BERITAALTERNATIF.COM – Berbagai keterbatasan tak menyurutkan langkah Andini Pradya Savitri dalam menorehkan prestasi di berbagai bidang.
Andini diketahui mengidap Hard of Hearing (HoH) yang diakibatkan oleh TBC tulang dan virus rubella. Ia juga penyandang disabilitas tunadaksa.
Sejak berusia 12 tahun, dia telah mengidap TBC tulang dan virus rubella, sehingga mengharuskannya memakai Alat Bantu Dengar Superpower karena memiliki gangguan pendengaran. Selain itu, ia merupakan penyandang tunadaksa, yang diakibatkan operasi pinggul sebelah kanannya.
Dalam keterbatasan tersebut, perempuan asal Kabupaten Kutai Kartanegara ini tengah menempuh pendidikan S1 di Program Studi (Prodi) Film dan Televisi di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.
“Saat ini aku sudah semester 8. Aku mendapatkan beasiswa Kaltim Tuntas kategori mahasiswa berkebutuhan khusus pada semester 7,” terangnya, Rabu (25/1/2023).
Walaupun ia menjalani kehidupan sehari-hari dalam berbagai keterbatasan fisik, Andini membuktikan bahwa kekurangan tersebut tak menyurutkannya dalam menorehkan prestasi.
Ia pernah meraih penghargaan dalam dunia film, televisi, dan jurnalistik. Di bidang pers, pada tahun 2022, Andini mendapatkan kepercayaan menjadi Pemimpin Redaksi Lembaga Pers Mahasiswa Intuisi ISI Surakarta.
Kemudian, ia menjadi Juara Favorit Karya Tulis Mahasiswa dalam acara Festival Kreatif Mahasiswa yang diadakan oleh Dewan Pers. Karya Andini pun dinobatkan sebagai Karya Film Dokumenter Terbaik di acara Prabangkara Awards.
Andini dikenal di lingkungan tuli sebagai pribadi yang cukup andal dalam membaca gerak bibir. Saat berkomunikasi dengan orang lain, selain menggunakan bahasa isyarat, ia juga acap berusaha memahami pembicaraan lawan bicaranya lewat gerak bibir.
“Karena aku baca gerak bibir, jadi yang penting artikulasinya jelas aja. Kalau kesulitan, diketik. Beberapa temen ada yang insiatif belajar alfabet bahasa isyarat juga. Jadi, buat ngedukung satu kata yang kurang jelas gitu, bisa pake bahasa isyarat sambil ngobrol,” terangnya.
Kata dia, ISI Surakarta memang menerima mahasiswa yang merupakan penyandang disabilitas, tetapi belum tersedia Pusat Layanan Disabilitas (PLD) ataupun Unit Layanan Disabilitas (ULD).
“Mulai tahun berapa gitu sebenarnya sudah diajukan wacananya, tapi entah kapan direalisasikannya,” ucap Andini.
Meski begitu, ia tak kehabisan akal. Selama mengikuti perkuliahan, dia memilih duduk di deretan paling depan agar dapat menyimak dengan jelas gerak bibir dosen.
“Pas awal-awal kuliah luring aku selalu milih duduk paling depan biar bisa denger dan nyimak dengan jelas. Dosen juga selalu kukasih tahu di awal kalau kondisiku begini, jadi bisa memaklumi,” katanya.
Saat pandemi melanda Indonesia, perkuliahan pun dilaksanakan secara daring. Andini dibantu aplikasi Live Transcript/Speech-To-Text. Untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi perkuliahan, ia berinisiatif merekam apa pun yang disampaikan dosen.
“Kalau selama pandemi kemaren, karena kuliahnya daring, jadinya dibantu pake aplikasi Live Transcript/Speech-To-Text. Terus minta izin record biar bisa evaluasi/review materi yang dikasih dosen,” jelasnya.
Andini berharap PLD atau ULD ISI Surakarta segera direalisasikan agar penyandang disabilitas yang ingin berkuliah di kampus tersebut mendapatkan kemudahan dalam mengaksesnya. “Harapannya tidak hanya di ISI Surakarta, tetapi di seluruh kampus di Indonesia,” pungkasnya. (*)
Penulis: Nadya Fazira
Editor: Ufqil Mubin