Jakarta, beritaalternatif.com – Sejumlah bank ramai-ramai bermigrasi atau membangun entitas anak usaha dalam bentuk bank digital. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat setidaknya ada tujuh bank yang sedang mempersiapkan diri untuk menjadi bank digital.
Deputi Direktur Basel dan Perbankan Internasional OJK, Tony mengungkapkan, selain tujuh bank, ada pula lima bank yang sudah resmi jadi bank digital.
“Sampai saat ini ada tujuh bank yang dalam proses go-digital dan ada lima bank yang sudah menobatkan diri atau menyatakan diri menjadi bank digital,” kata Tony, Kamis (10/6) lalu.
Tujuh bank tersebut meliputi Bank BCA Digital, PT BRI Agroniaga Tbk, PT Bank Neo Commerce Tbk, PT Bank Capital Tbk, PT Bank Harda Internasional Tbk, dan PT Bank QNB Indonesia Tbk.
Sementara lima bank yang sudah menjadi bank digital, yaitu Jenius dari Bank BTPN, Wokee dari Bank Bukopin, Digibank dari Bank DBS, TMRW dari Bank UOB, LINE Bank dari KEB Hana Bank, dan Jago dari Bank Jago.
Forbes mendefinisikan bank digital sebagai bank yang menggabungkan layanan online dan seluler (mobile banking) dalam satu payung. Layanan perbankan online berarti nasabah dapat mengakses fitur dan layanan perbankan melalui situs website bank dari layar komputer atau laptop.
Misalnya, nasabah mengakses fitur perbankan tambahan seperti mengajukan pinjaman dan kartu kredit dari website resmi bank.
Sedangkan, layanan mobile banking memungkinkan nasabah menggunakan aplikasi dari bank untuk mengakses banyak fitur perbankan melalui perangkat seluler seperti smartphone atau tablet. Biasanya nasabah menggunakan informasi login yang sama dengan portal perbankan online.
Sejumlah layanan yang ditawarkan oleh mobile banking antara lain transfer antar rekening dan antar bank, pembayaran bersifat komersial, pulsa, listrik, kartu kredit, asuransi, internet, dan sebagainya, hingga layanan gaya hidup seperti membeli tiket, belanja, dan lainnya.
Bank digital memberikan nasabah lebih banyak akses pada layanan keuangan dari perbankan dibandingkan bank konvensional. Terlebih pandemi Covid-19 membuat layanan tatap muka berkurang, begitu pula layanan perbankan.
Sementara itu, OJK mendefinisikan layanan perbankan digital sebagai layanan perbankan elektronik yang dikembangkan dengan mengoptimalkan pemanfaatan data nasabah dalam rangka melayani nasabah lebih cepat, mudah dan sesuai dengan kebutuhan (customer experience). Selain itu, layanan perbankan digital dapat dilakukan secara mandiri oleh nasabah, dengan memperhatikan aspek keamanan.
Jenis layanan yang diberikan oleh perbankan digital meliputi administrasi rekening, otorisasi transaksi, pengelolaan keuangan, layanan informatif, layanan transaksional, dan sebagainya.
Layanan informatif adalah layanan yang hanya terbatas pada penyediaan informasi kepada nasabah bank tanpa ada interaksi lebih lanjut. Layanan ini tidak diikuti eksekusi transaksi keuangan.
Sedangkan layanan transaksional diawali dengan penyediaan informasi kepada nasabah dapat disertai dengan fasilitas untuk berinteraksi dengan bank dalam rangka membantu pengambilan keputusan transaksi keuangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan nasabah. Selanjutnya, dilakukan eksekusi transaksi oleh nasabah.
Saat ini, OJK sedang memfinalisasi aturan terkait bank digital. Sebetulnya, OJK menargetkan Peraturan OJK (POJK) soal bank digital diterbitkan sebelum Juni 2021. Namun, hingga saat ini belum terealisasi.
Salah satu poin yang akan masuk dalam POJK itu adalah modal awal untuk mendirikan bank digital ditetapkan sebesar Rp 10 triliun.
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, Anung Herlianto menjelaskan, modal awal Rp 10 triliun berlaku bagi perusahaan yang benar-benar baru berdiri sebagai bank digital. Investor yang hendak mendirikan bank digital harus melapor terlebih dahulu ke OJK.
Lalu, OJK menetapkan modal awal Rp 3 triliun untuk bank konvensional yang dikonversi menjadi bank digital. Kemudian, bagi bank yang menjadi bagian dari kelompok usaha bank dan ingin menjadi bank digital harus memiliki modal awal Rp 1 triliun.
“Misalnya PT Bank Central Asia Tbk (BCA) punya PT Bank Royal Indonesia, itu karena sudah ada cangkang modal, bisa Rp 1 triliun,” tutur Anung dalam Launching Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia (RP2I) 2020-2025.
Selain itu, bank digital juga harus memiliki minimal satu kantor pusat di Indonesia. Pemilik harus menyampaikan modal bisnis yang jelas kepada OJK.
“Lalu memiliki kemampuan bisnis yang prudent, berkesinambungan, paham mitigasi, memiliki manajemen risiko, antisipasi risiko digital, perlindungan data nasabah,” ucap Anung. (cnn/ln)
Sumber: Mengenal Bank Digital yang Naik Daun di Indonesia