Brussels, beritaalternatif.com – Human Rights Watch (HRW) mengkritik pendekatan Uni Eropa dalam menyikapi krisis pengungsi Afghanistan. Organisasi tersebut menyebutnya tak manusiawi.
Menurut lembaga ini, para pemimpin Uni Eropa mengirim pesan kepada pengungsi Afghanistan bahwa mereka yang berpikir lari dari Afghanistan jangan berpikir menemukan tempat perlindungan yang aman di Eropa.
HRW seraya mengisyaratkan sidang tingkat menteri Uni Eropa pada 31 Agustus menulis, wakil Austria, Denmark dan Republik Ceko dengan transparan mengatakan pesan terpenting kepada warga Afghanistan adalah tetap tinggal di negaranya dan Eropa akan mendukung mereka.
Saat ini negara-negara Uni Eropa mengadaptasi slogan-slogan bermusuhan mereka untuk tindakan destruktif. HRW cenderung mengadopsi pendekatan lebih manusiawi terhadap pengungsi Afghanistan ketimbang Uni Eropa dan menghormati serta menjamin hak warga Afghanistan yang mengajukan suaka kepada Eropa.
Kritik pedas HRW atas sikap dan perlakuan Uni Eropa beserta negara anggotanya terhadap pencari suaka Afghanistan mengindikasikan esensi sejati Barat dan klaim HAM mereka. Faktanya kondisi Afghanistan saat ini dan krisis politik serta kemanusiaannya disebabkan oleh pendudukan 20 tahun Amerik dan mitra Eropanya di NATO.
Kehadiran pasukan AS dan NATO di negara yang dilanda perang ini hanya menghasilkan eskalasi keamanan, kemiskinan, produksi dan penyelundupan narkotika serta maraknya terorisme. Selain itu, penarikan pasukan AS dan NATO dari Afghanistan yang dilakukan secara tergesa-gesa menimbulkan huru-hara di negara ini dan berkuasanya Taliban di Afghanistan. Dengan demikian kini Barat termasuk Eropa bertanggung jawab secara langsung atas kondisi parah Afghanistan serta munculnya gelombang baru pengungsi Afghanistan yang lari dari hegemoni dan kekuasaan Taliban yang meski ada bahaya besar, mereka tetap menuju Eropa atau dalam waktu dekat akan melakukan hal yang sama.
Arus pengungsian warga Afghanistan yang terus meningkat setelah berkuasanya Taliban telah membangkitkan kekhawatiran negara-negara anggota Uni Eropa. Mereka khawatir akan menghadapi krisis pengungsi seperti tahun 2015 jika warga Afghanistan menyerbu Eropa. Para menteri negara-negara Uni Eropa hari Selasa pekan lalu di sidang mereka di Brussels membahas langkah-langkah penanggulangan dan kebijakan bersama terkait arus pengungsi warga Afghanistan, namun pertemuan ini berakhir tanpa mencapai mekanisme bersama untuk menghadapi pengungsi Afghanistan.
Secara umum, Eropa mengambil sikap keras terkait masalah ini, baik itu sikap yang dinyatakan petinggi Eropa termasuk Kanselir Austria dan juga sikap Uni Eropa yang senantiasa memperingatkan pengungsi Afghanistan untuk tidak berpikir datang ke Eropa dan mengambil izin tinggal di Benua Hijau ini. Menteri Dalam Negeri Jerman, Horst Seehofer memperingatkan soal janji tertentu untuk menempatkan kembali pengungsi Afghanistan, karena menurutnya masalah ini dapat mendorong lebih banyak orang ingin pergi ke Eropa. “Dan kami tidak menginginkan hal ini,” katanya.
Beberapa negara Eropa, seperti Austria, Denmark dan Republik Ceko, enggan menerima pengungsi Afghanistan, mengulangi posisi mereka sebelumnya. Selain sikap tersebut, beberapa langkah telah diambil oleh negara-negara Eropa untuk mencegah pengungsi Afghanistan memasuki Eropa. Polandia telah menangkap 32 warga Afghanistan di perbatasannya dengan Belarusia dan menolak permohonan suaka mereka. Kroasia mengembalikan warga Afghanistan ke Bosnia, dan Yunani telah menyelesaikan pembangunan tembok sepanjang 40 kilometer di perbatasannya dengan Turki untuk mencegah pengungsi Afghanistan memasuki negara itu.
Seluruh sikap ini dan langkah Eropa membawa satu pesan jelas, bahwa negara-negara Benua Hijau tidak menghendaki gelombang baru pengungsi Afghanistan. Hal ini menunjukkan rasa tidak bertanggung jawab penuh Eropa terhadap krisis Afghanistan yang mereka memiliki andil penting di krisis ini. Jean-Louis De Brouwer, pakar masalah Eropa mengatakan, solusi yang diusulkan terkait pengungsi Afghanistan menunjukkan ketidakmampuan geopolitik Uni Eropa. (pt/ln)