Oleh: Ibrahim Amini*
Pada pembahasan-pembahasan yang lalu kita telah mengenal manusia dengan berbagai dimensi wujudnya menurut pandangan Islam, dan kita sudah mengetahui bahwa meskipun manusia itu satu hakikat namun dia mempunyai tiga dimensi wujud: wujud jasmani (fisik), wujud hewani, dan wujud insani.
Dari sisi sebagai jasmani manusia mempunyai rupa dan susunan khusus yang dengannya manusia dapat tumbuh dan berketurunan. Dari sisi ini pula manusia dapat sehat dan sempurna atau sakit dan tidak sempurna.
Oleh karena itu, pendidikan berpengaruh terhadap kondisi fisik anak, dan tentunya hal ini harus mendapat perhatian dari para pendidik. Para pendidik harus memperhatikan perkembangan fisik anak, dan harus berusaha mendidik mereka menjadi individu yang sehat, kuat, dan seimbang.
Dari sisi sebagai hewan, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang untuk memenuhinya telah diletakkan berbagai insting dalam dirinya dan untuk mencapainya telah diciptakan baginya anggota-anggota tubuh yang sesuai. Manusia memiliki perasaan, kehendak, kemampuan gerak, syahwat dan marah, yang jika ia kehilangan salah satu darinya maka kehidupan hewaninya menjadi terganggu.
Insting-insting ini merupakan fasilitas bagi kehidupan hewaninya, dan jika salah satunya hilang atau tidak sempurna maka akan menyebabkan ketidaksempurnaan. Sikap ifrath dan tafrith dan keluar dari batas keseimbangan merupakan sebuah kekurangan dan akan menjadikan kehidupan manusia menjadi pincang.
Oleh karena itu, dalam mendidik anak para pendidik harus mengembangkan insting dan sifat-sifat hewani si anak secara seimbang. Atau dengan kata lain, mereka harus mendidik seorang individu sehingga menjadi seorang yang memiliki kehendak, aktif, semangat, penuh gerak, memiliki tubuh yang sehat dan anggota tubuh yang sempurna dan kuat.
Akan tetapi manusia tidak terbatas hanya pada dimensi-dimensi fisik, tumbuhan dan hewan saja, melainkan manusia juga mempunyai dimensi insani dan ruh malakut yang lebih unggul dari alam materi. Yaitu sebuah maujud mujarrad, pilihan dan merupakan khalifah Allah.
Manusia memiliki kemampuan keilmuan yang tidak dimiliki hewan-hewan yang lain. Manusia diciptakan bebas, mempunyai kemampuan memilih dan mengemban kewajiban di pundaknya. Manusia mempunyai fitrah mencari dan menyembah Tuhan.
Makhluk pilihan Allah ini tidak akan lenyap dengan mati melainkan ia hanya berpindah dari alam ini ke alam akhirat dan kelak akan melihat hasil dari amal perbuatannya. Dengan perantaraan ilmu, iman, amal saleh dan berakhlak dengan akhlak-akhlak yang terpuji, diri manusia menjadi sempurna dan menjadi dekat dengan Allah Swt; sebaliknya keyakinan yang menyimpang, amal perbuatan buruk dan akhlak tercela akan menjatuhkan dan menjerumuskannya.
Untuk itu, para pendidik harus mengembangkan sisi-sisi kemanusiaan anak dan mendidiknya supaya menjadi manusia. Para pendidik harus mendorong dan mengembangkan fitrah iman kepada Allah dan hari akhir pada diri anak, memperkuat akhlak terpuji yang ada pada dirinya dan mengikis akhlak yang tercela.
Para pendidik harus mendidik mereka menjadi manusia yang berakal, cerdas, beriman, berakhlak baik, menghendaki kebaikan, berbicara benar, dapat dipercaya, teguh, berani, mendambakan keadilan, berpegang pada janji, suka berkorban, mengenal kewajiban, disiplin, rendah hati, gigih dan ulet.
Pendidik tidak boleh mengabaikan sisi-sisi kemanusiaan anak dan hanya memperhatikan sisi-sisi fisik dan hewani anak saja. Pendidikan yang seperti ini jelas salah, tidak sempurna dan merupakan pengkhianatan kepada anak.
Oleh karena itu, target dan tujuan pendidikan itu luas dan harus mencakup seluruh dimensi wujud manusia terutama dimensi-dimensi insaninya. Seorang pendidik anak harus tahu bahwa ia sedang mendidik seorang manusia bukan sedang mendidik seekor hewan, dan untuk itu pendidikan terhadap dimensi-dimensi kemanusiaannya harus lebih diutamakan. (*Tokoh Pendidikan Islam)