BERITAALTERNATIF.COM – Sidang perdana lima tersangka tragedi Kanjuruhan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Senin (16/1/2023).
Lima tersangka yang dimaksud yakni Ketua Panpel Arema Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno, Danki 3 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.
Mereka disangkakan Pasal 359 KHUP dan atau Pasal 360 KUHP dan atau Pasal 103 ayat (1) Jo Pasal 52 UU RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Berikut poin-poin dalam dakwaan yang diungkapkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU):
Pertama, perintah tembakan gas air mata. Jaksa mengungkapkan perintah penembakan gas air mata berasal dari Komandan Kompi (Danki) 3 Brimob Polda Jawa Timur (Jatim) AKP Hasdarmawan dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.
Jaksa menyebut Hasdarmawan awalnya memberikan perintah itu kepada Bharatu Teguh Febrianto, Bharaka Mochamad Choirul Irham dan Bharatu Sanggar. Adapun ketiganya dalam sidang kali ini duduk sebagai saksi.
Kemudian, Hasdarmawan memerintahkan kembali anggotanya untuk menembakkan gas air mata yang ketiga dengan mengatakan, “Penembak selanjutnya persiapan menembak”.
Lalu, selanjutnya Hasdarmawan mengeluarkan perintah menembak sehingga saksi Bharatu Cahyo Ari, Saksi Bharaka Arif Trisno Adi Nugroho, Saksi Bharatu Moch Mukhlis, Saksi Bharaka Yasfy Fuady, Saksi Bharaka Izyudin Wildan dan Saksi Bharaka Fitra Nurkholis melakukan penembakkan gas air mata ke arah suporter lagi.
Sementara itu, Bambang memerintahkan Satriyo Aji Lasmono dan Willy Adam Aldy Alno menembakkan gas air mata menggunakan Flashball warna hitam tipe Verney-Carron Saint Etienne ke arah suporter.
Jaksa menjelaskan para suporter menjadi panik dan berlari untuk mencari pintu keluar stadion secara berdesak-desakan akibat tembakan gas air mata itu. Gas air mata tersebut memicu ratusan suporter kehilangan nyawa.
Jaksa menyebut atas perbuatan itu, mereka diancam pidana dalam Pasal 359 KUHP. Mereka dianggap tidak mempertimbangkan ‘risiko’ yang akan timbul.
Kedua, Kabag Ops membiarkan tembakan GAM. Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto disebut melakukan pembiaran adanya penembakan Gas Air Mata (GAM) yang memicu ratusan suporter sepakbola meninggal dunia pada tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022.
Jaksa menyebut Wahyu mengetahui adanya penembakan GAM untuk membubarkan para suporter yang dilakukan oleh petugas kepolisian. Namun, Wahyu membiarkan Brimob menembakkan GAM kepada para suporter.
Pada pertandingan laga 1 Arema FC dan Persebaya itu, Wahyu juga menjadi Kepala Perencanaan dan Pengendalian Operasi (Karendalops). Wahyu berkewajiban membuat Rencana Pengamanan (Renpam).
Dia seharusnya juga bertugas mengendalikan langsung seluruh personel pengamanan dan pelaksanaan pertandingan. Namun, Wahyu membiarkan Brimob menembakkan GAM kepada para suporter.
Akibat perbuatannya Jaksa mendakwa Wahyu pidana dalam Pasal 359 KUHP.
Ketiga, Ketua Panpel jual tiket overkapasitas. Ketua Panitia Pelaksana (Panpel) Abdul Haris berkeras menjual tiket pertandingan sepakbola Arema FC Vs Persebaya melebihi kapasitas stadion pada 1 Oktober 2022. Padahal, dia sudah diperingati oleh Kapolres Malang saat itu, Ferly Hidayat.
Jaksa menjelaskan kapasitas Stadion Kanjuruhan Malang adalah 38.054 orang. Sementara saat itu, panitia menjual 42.516 lembar tiket.
Pada 29 September 2022, Ferly selaku Kapolres Malang mengeluarkan surat No. B/2266/IX/Pam.3.3/2022 perihal Pembatasan Pencetakan Tiket Pertandingan Sepak Bola Arema FC vs Persebaya Surabaya, dengan ketentuan tiket ekonomi sebanyak 34.648 orang.
Namun, terdakwa tidak mengikuti anjuran itu. Terdakwa malah memerintahkan bawahannya, Adi Ismanto bertemu Ferly untuk bernegosiasi agar tiket yang telah terjual tidak dikurangi.
“Terdakwa memerintahkan saksi Adi Ismanto untuk menghadap saksi AKBP Ferly Hidayat dikarenakan dari keseluruhan jumlah tiket yang telah dicetak, sebanyak 42.516 lembar tiket sudah ada pembelinya,” kata Jaksa.
Perbuatan Abdul sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 359 KUHP.
Keempat, PT LIB paksakan jadwal pertandingan malam. PT LIB disebut memaksakan jadwal pertandingan laga Arema FC Vs Persebaya tetap digelar pada 1 Oktober 2022 pukul 20.00 WIB.
Padahal, PT LIB sudah diperingati oleh Kapolres Malang saat itu, Ferly Hidayat, untuk memundurkan jadwal pada sore hari karena alasan risiko keamanan.
Jaksa berkata peringatan disampaikan Ferly lewat Abdul Haris pada 12 September 2022. Kemudian, Haris melanjutkan kepada PT LIB.
“Yang kemudian dibalas oleh PT LIB dengan surat nomor: 497/LIB-KOM/IX/2022 tertanggal 19 September 2022 perihal Re: Permohonan Perubahan Jam kick off Arema FC vs Persebaya Surabaya 1 Oktober 2022 yang ditandatangani oleh saksi AKHMAD HADIAN LUKITA selaku Direktur Utama PT. LIB,” kata Jaksa.
“Dengan isi surat pada pokoknya meminta agar panitia penyelenggara tetap melaksanakan pertandingan sepak bola antara Arema FC vs Persebaya Surabaya sesuai jadwal yang telah ditentukan,” imbuhnya.
Kelima, Security Officer tugasi 250 steward tanpa arahan. Petugas Keamanan dan Keselamatan (Safety and Security Officer) Suko Sutrisno meminta bawahannya, Ahmad Yoni dan Lalu Panca untuk mencarikan 250 orang yang bersedia menjadi steward dalam Liga 1 Arema Vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022.
Ratusan orang itu berhasil direkrut. Kemudian, Suko menempatkan mereka di pintu stadion tanpa arahan dan pelatihan.
Jaksa menyebut pada 1 Oktober 2022 pukul 14:00 WIB, terdakwa memerintahkan seluruh steward untuk berkumpul di Stadion Kanjuruhan. Terdakwa memerintahkan Ahmad Yobi, Lalu Panca dan Rony Subianto untuk membagi penempatan steward.
“Yang melakukan penjagaan pada masing-masing pintu Stadion tanpa diberikan pengarahan terlebih dahulu terkait tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembantu petugas keamanan dan keselamatan (steward),” kata Jaksa.
Keenam, ungkap hasil autopsi. Jaksa mengungkapkan hasil autopsi salah satu korban tragedi Kanjuruhan atas nama Naila Debi Anggraini. Perempuan berusia 14 tahun itu teridentifikasi mengalami patah tulang pada bagian dada akibat senjata tumpul.
Hal tersebut disampaikan oleh JPU saat pembacaan dakwaan Danki 3 Brimob Polda Jawa Timur (Jatim) AKP Hasdarmawan terkait kasus menyebabkan mati atau luka-luka karena kealpaan pada tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri Surabaya.
Mulanya, jaksa menjelaskan bahwa autopsi itu dilakukan usai penggalian jenazah (ekshumasi) Naila. Pada autopsi itu diketahui ada luka, memar, sampai tulang patah di beberapa bagian tubuhnya.
“Luka memar di kepala menembus tulang atap tengkorak bagian dalam, dada, dinding rongga dada bagian depan, perut, anggota gerak atas kiri, dan kedua anggota gerak bawah,” ujar Jaksa membeberkan hasil pemeriksaan.
Kemudian, hasil pemeriksaan juga menunjukkan adanya patah tulang tertutup tulang iga kedua bagian depan sebelah kanan dan tulang dada. Kelainan tersebut akibat kekerasan tumpul.
Selanjutnya, pemeriksa mendapati perdarahan dalam rongga dada yang diakibatkan dari patahan tulang iga dan tulang dada yang menusuk organ dalam rongga dada. Jaksa pun mengungkapkan hasil kesimpulan pemeriksaan adalah kematian korban diakibatkan kekerasan benda tumpul.
“Sebab kematian korban adalah kekerasan tumpul pada daerah dada yang mengakibatkan kerusakan organ vital rongga dada,” ujarnya.
Atas perbuatannya, ia didakwa ancaman pidana dalam Pasal 103 ayat (1) Jo Pasal 52 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. (*)
Sumber: CNN Indonesia