Search
Search
Close this search box.

Titik Nadir 75 Tahun Prahara

Penulis. (Istimewa)
Listen to this article

Oleh Dr. Muhsin Labib, MA *

Meski berhasil membuat rezim Iblis rasis shock dengan serangan ke sejumlah kota negeri fiktif itu pada 7 Oktober lalu, rakyat pejuang Gaza dianggap kalah dengan banyak korban serangan udara yang intensif, terutama bayi dan balita.

Mungkin banyak pendukung rakyat Palestina bertanya-tanya : Apa strategi faksi-faksi perlawanan di balik serangan terbesarnya itu! Apakah berencana mengambil alih daerah-daerah yang dikuasainya? Apakah tidak memperhitungkan serangan balik yang lebih besar terutama dari udara? Apakah tidak dan mengantisipasi pembalasa brutal sebelum melakukan penyerangan?

Advertisements

Hampir semua orang mengukur keberhasilan dari capaian, menyimpulkan kemenangan dalam perang dari penguasaan tanah dan kekalahan dari banyaknya jumlah korban, menganggap kesejahteraan sebagai bukti kemerdekaan, menjadikan banyaknya korban sebagai alasan untuk menentang perlawanan dan mengecam para pejuang kemerdekaan bahkan menuduh mereka sebagai teroris.

75 tahun penjajahan, penjarahan, pengusiran, pembantaian, pengepungan oleh rezim iblis yang mendapatkan perlindungan diplomatik dan politik serta dukungan militer AS dan dukungan pasif berupa pengabaian mayoritas rezim di dunia Arab dan Islam sudah cukup untuk membuat rakyat Palestina tak lagi peduli menang dan kalah, tak mengeluhkan luka dan seribu satu macam derita, tak menghitung jumlah martir dan tak menanti dukungan militer para penguasa korup di Teluk dan lainnya.

75 tahun prahara yang dipaksakan seolah menjadi “takdir” bagi empat generasi yang tercerai berai akibat okupasi dan aneksasi tanpa satupun langkah nyata PBB demi keadilan dan kemanusiaan  sudah cukup bagi bangsa Palestina untuk tak lagi memikirkan hasil dan angka-angka serta kalkulasi taktik dalam perlawanan.

75 tahun prahara memahamkan bangsa Palestina bahwa resolusi bahwa proposal perdamaian, sidang-sidang di New York dan Jenewa, nota protes, statemen kecaman dan kesibukan diplomatik hanyalah dongeng dan delusi yang direkayasa demi depopulasi sistematis dan terencana.

Bagi empat generasi bangsa yang ditindas oleh lawan dan diabaikan oleh sebagian kawan, perjuangan demi kemerdekaan lebih mulia dari damai, lebih utama dari menang dan lebih penting dari bernapas.

Bangsa Palestina siap untuk terus mengucurkan darah dan mempersembahkan ribuan nyawa demi menampar kesadaran setiap insan tentang epos pekik yang merontokkan jet tempur, batu yang menghancurkan rudal, airmata yang memadamkan api dan darah yang mengalahkan pedang.

Lawan!!!

*) Cendekiawan Muslim

Advertisements

Kunjungi Berita Alternatif di :

Bagikan

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements

BERITA ALTERNATIF

POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA