Oleh: Dr. Dina Sulaeman*
Dalam berbagai forum di mana saya diminta bicara, saya berkali-kali bilang: Suriah itu luasnya cuma 185.180 km² sedangkan Indonesia, luas daratannya 1.905 juta km².
Tapi, Suriah yang ‘sekecil itu” sudah 11 tahun melawan teroris (Al Qaida, ISIS, FSA, dengan berbagai nama milisi, tapi ideologinya sama saja), sampai hari ini masih belum sepenuhnya bisa benar-benar menang. Masih ada kawasan-kawasan yang diduduki teroris; dan aksi-aksi teror terus terjadi sporadis di berbagai tempat.
Bayangkan gimana caranya menjaga Indonesia yang “seluas ini” jika kelompok-kelompok teror dibiarkan membesar dan menguat?
Jadi, sangat penting untuk mencegah, mulai dari persebaran ideologinya. Apa itu bibit awal ideologinya? Yaitu: takfirisme, suka mengkafir-kafirkan, suka menyesat-nyesatkan kelompok yang berbeda; tidak toleran pada perbedaan.
Tentu, toleran tidak berarti kita menyamaratakan semua agama/mazhab. Kita tetap teguh dengan ajaran yang kita yakini, tapi tidak menganggap pihak lain sebagai kafir dan halal darahnya. Bagimu agamamu, bagiku agamaku. Kita mengembangkan sikap toleran sesama anak bangsa demi mencegah milisi-milisi teror merekrut anggota; kan yang bisa direkrut adalah orang-orang takfir dan intoleran.
Bulan Juni 2023 saya ke Suriah dan sempat berkunjung ke makam Sayidah Zainab di pinggiran Damaskus. Juli 2023, kawasan di seputar kompleks makam itu dibom ISIS. Banyak yang tewas. Saya sampai ndredek sendiri, “Kan aku melewati daerah itu sebulan yang lalu?”
Setiap pekan, ada saja aksi teror yang dilakukan milisi-milisi teroris ini terhadap warga sipil. Kebanyakan di daerah-daerah yang berbatasan dengan wilayah yang masih mereka kuasai, misalnya di Latakia yang berbatasan dengan Idlib. Provinsi Idlib masih dikuasai oleh HTS (Hay’at Tahrir Al Sham) alias Al Qaida Suriah (meski ngakunya sudah memisahkan diri dari Al Qaida, tapi kan ideologi dan metode teror tetap sama, cuma beda organisasi).
Di antara milisi teror ini ada yang gabung dalam grup “Tentara Nasional Suriah” (SNA) yang didukung Turki. SNA adalah sebuah koalisi faksi Tentara Pembebasan Suriah (FSA) dan kelompok milisi-milisi lainnya, yang dibentuk pada tahun 2017 dan bertindak sebagai proksi pendudukan Turki di Suriah.
Benderanya SNA sama saja dengan FSA: bendera yang dulu banyak dikibarkan terbuka oleh beberapa ustadz/zah Indonesia pendukung “jihad” Suriah; dan oleh lembaga-lembaga pengepul donasi. Lihat di foto: tentara Turki (sebelah kanan, di bawah mereka ada bendera Turki) dan milisi “jihad” (di bawah mereka ada bendera FSA), di kota Ras al Ayn, timur laut Suriah, tahun 2019.
Baru-baru ini, Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi terhadap Brigade Suleiman Shah dan Divisi Hamzah yang tergabung dalam geng SNA.
Departemen Keuangan AS menuduh kelompok tersebut melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap populasi Kurdi dan Yazidi di Suriah utara, serta penyiksaan, penculikan, pelecehan seksual, dan pemerasan.
Mengapa kok AS mendukung Kurdi? Karena milisi Kurdi (SDF) selalu setia pada AS, bahkan membantu AS dalam pendudukannya di daerah-daerah kaya minyak di utara Suriah dan membantu AS dalam merampok minyak milik Suriah itu (dibawa ke Irak, lalu dijual entah ke mana, kemungkinan sih ke Israel).
Jadi, SDF ini bukan “pihak baik” juga, sama aja. Tapi, SDF dimusuhi Turki, dan Turki memanfaatkan “jihadis” yang dia biayai. SDF telah banyak terlibat bentrokan dengan milisi SNA. Paham ya, petanya.
Intinya: milisi -milisi teror berkedok jihad (ataupun berkedok “kemerdekaan” ala Kurdi) tidak akan bertahan seandainya tidak ada bantuan dana, senjata, dan logistik dari pihak asing.
Khusus untuk milisi “mujahidin”, logistiknya siapa yang suplai?
Selain dari Turki dan negara-negara Teluk, ada lembaga-lembaga pengepul donasi yang sudah 12 tahun menebar fitnah soal Suriah. Mereka masih bisa menipu orang-orang yang enggak nyadar-nyadar soal geopolitik, sehingga mau saja menyumbang. Dan hati-hati, cara mereka mengeruk donasi sering pakai narasi intoleran dan penuh fitnah terhadap mazhab lain (Syiah, Alawi, dll). Artinya, yang suka share-share info intoleran (dan isinya dipastikan fitnah) sedang bekerja sama (sadar atau tidak) dengan teroris. Demikian sekilas info. (*Pengamat Timur Tengah)