Kukar, beritaalternatif.com – Founder Gerakan Literasi Kutai (GLK) Erwan Riyadi mengaku prihatin dengan indeks literasi nasional Indonesia yang masih sangat rendah. Hal ini merujuk data yang dirilis Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2010 lalu.
Dari 74 negara yang disurvei oleh PISA, Indonesia menempati urutan ke-72. Posisi negara ini dalam bidang literasi sejajar dengan negara-negara miskin dari Afrika.
“Hasil survei pada tahun-tahun berikutnya, posisi Indonesia tidak berubah. Tetap sama. Sampai tahun 2018 pun posisi negara kita masih di bawah,” ungkap Erwan baru-baru ini.
Penyelesaian problem literasi nasional, lanjut dia, menjadi tugas pemerintah. Sedangkan GLK hadir di daerah untuk membantu pemerintah daerah dalam meningkatkan indeks literasi nasional.
Sejak 2017, GLK dibentuk dengan format komunitas. Selain dilengkapi ketua, sekretaris, dan bendahara, GLK juga memiliki tiga divisi: pengembangan sumber daya manusia (SDM), humas dan pers, serta divisi kajian.
Makna Literasi
Erwan mendefinisikan literasi sebagai seperangkat kemampuan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dan membuat hidup seseorang menjadi lebih baik.
“Dengan definisi seperti ini, semua orang akan menganggap literasi itu penting, dan semua orang berkepentingan dengan itu. Kan semua orang secara naluri kepingin hidupnya lebih baik,” katanya.
Literasi, kata Erwan, adalah hal penting yang seharusnya menjadi perhatian semua orang. Namun kenyataannya, bidang ini tak banyak diperhatikan.
Hal ini disebutnya sebagai masalah bersama. “Inilah yang akan diperbaiki. Inilah yang akan ikut dibantu diselesaikan oleh GLK,” ujarnya.
Ia menegaskan, negara ini tidak akan dapat dibangun dengan kualitas SDM yang rendah. Bangsa Indonesia ingin unggul di kancah global. Namun SDM yang tersedia tak mendukungnya.
“Negara bertujuan untuk begini. Masyarakat kepengen seperti ini. Semua orang kepingin hidup lebih baik. Tapi urusan tentang literasi ternyata menyimpan masalah besar,” sebut Erwan.
Kata dia, literasi tak hanya terbatas pada membaca dan menulis buku. Sejatinya, literasi berkaitan dengan semua aspek kehidupan manusia.
Ia menyebutkan, pendidikan, budaya, dan literasi adalah tiga hal yang saling berkaitan. Kenyataannya, selama ini orang-orang tak menggandeng ketiganya menjadi satu kesatuan yang utuh.
“Bukan kesalahan masyarakat. Karena memang dari negara sendiri sebetulnya. Kalau menurut aku, memang dari awal pemerintah tidak memberikan pandangan itu kepada masyarakat,” jelasnya.
Pekerjaan Rumah
Erwan menjelaskan, GLK memiliki banyak pekerjaan rumah. Di satu sisi, secara internal organisasi tersebut hanya diisi dan digerakkan oleh sekelompok kecil orang-orang yang sadar terhadap peningkatan literasi di daerah.
Di sisi lain, gerakan literasi membutuhkan banyak SDM yang memiliki kapasitas mumpuni. Selain itu, GLK menghadapi problem finansial.
Ia menyadari bahwa GLK tak mempunyai donatur. GLK juga tak disubsidi pemerintah. Meskipun tak banyak kegiatan besar yang dilaksanakan GLK, namun faktanya organisasi tersebut dapat menyelenggarakan beberapa kegiatan penting.
“Kalau kita ingin melakukan hal yang banyak dan besar, kita perlu uang yang memadai. Berapa banyak? Semakin banyak maka akan semakin baik,” ucapnya.
Ia menegaskan, gerakan literasi yang dijalankan GLK tak cukup hanya dengan dukungan finansial Rp 500 ribu per bulan. Dengan cakupan tugas yang luas, GLK sejatinya membutuhkan miliaran dana.
Erwan mengatakan, pemerintah daerah memiliki tugas untuk meningkatkan kualitas SDM. Langkah-langkah yang selama ini diambil pemerintah daerah dalam meningkatkan SDM belum cukup memadai.
“Lalu, apa harapan dari GLK? Sederhana saja sebenarnya. Pemerintah memberikan kepedulian yang lebih untuk membangun literasi. Kemudian sampai pada upaya membangun kultur,” sarannya.
Dalam jangka panjang, kata Erwan, pemerintah daerah diharapkan dapat membuat blue print atau master plan yang berkaitan dengan pengembangan literasi.
“Sekaligus membuat kegiatannya. Ini harapan besar sebetulnya. Karena ini isu besar. Pemerintah daerah harus terlibat dalam hal ini secara serius,” imbuhnya.
Kata Erwan, kerja sama antara komunitas-komunitas serta organisasi yang konsen dalam bidang literasi dengan pemerintah sangat diperlukan di masa depan.
“Karena ini hal besar. Enggak bisa kita lakukan sendiri-sendiri. Mesti ada kolaborasi. Ini harapan sekaligus rencana kita untuk membangun GLK,” ujarnya.
Ia menegaskan, GLK sangat terbuka dengan semua orang. Siapa pun yang ingin ikut serta dalam gerakan tersebut, GLK akan membuka diri untuk menjadi wadah gerakan bersama.
Namun, kata Erwan, GLK tidak pasif menunggu orang untuk datang dan bergabung. Namun GLK sangat pro-aktif mengajak orang untuk menjadi bagian dari gerakan.
“Kita kepingin gerakan yang lebih masif. Makanya kita harus pro-aktif. Harus seperti itu. Enggak mungkin dong urusan sebesar ini hanya diurus oleh segelintir orang,” tegasnya. (fz/ln)