata pada kasus yang kedua ini pemerintah memilih untuk membebani masyarakat,” sebutnya.
Atas dasar fakta-fakta tersebut, dia menyimpulkan bahwa APBD Kukar tahun 2024 belum digunakan untuk kepentingan publik.
“Kesimpulan sementara, untuk dua hal ini, APBD tidak merespons masalah. Pertama, tidak mengurangi biaya pendidikan masyarakat. Kedua, malah membebani masyarakat dengan peningkatan tarif air bersih,” ujarnya. (*)
Penulis: Junaidin
Editor: Ufqil Mubin